Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Psikolog: Tuntutan Tinggi Picu Remaja Nekat Mengakhiri Hidup

by matabanua
18 Oktober 2023
in Mozaik
0
D:\2023\Oktober 2023\19 Oktober 2023\11\Halaman 1-11 Kamis\psikolog.jpg
(foto:mb/web)

 

Fenomena bunuh diri pada usia remaja atau usia dewasa dini sering terjadi saat ini. Bahkan kasus terakhir bunuh diri dilakukan seorang mahasiswi karena tidak bisa memenuhi ekspektasi orang tuanya.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\11\Halaman 1-11 Rabu\masak.jpg

Masak Sambal Bikin Bersin, Ini Trik Jitu Mengatasinya

1 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\11\Halaman 1-11 Rabu\5 manfaat.jpg

5 Manfaat Tidur Siang Pendek Menurut Riset Kesehatan

1 Juli 2025
Load More

Mahasiswi ini sempat membuat surat untuk ibunya, minta maaf karena tidak sekuat dan sesuai ekspektasi ibunya. Apa sebenarnya pemicu remaja bunuh diri?

Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan ada beberapa hal yang bisa memicu fenomena tersebut. Pertama, pola asuh yang membentuk anak-anak sekarang. Pola asuh yang membentuk anak anak sekarang seringkali adalah pola asuh fatherless dan motherless.

Ayah dan Ibu ada tetapi tidak pernah hadir penuh, tidak ada attachment yang kuat dan kurang penanaman prinsip hidup. Anak-anak juga kehilangan figur yang dapat menjadi tauladan.

Kedua, banyaknya informasi yang bisa diperoleh dari dunia maya membuat anak kesulitan memfilter isinya. Terlalu banyak terpapar media sosial dapat membuat anak mengikuti apa yang sering dilihat dan didengar oleh mereka. Apa yang buruk dapat dianggap menjadi wajar. Misalnya bullying, self harm, dan bunuh diri.

Kemudian, tuntutan yang terlalu tinggi dari berbagai sisi, baik internal maupun eksternal, akan berdampak pada karakter anak.

“Tuntutan yang terlalu tinggi pada anak tanpa dibarengi dengan attachment yang kuat dan tidak dipenuhinya jiwa anak dengan kasih sayang, cinta dan komunikasi yang baik, akan membuat anak merasa “kosong”, merasa “hampa”,” ujar perempuan yang akrab disapa Lia kepada Republika.co.id, Ahad (15/10/2023).

Sehingga, anak mudah terpengaruh dan mudah jatuh dalam keterpurukan. Tuntutan ini dapat berasal dari orang tua, sekolah, teman sebaya, dan dapat pula berasal dari dalam diri sendiri.

Lia menambahkan orang tua boleh punya harapan pada anak tetapi sebaiknya tidak berekspektasi tinggi pada anak. “Ekspektasi yang tinggi pada anak seringkali membuat orang tua tanpa sadar menuntut anak,” ujar Lia.

Sekalipun alasannya demi kebaikan anak, namun cobalah mengerti juga perasaan anak. Apa yang menurut orang tua baik, belum tentu itu baik bagi anak dan belum tentu anak bahagia.

Anak yang terlalu sering diberi ekspektasi tinggi akan berdampak pada beberapa hal. Anak akan merasa tidak dicintai karena selama ini hanya dipuji jika punya prestasi. Kemudian, anak akan merasa kurang terus, sehingga hidupnya tidak bahagia.

“Anak akan merasa cemas dan stres karena hidupnya selalu tegang karena harus memenuhi targat target tertentu,” katanya.rep

 

 

Tags: Bunuh DiriPsikolog
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA