Sabtu, Agustus 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Proxy War: Campur Tangan Negara adidaya dalam Konflik “Abadi” Palestina-Israel

by Mata Banua
25 Oktober 2023
in Opini
0
D:\2023\Oktober 2023\26 Oktober 2023\8\8\didi kurnia sandi.jpg
Didi Kurnia Sandi, S.IP (Alumni Departemen Hubungan Internasional, Universitas Andalas)

Pada tanggal 7 Oktober 2023, mata dunia internasional tertuju pada aksi kelompok Hamas yang menyerang wilayah Israel dengan meluncurkan 5.000 roket dari jalur Gaza, Palestina. Serangan tersebut merupakan bentuk respon terhadap segala tindakan kekejaman yang dialami oleh rakyat Palestina dan upaya merebut kembali tanah air palestina dari pendudukan Israel. Konflik antara Palestina dan Israel mulai pecah sejak Israel mendeklarasikan terbentuknya negara Israel di tanah Palestina pada tahun 1948.

Sejak saat itu, konflik Palestina-Israel terus berlanjut hingga yang terbaru pada bulan Oktober 2023. Pada penyerangan ini, Iran dituduh terlibat aktif mendukung penyerangan Hamas ke beberapa wilayah vital yang sedang diduduki oleh Israel. Keterlibatan Iran dinilai memiliki motif untuk balas dendam atas kematian Jenderal Soleimani pada tahun 2020 silam. Hal ini membuat Amerika Serikat dikabarkan menggerakan kapal induknya ke Laut Mediterania Timur untuk mengantisipasi Iran agar tidak ikut campur lebih jauh pada penyerangan Hamas ini.

Artikel Lainnya

Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Antara Generasi Milenial Dengan Bonus Demografi Di Umur Indonesia 80 Tahun

14 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Benarkah Angka Kemiskinan Kita Menurun ?

14 Agustus 2025
Load More

Melihat penyerangan kali ini, penulis berpendapat bahwa pada konflik ini terjadi sebuah Proxy war dimana Amerika Serikat mendukung Rezim Zionisme milik Israel, sedangkan Iran mendukung kemerdekaan Palestina dengan ikut terlibat secara tidak langsung dalam penyerangan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Proxy war itu sendiri adalah suatu metode yang dilakukan negara super power atau negara kuat yang memiliki posisi dominan dalam politik Internasional untuk mewujudkan kepentingan negaranya dengan cara berperang melalui negara lain. Definisi tersebut didukung oleh pendapat Yaacov Barsimantov yang mendefinisikan proxy war sebagai perang antar negara di sebuah kawasan sebagai pengganti konfrontasi langsung negara-negara super power.

Menurut Clive Jones dan Sergio Catignani melalui bukunya yang berjudul “Israel and Hizbollah: An Asymmetric Conflict in Historical and Comparative”, terdapat 4 pertimbangan mengapa negara-negara super power menggunakan metode Proxy war dalam berkonflik, yaitu:

Pertama, negara-negara super power berusaha menghindari konfrontasi secara langsung. Hal ini dikarenakan negara-negara super power memiliki senjata nuklir dengan daya ledak yang cukup dahsyat. Bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 memakan ratusan ribu korban jiwa dalam waktu singkat. Bayangkan 78 tahun yang lalu saja daya ledaknya begitu kuat dan masif, lantas bagaimana daya ledak senjata nuklir dengan teknologi yang ada pada tahun 2023? Sulit untuk membayangkan bagaimana daya ledak senjata nuklir pada hari ini. Memakai senjata nuklir hanya akan mempercepat “Kiamat” dunia.

Kedua, adanya pertimbangan security dilemma. negara-negara super power akan mendukung negara “boneka”-nya dalam berkonflik dengan negara “boneka” negara super power lainnya. Contohnya Amerika Serikat yang mendukung Korea Selatan melawan Korea Utara yang didukung oleh Uni Soviet dalam Korean War sejak 25 Juni 1950. Selain itu, proxy war juga dapat digunakan oleh negara super power dalam melawan negara super power lainnya secara tidak langsung seperti Amerika Serikat melalui NATO mendukung Ukraina dalam berperang melawan Rusia. Dengan memberikan dukungan kepada negara “boneka”-nya, sebuah negara super power berusaha untuk membendung pengaruh negara rivalnya.

Ketiga, untuk menjaga citra pemerintah di mata masyarakat dalam negeri maupun masyarakat internasional. Pada negara Demokrasi seperti Amerika Serikat, Proxy war adalah satu-satunya metode berperang tanpa merusak citra baik negara. Hal ini dikarenakan ketika negara demokrasi memulai peperangan, pemerintah negara demokrasi tersebut akan mendapatkan protes dan demo besar-besaran dari penduduk negara itu sendiri. Sedangkan pada dunia Internasional, negara demokrasi tersebut masih tetap terjaga citra negaranya sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi Hukum Internasional dan menghormati Lembaga Internasional meskipun secara tidak langsung mereka terlibat dalam suatu konflik.

Keempat, biaya yang diperlukan untuk melakukan proxy war jauh lebih murah dibandingkan dengan konfrontasi secara langsung. Dalam berperang, sebuah negara akan mengeluarkan biaya yang sangat menguras kas negara. Dilansir dalam website CNBC Indonesia (cnbcindonesia.com), biaya yang dikeluarkan Amerika Serikat pada perang dunia kedua adalah 296 Miliar USD atau setara 4,1 triliun USD jika dihitung menggunakan harga konstan tahun 2008. Negara super power hanya perlu memberikan bantuan dana, alusista dan logistik saja untuk negara “boneka”-nya dan tentu saja biaya proxy war jauh lebih sedikit dibandingkan biaya perang secara langsung.

Dari penjelasan penulis terkait proxy war dalam konflik Palestina-Israel, yang masih terjadi hingga saat ini, terlihat jelas bahwa konflik-konflik tersebut merupakan cerminan dari ketidakstabilan politik internasional saat ini. Proxy war yang telah berlangsung bertahun-tahun memang sangat sulit untuk dihentikan, terlebih lagi terdapat perbedaan pendapat dalam menanggapi konflik-konflik tersebut. Terlepas dari pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah. Penulis tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan mengutuk keras setiap tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia di seluruh penjuru dunia. Penulis juga turut berduka cita terhadap semua korban jiwa yang telah berjatuhan akibat konflik “abadi” ini. Terakhir, penulis menghimbau kepada para pembaca untuk tidak memperkeruh suasana dengan bijak bersosial media serta mendoakan agar konflik ini menjadi sejarah, bukan masa depan. Aamiin.

 

 

Tags: Alumni Departemen Hubungan InternasionalDidi Kurnia SandiPalestina-IsraelProxy WarUniversitas Andalas
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA