
PERWAKILAN Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantra, Erick Esfaat ragu Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman bersikap independen dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.
Menurutnya, putusan itu tak bisa dilepaskan dari hubungan kekerabatan Anwar Usman dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Anwar merupakan ipar Jokowi. Sementara, anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka saat itu digadang-gadang menjadi calon wakil presiden, namun belum memenuhi syarat usia 40 tahun.
Pernyataan itu Erick sampaikan dalam sidang pemeriksaan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang digelar Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Rabu (1/11), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
“Apakah ketua majelis dalam perkara 90 itu bisa independen? Karena sangat erat sekali perkawinan, ipar, kami tidak yakin, karena hubungan ini membuat seseorang tidak akan bisa independen,” kata Erick.
Menurutnya, Anwar menyalahi prinsip keberpihakan karena ikut mengambil keputusan dalam perkara tersebut.
“Kami mlihat di sini ada hubungan kekeluargaan antara ketua majelis perkara nomor 90 kepada presiden. Presiden adalah pihak yang diminta keterangan, juga kepada Gibran yang disebutkan di dalam putusan tersebut,” ucapnya.
Selain itu, Erick juga mempersoalkan prinsip integritas. Dia menilai Anwar turut memengaruhi sikap para hakim konstitusi yang awalnya mayoitas menolak perubahan ketentuan terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden, tetapi berubah sikap setelah Anwar ikut dalam putusan perkara tersbut.
“Kami melihat di sini ada pengaruh yang sangat luar biasa. Tanpa kehadiran daripada ketua majelis (perkara) 90, kami berkeyakinan bahwa (mayoritas hakim MK) pasti akan menolak. Itu yang kai lihat,” imbuhnya. web