Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)
Pemerintah mencanangkan untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem hingga mencapai 0% pada 2024 mendatang. Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) menerangkan, ada 5,6 juta orang dengan problem kemiskinan ekstrem. Kemiskinan merupakan problematik menahun bagi Indonesia. Tingkat kemiskinan Indonesia naik turun dari tahun ke tahun.
Sedangakan menurut hitungan baru Bank Dunia, setidaknya ada 13 juta warga Indonesia yang turun kelas dari kelas berpenghasilan menengah ke bawah menjadi ke kelompok miskin. Berdasarkan PPP 2017, jumlah warga miskin Indonesia meningkat menjadi 67 juta dari 54 juta menurut PPP 2011. PPP adalah purchasing power parity atau paritas daya beli. (CNBC Indonesia, 10-5-2023).
Angka ini diperkuat dengan pernyataan Bank Dunia baru-baru ini bahwa sepertiga rumah tangga di Indonesia masih rentan dalam kemiskinan. Bank Dunia mengungkapkan masyarakat yang bekerja belum cukup mengatasi kerentanan terhadap kemiskinan. Jika yang bekerja saja belum mampu mengatasi kemiskinan, ini berarti kemiskinan bukan hanya faktor bekerja atau tidak bekerjanya individu.
Apalagi 2024 adalah tahun kontestasi sehingga seluruh perhatian dan sumber daya difokuskan pada hajatan politik. Tersebab dinilai berat untuk meraih target kemiskinan ekstrem 0% pada 2024, pemerintah pun menurunkan targetnya. Suharso menyebutkan, target pengentasan kemiskinan ekstrem nol% pada 2024 diturunkan menjadi 2,5%. (CNN Indonesia, 6-4-2023).
Mengenai Indonesia, Bank Dunia memberi beberapa catatan terkait kemiskinan di Indonesia.
Pertama, penghasilan rumah tangga yang bekerja masih belum cukup untuk bisa keluar dari garis kemiskinan, bahkan tidak mampu mencapai keamanan ekonomi.
Kedua, pendapatan pertanian sebagai mata pencaharian rumah tangga miskin di pedesaan belum cukup mengatasi kemiskinan. Menurut Bank Dunia, Indonesia perlu melakukan pelayanan penyuluhan pertanian dan akses pasar untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Ketiga, mendorong pertanian tanaman yang komersial. Salah satunya adalah menghapus subsidi yang berfokus pada produksi pangan.
Keempat, perlunya keterampilan digital, konektivitas, dan lingkungan kebijakan yang mendukung. Kebijakan yang tepat, misalnya, meningkatkan tingkat dan kualitas pendidikan menengah dan pendidikan tinggi khususnya dan berinvestasi dalam pelatihan teknis dan kejuruan.
Kelima, mempersiapkan pekerja dengan keterampilan pekerjaan yang tepat.
Keenam, pentingnya berinvestasi pada infrastruktur yang berketahanan. Juga pada produksi pertanian cerdas iklim untuk mengurangi dampak merugikan dari bencana alam dan meredam dampak guncangan, terutama bagi rakyat miskin serta kalangan ekonomi lemah. Di sisi lain, Bank Dunia juga memberi pujian dengan mengatakan Indonesia mampu menurunkan angka kemiskinan ekstrem dari 19% pada 2002 menjadi 1,5% pada 2022.
Sesungguhnya, kemiskinan ekstrem merupakan buah dari salahnya kebijakan. Selama sebab utamanya belum terselesaikan, kemiskinan ini akan terus ada. Tidak dapat dimungkiri pula, kemiskinan ekstrem merupakan akibat dari penerapan kapitalisme, ideologi yang menganut kebebasan kepemilikan. Individu bebas memiliki kekayaan dengan cara apa pun. Alhasil, satu dengan yang lain senantiasa bersaing untuk memperoleh materi masing-masing.
Kebebasan ini kemudian melegitimasi setiap orang untuk bertindak semaunya, tidak peduli jika mengumpulkan uang dengan cara haram, bahkan tidak peduli kalau caranya justru merugikan orang lain. Mereka menerapkan aturan hukum rimba, siapa yang kuat (kaya), ialah yang mampu mengembangkan bisnisnya, sedangkan yang lemah akan terlindas dan kalah. Kapitalisme juga melahirkan materialisme, paham yang menilai segalanya dengan uang dan kebahagiaan duniawi atau materi.
Pemikiran ini membuat orang mementingkan kebahagiaan dunia saja, bersifat individualis, akhirnya tidak acuh pada lingkungan sekitar. Sikap seperti ini tidak jarang membuat orang tidak sadar dan peduli jika ada tetangganya yang membutuhkan bantuan. Materialisme juga mendorong seseorang untuk mengutamakan keuntungan. Prinsip ekonomi “dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapat hasil sebanyak-banyaknya” pun menjadi acuan.
Wajar jika para kapitalis melakukan berbagai cara untuk meminimalkan pengeluaran, salah satunya dengan gaji kecil atau melakukan PHK. Tunakarya yang meningkat juga menyebabkan masalah baru, yaitu mereka jadi kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga karena tidak punya uang yang cukup. Ini lalu memunculkan orang-orang miskin baru, bahkan menambah deretan kemiskinan ekstrem.
Terlebih lagi, negara dalam kapitalisme hanya berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan fasilitas bagi siapa saja yang memiliki modal (para kapitalis). Alhasil, sebanyak apa pun pemberian bantuan pada masyarakat, tidak akan bisa membantu karena penyebab utama kemiskinan masih tetap ada.
Kemiskinan adalah persoalan yang tidak akan pernah dapat diselesaikan oleh sistem hari ini. Ini karena sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan hari ini lahir dari lemahnya akal manusia. Sistem ini tidak pernah sedikit pun melirik pada syariat Islam, padahal yang paling mengetahui yang terbaik bagi makhluk-Nya adalah Sang Pencipta manusia dan alam raya, yaitu Allah Taala. Setidaknya ada dua kelemahan yang menjadi permasalahan fundamental penyebab sistem ekonomi kapitalisme tidak bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan stunting.
Islam merupakan sistem kehidupan yang sempurna. Selain mengatur masalah ibadah mahdhah, Islam juga memiliki sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, dan sanksi. Apabila seluruh aturan itu diterapkan, akan menolong umat manusia, termasuk mengatasi masalah kemiskinan. Setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan.
Pertama, negara wajib mengadopsi akidah Islam sebagai ideologi. Dengan begitu, seluruh kebijakan akan dibuat sesuai aturan Islam. Negara yang menjadikan Islam sebagai landasan juga wajib menerapkan sistem pemerintahan Islam.
Kedua, negara membagi kekayaan menjadi tiga, yaitu milik individu, umum, dan negara. Kekayaan individu merupakan hasil jerih payah individu tersebut. Negara tidak membatasi jika mendapatkannya dengan cara halal. Kekayaan umum berasal dari tiga jenis (padang rumput, air, dan api), yaitu seluruh SDA. Negara tidak boleh menyerahkan kepengurusannya kepada swasta. Negara hanya boleh mengelola dan harus mengembalikan hasilnya kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan. Negara memperoleh kekayaan negara dari jizyah, kharaj, fai, ganimah, dsb. dan menyimpan pendapatan ini di baitulmal.
Ketiga, Islam mewajibkan individu yang memiliki kekayaan melimpah untuk membayar zakat, seperti zakat mal, zakat pertanian, zakat perdagangan dsb. Zakat ini akan masuk ke pos khusus dan akan disalurkan ke golongan orang yang berhak menerima zakat, salah satunya adalah fakir miskin. Selama keluarga tersebut masih terkategori miskin atau fakir miskin, negara akan terus memberikan bantuan zakat.
Keempat, negara menjamin pemenuhan beberapa kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Negara mengambil biaya dari baitulmal untuk memenuhi seluruh layanan sehingga orang miskin pun akan mendapat pelayanan yang sama dengan orang kaya.
Kelima, negara akan membuka lapangan pekerjaan padat karya yang akan menyerap banyak tenaga kerja. Negara juga akan memberikan bantuan modal tanpa riba bagi siapa saja yang tidak punya modal usaha. Bahkan, negara bisa memberikan tanah mati (tidak dimanfaatkan pemiliknya selama tiga tahun) kepada orang yang bisa menghidupkannya kembali.
Apabila negara dapat menjalankan kebijakan ini, rakyat miskin lama-kelamaan akan hilang. Hal ini sebagaimana terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Seluruh penduduknya tidak mau menerima zakat karena sudah terkategori mampu. Sungguh, kemiskinan ekstrem merupakan akibat dari penerapan aturan yang salah. Penyelesaiannya tidak bisa sekadar parsial, tetapi perlu penyelesaian yang mendasar, yaitu mengganti kapitalisme dengan sistem Islam. Selama kapitalisme masih digunakan, kebijakan sebagus apa pun tidak akan bisa mengentaskan kemiskinan, apalagi menjadi nol persen.