
Salah satu program strategis terkait bidang pendidikan dan kebudayaan supaya terus digencarkan pemerintah daerah adalah mengenai pengajaran muatan lokal di sekolah. Dan perlu menjadi catatan bahwa mengabaikan budaya lokal di sekolah akan mengakibatkan budaya lokal semakin asing dari masyarakatnya sendiri. Padahal, institusi sekolah dirancang untuk mengajarkan nilai-nilai budaya kepada peserta didik. Jika kebijakan pendidikan tidak berpihak pada budaya lokal, maka sekolah justru akan menjadi institusi yang menjauhkan peserta didiknya dari kebudayaan mereka sendiri.
Kesadaran atas perlunya pengembangan budaya lokal dalam sektor pendidikan telah dipikirkan para pemangku kebijakan pendidikan. Sehingga muatan lokal dapat menjadi mata pelajaran tersendiri di sekolah. Keputusan untuk mempertahankan muatan lokal di sekolah perlu didukung oleh semua pihak karena ini merupakan salah satu strategi dalam membangun ketahanan budaya.
Dua Model
Kewajiban menempatkan budaya lokal (muatan lokal) sebagai bagian penting yang harus diajarkan di sekolah. Melalui muatan lokal dapat diterapkan dengan dua model, yakni sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri. Muatan lokal berisi potensi dan kearifan lokal yang bertujuan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya.
Melalui penerapan muatan lokal dengan model menyatukan dengan mata pelajaran lain bermanfaat untuk menggabungkan materi pelajaran lain dengan lingkungan sekitar peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar peserta didik lebih mudah memahami materi yang dipelajari. Namun, model terintegrasi tentu saja tidak tuntas dalam membentuk pemahaman dan sikap peserta didik terhadap budaya mereka sendiri.
Dalam model terintegrasi, muatan lokal diperlakukan hanya sebagai pelengkap materi utama. Bila hanya model integrasi yang diterapkan, maka budaya lokal tidak mendapatkan tempat yang sesuai dengan misi pelestarian budaya daerah. Lagi pula, materi utama yang terdapat dalam mata pelajaran tertentu sangat banyak sehingga para guru akan mengalami kesulitan dalam menyisipkan materi budaya lokal. Keterbatasan pengetahuan guru tentang budaya lokal juga akan menghambat penerapan muatan lokal dengan model terintegrasi. Penerapan model terintegrasi justru akan memarginal budaya lokal dari lingkungan peserta didik.
Penerapan muatan lokal sebagai mata pelajaran tersendiri lebih tepat sebab dalam model ini muatan lokal menjadi materi utama sehingga peserta didik lebih fokus dalam mempelajari budaya mereka sendiri. Peserta didik akan memperoleh lebih banyak materi terkait budaya mereka sendiri. Bila muatan lokal dijadikan mata pelajaran sendiri, maka akan ada guru khusus yang benar-benar memahami budaya lokal sehingga kualitas pembelajaran muatan lokal akan lebih baik.
Oleh karena itu, pilihan menjadikan muatan lokal sebagai mata pelajaran sendiri sangat efektif dalam pelestarian budaya daerah. Model terintegrasi sebenarnya diarahkan untuk memperkuat muatan lokal sebagai mata pelajaran tersendiri. Bila model mata pelajaran tersendiri diperkuat model terintegrasi maka budaya daerah akan semakin hidup dalam masyarakat.
Acuan Kurikulum Merdeka
Konteks dalam implementasi Kurikulum Merdeka, satuan pendidikan dapat menambahkan muatan lokal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kearifan lokal atau karakteristik daerahnya melalui tiga opsi secara fleksibel. Pertama, mengembangkan muatan lokal menjadi mata pelajaran sendiri; kedua, mengintegrasikan muatan lokal ke dalam seluruh mata pelajaran; dan ketiga, melalui projek penguatan profil pelajar Pancasila. (Kemendikbud, 2 Agustus 2023)
Menyitir ulasan tertulisnya Supentri (2023) bahwa bentuk kepedulian kurikulum merdeka terhadap budaya bangsa adalah dimasukannya tema kearifan lokal daerah masing-masing untuk dijadikan project yang dikerjakana secara kolaborasi. Ruang untuk mengerjakan project itu cukup besar karena diberikan opsi di integrasikan ke mata pelajaran lain, melalui projek penguatan profil pelajar pancasila, atau sebagai mata pelajaran sendiri selama dua jam.
Pengenalan kearifan lokal melalui pembelajaran proyek bertujuan utama sebagai berikut: Pertama, untuk memastikan bahwa peserta didik dapat memahami secara mendalam budaya serta nilai-nilai sosial yang mengelilingi mereka, sehingga mereka menjadi lebih akrab dengan konteks lingkungan mereka. Kedua, program ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dalam menerapkan budaya tersebut dalam praktek kehidupan sehari-hari. Ketiga, tujuannya adalah untuk menginspirasi rasa kepedulian peserta didik terhadap kondisi lingkungan sekitar mereka, mendorong mereka untuk menjaga dan melindungi warisan alam dan budaya yang ada. Keempat, pendekatan ini juga bertujuan untuk mempromosikan kerja sama dan kolaborasi yang erat antara peserta didik, guru, masyarakat lokal, dan pihak terkait lainnya dalam menjaga serta mengembangkan kearifan lokal. Terakhir, program ini bertujuan untuk membekali peserta didik sebagai pewaris nilai-nilai budaya, memastikan bahwa pengetahuan dan warisan budaya tersebut dapat dilestarikan dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Dalam pembelajaran proyek ini, peserta didik tidak terbatas pada lingkup kelas saja, melainkan mereka memiliki kesempatan untuk terlibat langsung di lapangan, memberikan kontribusi praktis kepada masyarakat. Dengan pendekatan pembelajaran seperti ini, karakter peserta didik dapat terbentuk sejalan dengan profil pelajar Pancasila.
Apresiasi dan Support
Penulis mengapresiasi dan mendukung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atas perannya yang sangat penting dalam melestarikan budaya lokal di lingkungan pendidikan, khususnya melalui program Kurikulum Merdeka. Pendidikan adalah salah satu sarana yang paling efektif dalam mempertahankan identitas budaya suatu bangsa, dan Kemendikbudristek telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam upaya ini. Dengan memasukkan unsur-unsur budaya lokal ke dalam kurikulum, mereka tidak hanya memastikan bahwa generasi muda kita tetap terhubung dengan warisan budaya kita, tetapi juga membantu mengembangkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap budaya sendiri.
Selain itu, penulis mengapresiasi dan mendukung Kemendikbudristek atas upayanya dalam mendorong konsep Kurikulum Merdeka. Dengan memberikan lebih banyak fleksibilitas kepada guru dan sekolah dalam merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks lokal, Kemendikbudristek telah menciptakan ruang bagi inovasi pendidikan yang lebih besar. Ini bukan hanya memberikan kesempatan untuk memasukkan unsur-unsur budaya lokal, tetapi juga mengakomodasi gaya belajar siswa yang beragam, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Penulis sebagai orang yang berkecimpung di dunia Pendidikan sangat berterima kasih atas upaya Kemendikbudristek dalam menghadirkan pendidikan yang lebih relevan dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Hal ini menegaskan, muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan keterampilan kepada peserta didik agar: pertama, mereka mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya. Kedua, mereka memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; dan ketiga, mereka memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Penetapan muatan lokal di tingkat daerah tentu saja harus mempertimbangkan ketentuan yang telah dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pernah menyebut sembilan rambu-rambu dalam pelaksanaan muatan lokal di sekolah, yakni: Muatan lokal diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan hingga satuan pendidikan menengah.
Muatan lokal dilaksanakan sebagai mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata pelajaran lain dan/atau pengembangan diri. Alokasi waktu adalah dua jam pelajaran/minggu jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan lokal.
Demikian juga, muatan lokal dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga tahun. Proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek (kognitif, afektif, psikomotor, dan action). Penilaian pembelajaran muatan lokal mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio. Satuan pendidikan dapat menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran muatan lokal. Penyelenggaraan muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.
Akhirnya, kebudayaan itu perlu dipelajari dan dikembangkan. Selama kebudayaan itu masih dipelajari maka kebudayaan itu akan selalu hidup. Strategi pewarisan kebudayaan melalui pengajaran budaya lokal di sekolah sangat tepat dan menjadikan muatan lokal sebagai mata pelajaran tersendiri di sekolah sangat penting untuk menyelamatkan budaya lokal.