Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

PP53/2023: Melanggengkan Kekuasaan Tanpa Khawatir Kehilangan

Kado Akhir Tahun:

by Mata Banua
11 Desember 2023
in Opini
0

 

D:\2023\Desember 2023\1212\8\8\Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar.jpg
Ahmad Mukhallish Aqidi Hasmar, S.H. (Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mulawarman Samarinda)

 

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Transformasi Polri dan Filosofi Kaizen

1 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Polri dan Nilai Ekonomi Keamanan

1 Juli 2025
Load More

Semakin mendekati Pemilu 2024, perubahan-perubahan aturan main kian menjadi. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum.

PP 53/2023 dapat disebut sebagai “kado akhir tahun” dari Presiden dengan memberi “kenyamanan” kepada semua pejabat negaranya yang akan berkontestasi pada Pemilu 2024. Kenyamanan itu berupa tidak ada keharusan bagi pejabat negara untuk mundur dari jabatannya. Sebagai informasi kepada pembaca, pejabat negara yang menikmati dari “kado akhir tahun” ini adalah Presiden dan Wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Bupati dan Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Wali Kota, dan Menteri atau Pejabat setingkat Menteri tidak harus untuk mundur dari jabatannya melainkan cukup mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari Presiden.

Sirkus hukum yang disajikan kepada masyarakat Indonesia kian melukai syaraf keadilan, hukum kini hanya menjadi “stempel pembenaran” untuk mengikuti keinginan pemegang kekuasaan. Penulis rasa para pembaca masih jelas dalam ingatan bagaimana konstitusi hingga sang penjaga konstitusi diotak-atik sedemikian rupa untuk membuka pintu gerbang berkontestasi menjadi “RI 1” dan “RI 2”. Kelahiran PP ini pun menambah parah kondisi kesehatan syaraf keadilan di negeri ini, bagaimana tidak kelahiran aturan ini kian mengebiri dan “reformasi dikorupsi” memang benar marak terjadi di era ini.

Hukum itu membatasi bukan memfasilitasi

Secara filosofis, aturan itu dibuat tentu memiliki makna “membatasi” dan “mengawasi” sehingga disusun suatu regulasi yang mengurangi hak asasi demi melindungi hak asasi orang lain dengan tetap memperhatikan aspek kemanfaatan dan kepentingan yang lebih besar. Adapun kepentingan yang lebih besar menurut penulis adalah kepentingan keadilan yang perlu dipertimbangkan sehingga hak individu yang lebih kecil sifatnya harus dibatasi, diatur dan diawasi agar tidak melampaui hak keadilan yang perlu didahulukan.

Peraturan yang telah diteken oleh Presiden ke-7 Indonesia memiliki potensi penyalahgunaan wewenang dan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan elektoral sehingga perlu diawasi secara ketat karena menteri, gubernur, dan wali kota atau bupati beserta wakil tak perlu mundur kala mencalonkan atau dicalonkan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.

Cikal bakal terlahir peraturan ini ialah Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 68/PUU-XX/2022 yang memberi restu kepada seseorang yang sedang menjabat sebagai menteri, gubernur, dan wali kota atau bupati tanpa harus mundur saat mencalonkan diri sebagai peserta pemilihan presiden dan wakil presiden, padahal bila kita lihat keadaan saat Pemilihan Presiden tahun 2019, pejabat negara setingkat menteri harus mundur dari jabatan apabila maju berkontestasi.

Memang dibenarkan secara hukum formal Peraturan Pemerintah itu dapat dimungkinkan dan dibenarkan karena sifat putusan MK yang final dan mengikat. Hanya saja bila kita lihat dari sisi etis, apakah mungkin pejabat negara yang menjadi kandidat pilpres mampu menggantung pakaian jabatannya tanpa digunakan untuk mempengaruhi kepentingan elektoral? dan pertanyaan lanjutannya ialah apakah bisa untuk tidak memanfaatkan fasilitas negara demi kepentingan pemenangan elektoral dengan aturan yang terbaru ini.

Kental Nuansa Konflik Kepentingan

Berdasarkan status a quo para pejabat negara yang menjadi kontestan pemilihan presiden dan wakil presiden tahun depan masih berstatus aktif. Ternyata tak hanya sebatas para kontestan pilpres belaka, pejabat negara kita pun tersebar dalam Tim Kampanye Nasional pada masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden dan masih berstatus aktif.

Konflik kepentingan atau conflict of interest dalam kontestasi elektoral kedepan menjadi suatu hal yang sangat riskan. Sudah menjadi kepantasan apabila seorang pejabat negara yang mencalonkan atau dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden oleh partai politik untuk mundur dari jabatannya terlebih dahulu meskipun regulasi mengizinkan cukup cuti saja. Lantas mengapa sebaiknya mundur dari status pejabat negara terlebih dahulu, setidaknya tindakan tersebut untuk menghindari konflik kepentingan sekaligus berpotensi untuk memanfaatkan jabatan dan fasilitas jabatannya sebagai alat kampanye seperti menjaga netralitas ASN sampai dengan Netralitas TNI/POLRI. Dan sekali lagi, PP 5 Tahun 2023 terasa kental dengan nuansa konflik kepentingan dan memberi keuntungan kepada yang memiliki jabatan dan kuasa, karena jika dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki jabatan dan kekuasaan, aturan ini dapat dinilai tidak adil.

Penulis ingin menutup tulisan ini dengan sebuah adagium hukum yang begitu masyhur untuk menjadi refleksi pada kondisi kesehatan syaraf keadilan di Republik ini yang kian memburuk. Adagium tersebut “Inde datae leges be fortior omnia posset” artinya ialah Hukum dibuat agar orang yang kuat punya kekuasaan yang terbatas.

 

Tags: Ahmad Mukhallish Aqidi HasmarMahasiswa Pascasarjana Universitas Mulawarman SamarindaPP53/2023:
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA