Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)
Kementerian Perdagangan (Kemendag) merilis Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 31/2023 tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang/jasa dan dilarang menyediakan transaksi pembayaran.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan ada 21 juta UMKM lokal yang sudah terjun ke marketplace. Namun, pedagang lokal tetap kalah saing dengan banjir barang impor. Teten menjelaskan, TikTok bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di Cina yang ingin masuk ke Indonesia dan ini jelas ancaman bagi UMKM kita. Meski saat ini era perdagangan bebas, ia menegaskan setiap negara tetap perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing.
Pemerintah mengeklaim sudah mencoba mengatasi kondisi tersebut. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji rencana pelarangan TikTok Shop di Indonesia. Ia mengatakan langkah ini sebagai tindak lanjut revisi Permendag 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Kendati demikian, rencana itu tidak sepenuhnya didukung oleh seluruh elemen pemerintah. Misalnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno yang khawatir pelarangan TikTok secara total (total ban) justru akan mengganggu pelaku UMKM yang bermain di sana. Alasannya, jika total ban, sedangkan pengguna TikTok ini sudah di atas 100 juta, pasti akan menghasilkan disrupsi yang terlalu besar pada saat ini.
Sementara itu, analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan pemerintah sebaiknya berhitung cermat perihal rencana pelarangan TikTok Shop. Ia mengingatkan jangan sampai karena pemerintah gagal meningkatkan kapasitas UMKM dalam memanfaatkan pasar digital, fasilitas online yang semestinya bisa membantu UMKM malah dilarang. Ia menilai, peningkatan kapasitas UMKM justru akan bisa membuat mereka beradaptasi dengan platform seperti TikTok Shop.
Mencermati hal ini, kita tidak boleh lupa akan adanya pasar persaingan sempurna. Pasar persaingan sempurna adalah sebuah struktur pasar yang di dalamnya terdapat banyak penjual atau perusahaan yang menghasilkan barang ataupun memberikan pelayanan kepada pembeli di pasar tersebut. Pada pasar persaingan sempurna, jenis produk yang dijual relatif sama (homogen). Setiap penjual menawarkan barang yang identik dan penjual lain dapat berperan sepenuhnya untuk saling menggantikan penjualan produk satu sama lain.
Bukti nyata pasar persaingan sempurna adalah hadirnya persaingan ketat berupa lokasi, harga, serta target pasar antarbisnis yang memiliki model yang sama. Sebagai contoh, minimarket dengan nama berbeda, tetapi lokasinya saling berdekatan, bahkan turut bersaing dengan toko kelontong tradisional. Begitu pula supermarket yang lokasinya berdekatan dan bersaing dengan pasar tradisional untuk saling berkompetisi menarik konsumen. Selain itu, adanya pasar bebas, pasar global, dan perdagangan bebas juga termasuk derivat pasar persaingan sempurna.
Persaingan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dengan korporasi besar memang sangat kentara. Dari aspek modal saja sudah kalah bersaing, apalagi jika berbicara produksi barang, periklanan, hingga harga, pasti menjadi hambatan tersendiri bagi UMKM. Memang benar, pemerintah telah memberikan banyak insentif untuk membangkitkan geliat ekonomi UMKM, seperti subsidi listrik hingga bantuan langsung tunai. Akan tetapi, pada saat yang sama, negara membiarkan rakyat bertarung dan berjuang sendiri menghadapi ganasnya korporasi produk asing.
Tidak hanya itu, pasar persaingan sempurna juga meniscayakan harga produk terbentuk melalui mekanisme pasar serta hasil interaksi antara penawaran dan permintaan. Pasar menjadi penentu harga secara penuh. Keinginan dari konsumen atau pembeli terpenuhi melalui berbagai macam permintaan yang dapat dilakukan dalam jumlah banyak. Sementara itu, keinginan produsen atau penjual juga terpenuhi melalui jumlah penawaran yang dapat dilakukan dalam jumlah yang banyak pula.
Pemerintah diminta mencari akar persoalan di lapangan, sebab jika dilihat dari inovasi dan kemudahan orang berbelanja, platform medsos yang bergabung dengan e-commees justru memudahkan pembeli dan penjual. Sedangkan yang menjadi persoalan adalah banjirnya barang impor sehingga pelaku UMKM kalah bersaing. Pemerintah dianggap kurang mampu melindungi produk lokal.
Pemerintah ingin UMKM terselamatkan dari gempuran produk asing, tetapi membiarkan liberalisasi pasar terbuka lebar. Jelas antara harapan dan realitas tidak sejalan. Inginnya UMKM selamat, tetapi kebijakan pasar bebas yang selama ini mengancam UMKM hingga kini tetap berlanjut. Jika negara memang serius berpihak kepada kepentingan rakyat, harusnya tinggalkan politik ekonomi kapitalisme liberalnya. Bukan sekadar koar-koar mendukung UMKM, tetapi “memaksa “mereka bersaing dengan korporasi kapitalis.
Kondisi ini menjadikan harga barang lokal kalah bersaing dengan impor. Harga lokal yang kerap lebih tinggi dari harga impor, salah satunya adalah akibat dari buruknya ekosistem bisnis di tanah air. Misalnya, terkait transportasi, kebijakan pemerintah yang mencabut sedikit demi sedikit subsidi BBM menjadikan biaya distribusi melangit. Biaya pengiriman barang dari Sumatra ke Jawa jauh lebih mahal daripada pengiriman barang Cina ke Indonesia. Jika tarif impor 0% diberlakukan pada barang impor, tentu produk lokal kalah bersaing.
Alih-alih menetapkan kebijakan larangan TikTok berjualan, seharusnya pemerintah memperbaiki ekosistem bisnis demi melindungi produk lokal. Misalnya dengan kebijakan transportasi yang memudahkan distribusi barang. Namun, yang terjadi saat ini justru sebaliknya, pencabutan subsidi BBM dan penguasaan transortasi oleh swasta terus dilakukan Begitupun akses modal, tarif impor 0%, pajak tinggi, semua ini menjadikan UMKM kesulitan. Andai pemerintah fokus memperbaiki ekosistem usaha dalam negeri, niscaya apa pun inovasi teknologinya, maka kesejahteraan UMKM akan terjamin.
Keberadaan pasar persaingan sempurna beserta mekanisme pasarnya ini adalah konsekuensi berlangsungnya sistem ekonomi kapitalisme. Peran negara adalah melindungi rakyat dan menjamin kebutuhan mereka, bukan menjadi kepanjangan tangan kepentingan korporasi. UMKM akan terus menjadi tumbal penyelamatan ekonomi kapitalis jika negara tidak memainkan perannya secara optimal.
Sayangnya, negara justru berperan memuluskan kepentingan korporasi dengan penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Pada akhirnya, peran negara sebatas penyokong bagi kepentingan dan kesejahteraan negara kapitalis global, padahal fungsi negara adalah melayani kepentingan rakyat.
Strategi TikTok menggabungkan media sosial dan e-commerce, sebenarnya hanya inovasi teknologi. Justru yang harus dilakukan oleh pebisnis adalah beradaptasi dengan inovasi tersebut agar bisnis lancar. Islam sangat mendukung teknologi dan kebijakannya sangat adaptif terhadap kemajuan teknologi. Jual beli online adalah satu wasilah jual beli yang jika dijaga sesuai syariat akan tampak kemaslahatan di dalamnya.
Jika melihat dari sudut pandang Islam, maka Islam sangat memberi ruang terhadap perkembangan teknologi sebab inovasi akan memudahkan urusan hidup manusia, tentu selama hal tersebut tidak bertentangan dengan hukum syariat. Adapun solusi Islam terkait masalah ini adalah:
Pertama, Islam menjadikan negara sebagai pihak sentral dalam seluruh urusan rakyatnya sehingga pemerintah akan menjamin kesejahteraan rakyatnya, baik dengan mekanisme ekonomi, yaitu memudahkan seseorang untuk bekerja maupun menciptakan ekosistem bisnis yang baik. Juga dengan mekanisme nonekonomi, seperti pemberian santunan, sebab tidak semua kepala rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri.
Kedua, Islam mempersilakan perdagangan komoditas di luar kebutuhan dasar berjalan sesuai dengan mekanisme pasar sempurna. Yaitu semata karena penjual dan pembeli saling rida atas transaksi mereka.
Ketiga, negara akan sangat adaptif terhadap inovasi dan menstimulus anak bangsa untuk terus menjadi yang terdepan dalam inovasinya. Dengan demikian, platform digital, baik media sosial ataupun e-commerce, ciptaan anak bangsa tidak akan kalah bersaing dengan milik asing.
Keempat, negara memiliki regulasi yang sesuai dengan syariat dan memihak rakyat. Misalnya larangan ghabn fahisy, yaitu penipuan dengan cara menaikkan atau menurunkan harga barang secara keji (jauh dari harga pasar). Predatory pricing adalah praktik yang mirip dengan ghabn fahisy sehingga pelakunya harus ditindak dan diberi sanksi.
Kebijakan larangan berjualan di TikTok tidak akan berpengaruh terhadap kesejahteraan UMKM sebab hal tersebut hanyalah inovasi yang seharusnya disambut dengan regulasi yang memihak pada rakyat. Seharusnya pemerintah fokus memperbaiki ekosistem bisnis agar UMKM lokal mampu bersaing. Namun demikian, sistem pemerintahan yang mengandalkan swasta dalam mengurusi urusan umat tidak akan mampu menyelesaikannya. Hanya Islam yang telah terbukti mampu menyejahterakan umat dan terdepan dalam teknologi.
Konsekuensi lain bagi berlakunya sistem ekonomi kapitalisme adalah minim/hilangnya peran penguasa sebagai pengayom dan pelindung bagi rakyatnya. Lihat saja berbagai kebijakan pencabutan subsidi, juga kapitalisasi sejumlah fasilitas publik.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam/Khalifah itu junnah (perisai), orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).
Khalifah jelas berperan sebagai raa’in (penanggung jawab) dan junnah (perisai) bagi rakyat yang dipimpinnya, tidak terkecuali dalam rangka memberikan perlindungan terhadap usaha dan aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya. Wujud kebijakan Khilafah dalam memberikan perlindungan tersebut antara lain adalah memberikan jaminan modal usaha sebagai pemberian negara kepada rakyatnya, serta memegang kendali penuh terhadap kran produk impor khususnya yang harganya bisa menghancurkan harga pasaran dalam negeri.
Terkait harga produk, Khilafah tidak menerbitkan kebijakan pematokan harga. Dalam Islam, Allah Taala telah memberikan hak kepada setiap orang untuk membeli dengan harga yang ia sukai. Allah juga mengharamkan tindakan pemberlakuan harga tertentu barang dagangan untuk memaksa masyarakat agar melakukan transaksi jual beli sesuai harga patokan tersebut. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,”Sesungguhnya jual-beli itu (sah karena) sama-sama suka.” (HR Ibnu Majah)
Di antara mekanisme Khilafah dalam mengendalikan persaingan harga di antara sesama produsen adalah dengan tidak melegalisasi fungsi pasar sebagaimana pasar persaingan sempurna, melarang penggunaan aplikasi marketplace yang fungsinya sebagaimana pasar persaingan sempurna, menggunakan standar mata uang dinar dan dirham sebagai alat tukar resmi, mencegah terjadinya beragam celah penipuan, serta memberikan perlindungan bagi pelaku ekonomi digital maupun pedagang di pasar tradisional/modern dengan segmen pembeli yang jelas.