
Aksi kejahatan zionis Israel terhadap bangsa Palestina nampaknya belum ada kata berhenti. Sudah tidak terhitung lagi jumlah nyawa yang meregang akibat tindakan tersebut. Sejumlah negara mengecam tindakan kejahatan manusia tersebut, tak terkecuali negara kita Indonesia. Akhir-akhir ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebuah lembaga Swadaya yang mewadahi, ulama, Zuama, dan cendikiawan Islam untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam baru-baru ini mengeluarkan fatwa kepada masyarakat Indonesia sebagai bentuk rasa kepedulian terhadap apa yang sedang dialami saudara-saudara kita di Palestina sana.
Pada fatwa tersebut MUI merekomendasikan kepada umat Islam agar tidak membeli produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dan produk mendukung lainnya. Hal ini merupakan sebuah boikot atas tindakan kejahatan oleh zionisme Israel.
Namun atas tindakan tersebut muncul berbagai macam kontra, salah satunya ialah apakah efektif memboikot produk yang ada kaitannya dengan Israel serta produk lain yang mendukung?
Mengenai pertanyaan tersebut, saya teringat tentang pemboikotan yang pernah di alami oleh bani Hasyim dan bani Muthalib oleh mayoritas orang Quraisy di kota Makkah selama tiga tahun.
Inisiatif boikot ini bermula muncul akibat ketidakmampuan para tokoh petinggi kamu kafir Quraisy dalam membendung aktivitas dakwah Nabi Muhammad sebab dari hari ke hari semakin banyak peminat masyarakat yang ingin masuk Islam. Jelas Ini sangat merisaukan mereka .
Padahal, mereka telah mengeluarkan segala daya dan upaya untuk menghentikan dakwah nabi Muhammad di tanah leluhur mereka, namun hasilnya tetap nihil belaka. Mulai menyogok nabi dengan iming-iming diberikan harta yang banyak dan perempuan paling cantik, tapi nabi tetap kokoh dengan pendirian dan perintah dakwah yang beliau emban.
Pada akhirnya, para tetua kota Makkah memutuskan untuk melakukan perundingan di Darun Nadwah sebuah tempat bagi para tetua kota makkhlah untuk melakukan musyawarah. Semua bani di kumpulkan disana, termasuk keluarga nabi Bani haasyim dan bani muthalib. Dalam musyawarah tersebut diputuskan bahwasnya Muhammad akan dibunuh karena telah merusak tatanan sosial kota makkah.
Tentunya bani Hasyim dan bani muthalib sangat menolak hal tersebut, walaupun masih banyak dari mereka yang belum masuk Islam, tapi bagaimanapun Muhammad adalah keluarga mereka. Ketika hasil rapat sepakat untuk membunuh Muhammad, justru bani Hasyim dan muthalib memutuskan untuk melindungi Muhammad.
Hal itu membuat pemuka Quraisy semakin geram alih-alih akan memadamkan dakwah Nabi Muhammad Saw., malah yang terjadi adalah bertambahnya dukungan dari berbagai kalangan. Rencana Quraisy untuk menghabisi Beliau semakin sulit dilaksanakan. Kalau Rasulullah Saw. dibunuh, maka lembah kota Makkah bisa banjir darah. Karena dua kabilah besar tentu akan menuntut balas, dan bisa berakibat perang saudara berkepanjangan.
Maka jalan dan cara lain harus mereka tempuh ialah melakukan embargo atau boikot tehadap bani Hasyim dan Bani Muthalib, kecuali Abu Lahab yang sudah terang-terangan membenci dan menentang keponakannya tersebut. Adapun poin-poin kesepakatan embargo itu sebagai berikut, tidak boleh melakukan jual beli dengan Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib, tidak boleh menikah dengan mereka, tidak boleh mengunjungi, bertamu, berbicara dan berinteraksi dengan mereka, tidak boleh menerima perjanjian damai dengan mereka, tidak boleh berbelas kasihan kepada mereka.
Mereka yang diboikot ini hanya terkonsentrasi di perkampungan Abu Thalib. Mereka mengalami penderitaan yang mengenaskan, kelaparan, kekurangan air minum, sakit dan sebagainya, mereka alami selama tiga tahun. Segala pasokan makanan yang datang dari luar dicegat oleh kaum Quraisy. Mereka pun terpaksa memakan apapun untuk bertahan hidup. Jeritan perempuan mewarnai perkampungan Abu Thalib, tangisan anak kecil menambah susana semakin penuh derita.
Pemboikotan tersebut membuat mereka benar-benar lumpuh dan tak mampu untuk bertindak apalagi untuk melawan. Namun meskipun keadaan seperti itu mereka tetap teguh pada prinsipnya. Komitmen untuk membela nabi hingga akhir hayat tetap teguh, begitu pula bagi yang memeluk Islam, hatinya tetap teguh dalam kalimat tauhid. Nabi pun tetap istiqomah menjalankan dakwah Islam, meskipun hatinya terkoyak-koyak melihat keadaan saudara-saudaranya.
Kilas balik tragedi pemboikotan oleh kaum Quraisy memberikan pembelajaran penting bahwa tindakan pemboikotan memiliki dampak yang sangat signifikan. Begitu pula, tindakan boikot yang diinisiasi oleh MUI dapat memberikan pengaruh besar untuk menghentikan tindak kejahatan yang dilakukan oleh zionis Israel. Dampaknya akan lebih besar jika dilakukan secara berkelanjutan dan dalam skala yang lebih besar.
Karena roket-roket Israel yang terus meluncur di langit Palestina, merusak tanah, bangunan, dan membunuh orangnya, menuntut pendanaan dan stabilitas ekonomi yang kuat. Tanpa dukungan finansial yang memadai, Israel akan kesulitan melaksanakan tindakan kejahatannya dengan sekuat itu.
Maka sudah tepat apa yang diserukan oleh MUI tersebut, kerena setidaknya ada tiga dampak ekonomi atas tindakan boikot untuk sebuah negara.
Pertama penurunan Penjualan dan Pendapatan: Jika pemboikotan berhasil mempengaruhi perilaku konsumen secara signifikan, perusahaan-perusahaan yang terkena dampak dapat mengalami penurunan penjualan dan pendapatan.
Kedua, Kerugian bagi Industri dan Ekonomi Israel: Jika pemboikotan berskala besar dan melibatkan banyak sektor industri, ekonomi Israel secara keseluruhan dapat mengalami tekanan ekonomi. Dan yang terakhir adalah Penurunan Nilai Saham Perusahaan: Jika perusahaan-perusahaan yang terkena dampak terdaftar di bursa saham, pemboikotan dapat berdampak negatif pada nilai saham mereka.
Oleh sebab itu, mari bersama-sama menjadi bagian dari gerakan boikot terhadap produk zionis Israel dan produk yang mendukung lainnya. Dengan melakukan boikot, kita dapat memberikan tekanan ekonomi yang signifikan dan mengurangi pendanaan untuk tindakan kejahatan yang terus terjadi di Palestina oleh pihak Israel. Dukungan kita melalui pemboikotan dapat menjadi suara solidaritas untuk saudara-saudara kita di Palestina yang terus menderita akibat perbuatan tidak berprikemanusiaan tersebut.