Oleh: Sumiati, ST (Pemerhati Sosial dan Masyarakat)
Baru-baru ini terungkap rumah praktik aborsi ilegal berkedok salon kecantikan dan kantor pengacara yang digerebek Polda Metro Jaya dan Tim Puslabfor di Gardenia Residence, Ciracas, Jakarta Timur, Kamis (2/11/2023). Polda Metro Jaya menetapkan enam orang tersangka kasus praktik klinik aborsi ilegal di Ciracas, Jakarta Timur. Polisi membagi peran para tersangka ini dalam dua kategori yakni empat orang sebagai penyedia dan dua lainnya sebagai pasien yang melakukan aborsi. Bukan kali ini saja terkuaknya keberadaan klinik aborsi ilegal, melainkan sudah terjadi berulang kali. Sebelumnya, sejumlah polisi dari Polda Metro Jaya menggerebek sebuah rumah bercat warna-warni merah biru hijau abu-abu di Kompleks Gardenia, di kawasan Ciracas, Jakarta Timur, yang belakangan diketahui sebagai tempat praktik aborsi ilegal. (Tribunnews.com 3/11/23)
Dari data itu, tampak bahwa hampir tiap tahun ada kasus klinik aborsi ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa angka aborsi cukup tinggi. Aborsi sendiri adalah praktik menghentikan kehamilan dengan jalan menghancurkan janin dalam kandungan. Sejatinya, kehamilan untuk pertama kalinya bagi seorang wanita merupakan fase baru dalam kehidupannya, di mana fase baru tersebut dapat menimbulkan arti emosional bagi wanita, seperti perasaan bahagia dan penuh harap terhadap kehamilannya, bahkan dapat menimbulkan kecemasan terhadap apa yang dialaminya selama kehamilan. Namun, tidak semua kehamilan yang dirasakan setiap wanita merupakan sebuah anugrah, melainkan dapat menjadi sebuah musibah apabila dihasilkan dari pemerkosaan dan hubungan di luar perkawinan. Akhirnya tidak sedikit wanita memutuskan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan jalan aborsi.
Larangan perbuatan aborsi sendiri khususnya di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Aturan tersebut untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang untuk melindungi serta menjamin hak untuk hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia. Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan maka tindakan aborsi dikecualikan. (kemenpppa.go.id, 5/02/23)
Walaupun ada aturan sedemikian rupa pada faktanya aborsi tetap terjadi dan terus meningkat. Melihat fenomena aborsi ini tentunya sangat memprihatinkan. Terlebih, di negara mayoritas muslim, selayaknya individunya bertingkah laku sesuai ajaran Islam. Tetapi, yang terjadi sebaliknya. Meskipun pemerintah sudah banyak melakukan penyuluhan dan edukasi seputar kesehatan reproduksi, tetapi faktanya justru aborsi semakin meningkat. Ada celah mendasar yang tidak dilirik untuk diselesaikan. Yaitu pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang begitu bebas yang memunculkan perilaku aborsi. Ini sejalan dengan aturan saat ini yang diterapkan di tengah kehidupan yaitu sekuler dan kapitalisme. Kehidupan sekuler kapitalisme ini merupakan sistem kehidupan yang menjauhkan agama dari kehidupan. Agama tidak layak ikut campur mengatur kehidupan dunia. Ia punya wilayahnya sendiri, yaitu di rumah-rumah ibadah, ataupun rumah pribadi penganutnya. Dianggap tidak semestinya agama dibawa berbicara politik, ekonomi, bahkan pergaulan individu dewasa ini. Hidup sebebas-bebasnya adalah prinsip kehidupan sekuler itu sendiri.
Dengan pandangan sistem sekuler dan kapitalis ini berakibat pada semakin bebasnya pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Pacaran sering kali dianggap hal yang wajar dilakukan oleh kedua pasangan, dengan dalih agar saling mengenal antara satu sama lain ketika mereka ingin menuju jenjang yang lebih serius, yaitu pernikahan. Gaya berpacaran mereka juga sudah tak segan lagi memamerkan kemesraan di depan umum. Ditambah aurat bebas ditampakkan tanpa batas. Tayangan pornografi dan pornoaksi mudah diakses oleh siapa pun. Hal ini, tentu berakibat pada dorongan syahwat pada lawan jenis untuk berbuat maksiat, akhirnya zina pun merajalela. Akhirnya berdampak pada hilangnya nyawa. Jutaan janin manusia seolah tanpa arti, dibuang begitu saja di saluran pembuangan yang sebelumnya sudah dihancurkan dengan cairan kimia. Sementara itu, di media massa sering kita mendengar kasus pembuangan bayi di tempat terbuka, baik di jalan, sungai, tempat sampah, dan sebagainya. Lebih parah lagi sekaligus tidak kalah penting, pelaku praktik aborsi ini telah terjadi berulang. Ini menunjukkan bahwa sanksi yang diberikan tidak berefek jera pada pelaku kejahatan. Inilah potret kelam kondisi kini. Seluruhnya merupakan buah dari sekularisme yang memisahkan syariat Pencipta dari kehidupan. Halal haram akhirnya jadi nomor sekian.
Solusi untuk memberantas maraknya aborsi di masyarakat hanya bisa dilakukan oleh negara, tidak bisa dilakukan dengan mencukupkan pada perbaikan individu saja. Sebab, akar kemaksiatan itu bermula, karena negara menerapkan sistem ideologi yang rusak, sehingga menghasilkan generasi yang sekular yang menjunjung tinggi kebebasan atas nama HAM. Kewajiban negara adalah menutup segala akses yang berkaitan dengan segala kemaksiatan, seperti menjaga generasinya agar tidak melakukan seks bebas, tontonan yang tidak mendidik, menutup semua situs yang menayangkan pornografi dan porno aksi, menutup lokalisasi, maka praktik aborsi akan bisa dihentikan dengan sendirinya.
Untuk mencegah maraknya kasus aborsi dibutuhkan ketegasan negara. Negara wajib mengurusi rakyatnya dengan baik agar memiliki ketakwaan masyarakat secara kolektif. Negara mesti melakukan penerapan sanksi tegas bagi pelaku aborsi. Untuk menghindari pergaulan bebas dan dampak buruk yang akan ditimbulkannya di masa depan, Islam sudah mengatur aturan-aturan yang harus ditaati. Di antaranya menutup aurat, menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, tidak bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, dan senantiasa menjaga nilai-nilai keislaman dalam setiap aspek kehidupan. Seluruh aturan ini mesti diterapkan dalam masyarakat. Maka, sebagai seorang muslim tentu berharap negara akan mengambil solusi Islam dalam mengatasi persoalan tersebut. Karena ia, berasal dari Pencipta manusia, Allah Azza wa jalla. Solusi tuntas persoalan aborsi ini juga harus pada tataran ideologi, yakni menjadikan hukum Allah sebagai sumber peraturan hidup, dengan menegakan syari’at Islam secara kaffah. Wallahu’alam bishawwab