Jumat, Juli 4, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kampus Merdeka dan Kualitas Intelektual Pemuda

by Mata Banua
14 November 2023
in Opini
0

Oleh: Mahrita Nazaria, S.Pd (Praktisi Pendidikan dan Aktivis Dakwah Muslimah Muda)

Delegasi sejumlah universitas yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, berkumpul dalam acara Konvensyen Konsortium Universiti Universitas Borneo (KUUB) di Fugo Hotel Banjarmasin.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Konsortium Universiti Universitas Borneo merupakan wadah universitas-universitas yang berada di daratan Pulau Borneo atau Kalimantan. Dari Indonesia ada Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Universitas Mulawarman, Universitas Palangka Raya, Universitas Tanjungpura dan Universitas Borneo Tarakan (UBT). Dari Malaysia, delegasi yang hadir pada konvensyen itu ada Universiti Putra Malaysia Kampus Bintulu Sarawak (UPMKB). Selain itu, Universiti Putra Malaysia Serdang (UPM), Curtin University Malaysia, Swinburne University of Technology, dan University of Technogi Sarawak. Kemudian dari Brunei, yakni Universiti Islam Sharif Ali dan Universiti Teknologi Brunei.

Rektor ULM Prof Ahmad Alim Bachri menyambut baik adanya KUUB. Dia meyakini, kehadiran KUUB bisa mendorong kemajuan terhadap universitas yang tergabung. Kemudian Prof Ahmad menyebut berbagai program yang telah dirancang dalam KUUB. Antara lain, pertukaran mahasiswa dan dosen, serta kerja sama riset dan pengabdian. Dalam konvensyen ini, juga dilakukan pertukaran dokumen kesepahaman antaruniversitas di KUUB. (banjarmasin.tribunnews.com)

Tak bisa dimungkiri, kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih jauh dari harapan. Utamanya, dalam menghasilkan sumber daya manusia unggul untuk mengemban amanah mengelola negeri agar menjadi negara terdepan di dunia. Sejak 2020, pemerintah mencanangkan Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka sebagai jalan menuju kemajuan pendidikan tinggi. Program ini dilatarbelakangi lemahnya kualitas lulusan pendidikan tinggi di pasar tenaga kerja. Karenanya, pemerintah berusaha meningkatkan keterlibatan berbagai pihak, terutama pelaku usaha dan industri (sebagai pemakai) dan menggencarkan kerja sama antarlembaga (pendidikan tinggi), baik di dalam maupun luar negeri.

Salah satu bentuk kerja sama antarlembaga adalah adanya konsorsium Universiti Universitas Borneo. Yang nantinya diharapkan mampu membawa kemajuan dunia pendidikn khususnya untuk kampus di Kalimantan. Di tengah pro dan kontra kebijakan Kampus Merdeka, pembentukan konsorsium tersebut tentu layak ditinjau. Apalagi melibatkan lembaga dan perguruan tinggi asing, serta bertarget menata kepemimpinan dan manajerial di lingkungan perguruan tinggi.

Meski mengundang kerawanan, model kerja sama seperti ini tetap saja dianggap sebagai peluang dalam sistem pendidikan kapitalis. Sistem yang mendasarkan pada kemanfaatan materi versi manusia ini kerap salah dalam menilai. Betapa banyak yang seharusnya dihindari, justru menjadi garis kebijakan. Kebijakan Kampus Merdeka itu sendiri sebenarnya sarat kritik. Kebijakan yang dikehendaki bisa melepaskan belenggu kampus agar lebih mudah bergerak ini sejatinya jauh dari konsep pendidikan sahih (Islam). Kebijakan ini konon dirancang untuk mempercepat inovasi di bidang pendidikan tinggi. Implementasinya berupa menggencarkan kerja sama baik dengan pihak swasta nasional maupun asing. Ruang-ruang belajar pun dibuka seluas mungkin.

Terdapat delapan Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam proyek transformasi pendidikan tinggi. Yakni, (1) Lulusan mendapat pekerjaan yang layak, (2) Mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus, (3) Dosen dapat berkegiatan di luar kampus, (4) Praktisi mengajar di dalam kampus, (5) Hasil kerja dosen digunakan masyarakat dan dapat rekognisi internasional, (6) Program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, (7) Kelas yang kolaboratif dan partisipatif, dan (8) Program studi berstandar internasional. Kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi tentu akan memudahkan dalam mereaslisasikan misi tersebut. Maka, pembentukan konsorsium memang sejalan dengan kebijakan Kampus Merdeka.

Program MBKM ini tidak lepas dari paradigma knowledge based economy (KBE) usungan kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai basis pertumbuhan ekonomi. SDM di perguruan tinggi akhirnya menjadi penopang untuk kemajuan industri yang dianggap sebagai pilar pertumbuhan ekonomi.

Sayangnya, para intelektual muda ini pun sepertinya tidak merasa dimanfaatkan oleh korporasi. Bahkan, mereka euforia menyambut baik serta menikmati program MBKM karena profit yang diperoleh. Mereka merasa mendapatkan pengalaman magang dan kompetensi siap kerja karena harapan mereka adalah setelah lulus langsung diterima kerja.

Semua tujuan kegiatan MBKM adalah untuk meningkatkan kompetensi lulusan—hard maupun soft skills—yang siap dimanfaatkan oleh dunia industri. Kurikulum di perguruan tinggi disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri agar menghasilkan lulusan yang bermental pekerja bukan pemikir. Walhasil, mental yang terbentuk pada intelektual muda adalah mental pekerja, bukan pemikir. Ini jelas akan menyebabkan kemandulan intelektual.

Selain itu, ilmu yang mereka miliki hanya untuk menghamba pada pemilik modal, sedangkan masyarakat tidak menikmati tetesan ilmu intelektual sebagaimana harusnya. Bahkan, jika intelektual bergandengan dengan dunia industri, tentu produk keilmuan mereka akan menjadi produk bisnis yang berbayar.

Di sinilah terlihat betapa sistem pendidikan saat ini kehilangan spirit keilmuan dan kehilangan arah dalam membentuk lulusannya. Sungguh sayang, dunia kampus yang seharusnya mencetak para ahli dan pemikir justru mengarahkan lulusannya untuk menjadi sekrup para kapitalis. Sejauh ini program MBKM sudah memasuki episode 22 yang diikuti oleh 123.000 mahasiswa dari 2.600 perguruan tinggi di Indonesia untuk yang mendapatkan pengalaman belajar dari lebih dari 2.700 mitra industri.

Akan tetapi, nyatanya, pengangguran terdidik malah meningkat. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2021 lulusan diploma sebesar 5,87% dan universitas 5,98%. Pada Februari 2022 meningkat menjadi 6,09% (diploma) dan 6,17% (universitas). Sudahlah terjadi pemandulan intelektualitas, ternyata juga tidak bisa mengatasi persoalan pengangguran.

Dalam Islam, ilmu ditempatkan pada posisi yang mulia. Allah memuliakan ilmu juga para ahli ilmu. Ilmu berperan penting dalam kehidupan manusia. Rasulullah saw. mengibaratkan ilmu laksana air hujan sebagaimana sabdanya, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus Allah, seperti air hujan yang menyirami bumi.” (HR Bukhari)

Allah Swt. berfirman, “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS Al-Mujadalah: 11)

Oleh karenanya, dengan ilmunya, sudah selayaknya para akademisi menjadi penerang bagi gelapnya kebodohan sekaligus pemberi solusi atas berbagai masalah masyarakat.

Sejatinya, misi dan tujuan utama pendidikan tinggi dalam sistem Islam, yakni untuk meningkatkan kualitas kepribadian yang sudah terbina sebelumnya di jenjang pendidikan dasar menengah. Juga bagi penguasaan ilmu agar bisa memenuhi berbagai bidang kehidupan masyarakat, baik pakar, ilmuwan, dan peneliti yang mampu menyusun perencanaan bagi kemaslahatan hidup masyarakat.

Pendidikan tinggi pun dirancang untuk melahirkan para politisi pelaksana pemerintahan dan orang-orang yang diperlukan dalam pengelolaan urusan umat dengan kompetensi yang mumpuni, seperti dokter, guru, berbagai manajer, dan sebagainya.

Pendidikan tinggi dalam Islam tidak berorientasi kerja, apalagi bagi dunia usaha dan industri yang saat ini sangat dominan dalam sistem kapitalisme. Lulusan pendidikan tinggi akan mendedikasikan ilmunya untuk memenuhi berbagai kebutuhan bidang di masyarakat. Adapun pekerjaan, itu hanyalah konsekuensi lanjutan dari aplikasi keilmuan yang mereka miliki.

Dari sinilah akan muncul peneliti-peneliti kompeten yang berlomba-lomba mempersembahkan karya terbaiknya untuk Islam. Dalam benak mereka hanya ada pengabdian agar berguna bagi yang lain, bukan demi profit yang bernilai materi.

Dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia itu meninggal dunia, terputuslah segala amalnya kecuali tiga, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim)

Hadis ini menanamkan kepada seluruh peneliti dan generasi bahwa semua hasil karya yang bermanfaat bagi orang lain akan menjadi amal jariah. Amalan tersebut akan membawa mereka menuju janah. Wajar jika sistem Khilafah inilah yang mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menopang peradaban Islam selama 13 abad.

 

Tags: Kampus MerdekaMahrita Nazariapraktisi pendidikan
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA