Rabu, September 17, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Ketua Umum Partai Politik: Jabatan Tanpa Batas

by Mata Banua
24 Oktober 2023
in Opini
0
D:\2023\Oktober 2023\25 Oktober 2023\8\8\hendrik kurniawan.jpg
Hendrik Kurniawan (Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Partai politik di Indonesia akhir-akhir ini masih menjadi sorotan publik, termasuk sikap para ketua umum par­tai politik di Indonesia tak luput dari berbagai macam kritikan. Termasuk sikap para ketua umum dalam menentukan capres dan ca­wapres hanya sebatas eletoral bukan secara ku­a­litatif calon. Ketua umum partai politik di Indonesia menjelang pemilu 2024 semakin me­manas yang dibuktikan adanya bongkar pa­sang koalisi serta beberapa ketua umum ma­sih proses menjajaki untuk berkoalisi ke­pa­da partai yang memenuhi ambang batas (presidential threshold) untuk mengusung capres dan wapres.

Artikel Lainnya

D:\2025\September 2025\17 September 2025\8\8\Salikun.jpg

Membangun Mentalitas Wirausaha Mahasiswa

16 September 2025
D:\2025\September 2025\17 September 2025\8\8\Alya Nurul Latifah.jpg

ULM Dampingi Petani Desa Danda Jaya Tingkatkan Produktivitas Jamur Tiram Lewat Inovasi Growkit dan Pemasaran Digital

16 September 2025
Load More

Ketua umum masih memegang peranan ya­ng sentral atas semua keputusan partai po­litik, politik yang dinamis membuat partai ber­koalisi bukan berdasarkan kesamaan ideologi atau visi misi, namun orientasinya le­bih ke partai mana yang lebih me­ng­un­tu­ng­kan. Para kader partai di salah satu partai po­litik bahkan tidak mempunyai suara untuk me­nentukan siapa capres dan cawapresnya yang akan diusung partainya sebelum ketua umum partai mendeklarasikannya.

Besarnya kekuatan ketua umum partai po­li­tik dalam menentukan segala ke­hen­dak­nya, membuat para kader partai yang men­du­duki jabatan di pemerintahan maupun di kur­si legislatif mengatakan dirinya sebagai pe­tugas partai dan semua tindakannya harus atas persetujuan ketua umum partai politik. Par­tai politik sendiri di Indonesia bisa di­ka­ta­kan jauh dari nilai-nilai demokrasi di internal par­tainya, lalu bagaimana pemerintahan mau demokratis jika internal partainya sendiri ti­dak bisa menghidupkan nilai-nilai demokrasi di internal partainya.

Jabatan ketua umum memang tidak diatur se­cara langsung di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, namun di atur oleh masing-masing AD/ART partai itu sendiri. AD/ART masing-masing partai po­litik berbeda-beda tergantung kesepakatan para anggota partainya dalam menentukan ja­batan ketua umumnya. Ada beberapa alasan ya­ng mendasari mengapa ketua umum partai po­litik enggan untuk mengganti ketua umumnya. Pertama, sebagai daya tarik mas­yarakat setiap partai menokohkan salah satu ora­ng sebagai representasi partai dan idiologi ya­ng dibawanya. Kedua, karena partai po­li­tik ibaratnya sebagai perusahaan keluarga, siapa yang memiliki modal yang besar dalam men­dirikan partai politik maka dia bisa ber­kuasa sebagai ketua umum semaunya dan bia­sanya akan mewariskan jabatannya ke­pada anak atau kerabatnya. Dari kedua alasan ter­sebut maka yang terjadi adalah terbentuk di­nasti politik ditubuh partai politik dan di pe­merintahan.

Jika kita melihat struktur partai politik me­mang terbentuknya berawal dari hukum per­data yang dimana beberapa orang ber­kum­pul untuk mendirikan partai dan membuat AD/ART sebagai pijakan yang kemudian di­daf­tarkan ke Kemenkumham dan apabila di­se­tujui maka sudah sah menjadi partai plitik. Ja­di bisa dikatakan partai politik bukanlah lem­baga pemerintahan sehingga negara mem­be­baskan untuk masa jabatan ketua umum untuk diatur di masing-masing AD/ART nya, na­mun sebagai organisasi yang berada di ne­gara hukum dan organisasi partai politik se­ba­gai instrumen demokrasi tentunya pe­m­ba­tas­an-pembatasan masa jabatan ketua umum bi­sa di batasi oleh undang-undang agar tidak ada hak konstitusional masyarakat yang di­ce­derai untuk menjabat sebagai ketua umum partai politik.

Bayangkan jika tidak ada batasan ketua umum partai politik maka yang terjadi adalah abuse of power atau kekuasaan yang berlebih, se­hingga sesorang yang menjabat seumur hi­dup­nya akan bertindak sewenang-wenang dan men­yalahgunakan jabatannya untuk ke­pen­ti­ngan pribadinya. Bahkan ketika mempunyai ke­kuasaan yang lebih akan membentuk di­nasti politik di internal partai poltik itu sendiri.

Dimanapun tempatanya dinasti politik itu ada, namun sebenarnya bisa diminimalisir de­ngan cara membatasi jabatan ketua umum agar partai politik tidak menjadi alat untuk me­raih kekuasaan secara tidak demokratis, jika seseorang mempunyai kewenangan yang ku­at pasti akan membawa sanak saudaranya bah­kan anak dan cucunya untuk menjadi pe­ng­urus partai politik tanpa melewati ka­de­ri­sasi sebagaimana yang telah ditetapkan ma­sing-masing partai politik.

Beberapa partai politik di Indonesia ya­ng ketua umumnya menjabat terlama saat ini. Pertama, Megawati Soekarnoputri men­jabat sebagai ketua umum partai PDIP kurang le­bih selama 29 tahun sejak tahun 1993 yang pa­da saat itu namanya masih partai PDI dan be­ru­bah menjadi PDIP pada tahun 1999. Kedua, Muhaimin Iskandar atau akrab de­ng­an sapaan Cak Imin ini menjabat sebagai ke­tua umum partai PKB sejak tahun 2005, ar­tinya Cak Imin memimpin PKB hingga saat ini kurang lebih selama 17 tahun. Ketiga, Surya Paloh yang menjabat sebagai ketua umum partai NasDem sejak tahun 2013 hi­ng­ga saat ini kurang 10 tahun menjabat. Keempat, Prabowo Subianto yang menjabat se­bagai ketua umum partai Gerindra yang ter­pilih sejak tahun 2014 hingga saat ini ku­rang lebih menjabat selama 9 tahun.

Semakin langgeng kekuasaan ketua umum partai tersebut nantinya akan mem­buat demokrasi internal partai politik tidak se­hat, sebab bisa menutup kesempatan ka­der-kader partai terbaiknya untuk me­mim­pin partainya. Sebab secara struktural ketua umum memiliki peranan penting untuk me­nen­tukan arah, fungsi partai dan peranan ke­tua partai, sehingga rentan untuk di­sa­lah­gu­na­kan. Maka jabatan ketua umum perlu di­ba­tasi oleh pemerintah dengan cara merevisi Undang-Undang Partai Politik agar jabatan ke­tua umum dibatasi sesingkat mungkin, mi­salnya hanya bisa menjabat 5 tahun 2 periode baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut agar terciptanya demokrasi yang stabil ditubuh internal partai.

 

D:\2023\Oktober 2023\25 Oktober 2023\8\8\hendrik kurniawan.jpg

Hendrik Kurniawan (Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Partai politik di Indonesia akhir-akhir ini masih menjadi sorotan publik, termasuk sikap para ketua umum par­tai politik di Indonesia tak luput dari berbagai macam kritikan. Termasuk sikap para ketua umum dalam menentukan capres dan ca­wapres hanya sebatas eletoral bukan secara ku­a­litatif calon. Ketua umum partai politik di Indonesia menjelang pemilu 2024 semakin me­manas yang dibuktikan adanya bongkar pa­sang koalisi serta beberapa ketua umum ma­sih proses menjajaki untuk berkoalisi ke­pa­da partai yang memenuhi ambang batas (presidential threshold) untuk mengusung capres dan wapres.

Ketua umum masih memegang peranan ya­ng sentral atas semua keputusan partai po­litik, politik yang dinamis membuat partai ber­koalisi bukan berdasarkan kesamaan ideologi atau visi misi, namun orientasinya le­bih ke partai mana yang lebih me­ng­un­tu­ng­kan. Para kader partai di salah satu partai po­litik bahkan tidak mempunyai suara untuk me­nentukan siapa capres dan cawapresnya yang akan diusung partainya sebelum ketua umum partai mendeklarasikannya.

Besarnya kekuatan ketua umum partai po­li­tik dalam menentukan segala ke­hen­dak­nya, membuat para kader partai yang men­du­duki jabatan di pemerintahan maupun di kur­si legislatif mengatakan dirinya sebagai pe­tugas partai dan semua tindakannya harus atas persetujuan ketua umum partai politik. Par­tai politik sendiri di Indonesia bisa di­ka­ta­kan jauh dari nilai-nilai demokrasi di internal par­tainya, lalu bagaimana pemerintahan mau demokratis jika internal partainya sendiri ti­dak bisa menghidupkan nilai-nilai demokrasi di internal partainya.

Jabatan ketua umum memang tidak diatur se­cara langsung di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, namun di atur oleh masing-masing AD/ART partai itu sendiri. AD/ART masing-masing partai po­litik berbeda-beda tergantung kesepakatan para anggota partainya dalam menentukan ja­batan ketua umumnya. Ada beberapa alasan ya­ng mendasari mengapa ketua umum partai po­litik enggan untuk mengganti ketua umumnya. Pertama, sebagai daya tarik mas­yarakat setiap partai menokohkan salah satu ora­ng sebagai representasi partai dan idiologi ya­ng dibawanya. Kedua, karena partai po­li­tik ibaratnya sebagai perusahaan keluarga, siapa yang memiliki modal yang besar dalam men­dirikan partai politik maka dia bisa ber­kuasa sebagai ketua umum semaunya dan bia­sanya akan mewariskan jabatannya ke­pada anak atau kerabatnya. Dari kedua alasan ter­sebut maka yang terjadi adalah terbentuk di­nasti politik ditubuh partai politik dan di pe­merintahan.

Jika kita melihat struktur partai politik me­mang terbentuknya berawal dari hukum per­data yang dimana beberapa orang ber­kum­pul untuk mendirikan partai dan membuat AD/ART sebagai pijakan yang kemudian di­daf­tarkan ke Kemenkumham dan apabila di­se­tujui maka sudah sah menjadi partai plitik. Ja­di bisa dikatakan partai politik bukanlah lem­baga pemerintahan sehingga negara mem­be­baskan untuk masa jabatan ketua umum untuk diatur di masing-masing AD/ART nya, na­mun sebagai organisasi yang berada di ne­gara hukum dan organisasi partai politik se­ba­gai instrumen demokrasi tentunya pe­m­ba­tas­an-pembatasan masa jabatan ketua umum bi­sa di batasi oleh undang-undang agar tidak ada hak konstitusional masyarakat yang di­ce­derai untuk menjabat sebagai ketua umum partai politik.

Bayangkan jika tidak ada batasan ketua umum partai politik maka yang terjadi adalah abuse of power atau kekuasaan yang berlebih, se­hingga sesorang yang menjabat seumur hi­dup­nya akan bertindak sewenang-wenang dan men­yalahgunakan jabatannya untuk ke­pen­ti­ngan pribadinya. Bahkan ketika mempunyai ke­kuasaan yang lebih akan membentuk di­nasti politik di internal partai poltik itu sendiri.

Dimanapun tempatanya dinasti politik itu ada, namun sebenarnya bisa diminimalisir de­ngan cara membatasi jabatan ketua umum agar partai politik tidak menjadi alat untuk me­raih kekuasaan secara tidak demokratis, jika seseorang mempunyai kewenangan yang ku­at pasti akan membawa sanak saudaranya bah­kan anak dan cucunya untuk menjadi pe­ng­urus partai politik tanpa melewati ka­de­ri­sasi sebagaimana yang telah ditetapkan ma­sing-masing partai politik.

Beberapa partai politik di Indonesia ya­ng ketua umumnya menjabat terlama saat ini. Pertama, Megawati Soekarnoputri men­jabat sebagai ketua umum partai PDIP kurang le­bih selama 29 tahun sejak tahun 1993 yang pa­da saat itu namanya masih partai PDI dan be­ru­bah menjadi PDIP pada tahun 1999. Kedua, Muhaimin Iskandar atau akrab de­ng­an sapaan Cak Imin ini menjabat sebagai ke­tua umum partai PKB sejak tahun 2005, ar­tinya Cak Imin memimpin PKB hingga saat ini kurang lebih selama 17 tahun. Ketiga, Surya Paloh yang menjabat sebagai ketua umum partai NasDem sejak tahun 2013 hi­ng­ga saat ini kurang 10 tahun menjabat. Keempat, Prabowo Subianto yang menjabat se­bagai ketua umum partai Gerindra yang ter­pilih sejak tahun 2014 hingga saat ini ku­rang lebih menjabat selama 9 tahun.

Semakin langgeng kekuasaan ketua umum partai tersebut nantinya akan mem­buat demokrasi internal partai politik tidak se­hat, sebab bisa menutup kesempatan ka­der-kader partai terbaiknya untuk me­mim­pin partainya. Sebab secara struktural ketua umum memiliki peranan penting untuk me­nen­tukan arah, fungsi partai dan peranan ke­tua partai, sehingga rentan untuk di­sa­lah­gu­na­kan. Maka jabatan ketua umum perlu di­ba­tasi oleh pemerintah dengan cara merevisi Undang-Undang Partai Politik agar jabatan ke­tua umum dibatasi sesingkat mungkin, mi­salnya hanya bisa menjabat 5 tahun 2 periode baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut agar terciptanya demokrasi yang stabil ditubuh internal partai.

Hendrik Kurniawan ,

PUSKOLEGIS,

Partai politik ,

 

Tags: Hendrik KurniawanKetua Umum Partai Politik: Jabatan Tanpa Bataspartai politikPUSKOLEGIS
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA