
Tindak kekerasan dan perundungan di ranah pendidikan saat ini menjadi perhatian serius. Terdapat insiden kekerasan di berbagai sekolah, termasuk di SMPN 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah, yang telah mencuat ke publik. Dalam peristiwa tersebut, sekelompok siswa SMP terlibat dalam tindakan kekerasan yang sangat tidak manusiawi. Video berdurasi lebih dari empat menit memperlihatkan pelaku tersebut memukul, menendang, menginjak, dan bahkan menyeret tubuh korban, yang tampaknya telah pasrah dan tidak melakukan perlawanan.
Korban dari insiden ini, yang kita kenal dengan inisial F, saat ini tengah dalam proses pemulihan setelah mengalami pengalaman traumatis. Kejadian ini telah menjadi sorotan utama di seluruh Indonesia.
Namun, yang menjadi sorotan tambahan dalam kasus ini adalah respons dari kepala sekolah SMPN 2 Cimanggu, Cilacap, Jawa Tengah, yaitu Wuri Handayani. Sangat disayangkan, Kepala sekolah ini justru memuji pelaku tindakan kekerasan dengan mencatat prestasi-prestasi yang telah diraih oleh pelaku, seperti di pramuka, olahraga, pencak silat, dan tilawah. Bahkan, pelaku ini pernah meraih juara 2 dalam kompetisi pencak silat tingkat Kabupaten.
Sikap memuji pelaku kekerasan dengan merujuk pada prestasi di bidang lain adalah sikap yang sangat tidak etis dan tidak sesuai dalam situasi ini. Sebagai kepala sekolah, seharusnya ia menunjukkan rasa empati kepada korban dan lebih berfokus pada tindakan pelaku yang melanggar etika dan hukum, serta melindungi kesejahteraan seluruh siswa di sekolah yang dipimpinnya.
Padahal, apapun bentuk dan di mana pun tempat kejadian, tidak ada ruang untuk kata “toleran” dalam tindakan kekerasan, terutama dalam konteks pendidikan. Seharusnya kepala sekolah, sebagai pemimpin utama di sebuah institusi pendidikan dan penggerak perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia, memahami bahwa kita tidak hanya membutuhkan individu-individu yang berprestasi dan cerdas, tetapi yang terpenting, kita membutuhkan individu-individu yang baik, yang mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, etis, dan berempati bagi lingkungan dan semua orang.
Tentunya, tindakan kepala sekolah yang memuji pelaku tindakan kekerasan dengan mencatat prestasi dan kepandaian mereka adalah sebuah tindakan yang sangat disayangkan. Seharusnya, respons yang lebih tepat dari seorang kepala sekolah adalah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku tindakan kekerasan, memastikan keadilan bagi korban, dan menegaskan komitmen terhadap pendidikan karakter.
Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pendidikan tidak hanya tentang mengembangkan kemampuan akademik atau pencapaian dalam bidang lain. Lebih dari itu, pendidikan seharusnya fokus pada pembentukan karakter yang baik, moralitas, dan etika yang kuat pada siswa-siswa kita. Hal ini penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, etis, dan berempati.
Namun, masalah ini tidak terbatas pada kasus individu atau sekolah tertentu. Ketika kita melihat gambaran yang lebih besar, kita menyadari bahwa negara kita saat ini menghadapi krisis karakter. Tindakan korupsi yang semakin merajalela di seluruh bumi Pertiwi kita dilakukan oleh individu-individu yang pintar dan berprestasi, bahkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Namun, hal itu tidak menjamin mereka untuk tidak terlibat dalam tindakan kriminal yang merugikan seluruh rakyat Indonesia.
Seperti yang dikemukakan oleh Profesor Mahfud Md, apabila kita bisa membasmi korupsi di Indonesia, setiap warga negara Indonesia dapat menerima manfaat ekonomi yang signifikan. Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya integritas, etika, dan moralitas dalam pendidikan dan dalam seluruh aspek kehidupan kita sangat penting.
Kita harus belajar dari kasus ini dan memastikan bahwa pendidikan karakter dan pembentukan individu yang baik menjadi prioritas utama dalam pendidikan kita. Hal ini akan membantu mewujudkan masyarakat yang lebih baik, adil, dan bermoral. Semua pihak, mulai dari sekolah hingga pemerintah, harus bekerja sama untuk mencapai tujuan ini.
Dalam menghadapi tantangan tindak kekerasan dan perundungan di pendidikan serta krisis karakter di negeri ini, kita harus merenungkan makna sejati dari pendidikan. Pendidikan bukan hanya soal pengetahuan dan prestasi belaka, tetapi juga tentang membentuk karakter yang baik. Karakter adalah dasar dari tujuan sejati pendidikan.
Mari bersama-sama ubah paradigma pendidikan kita. Fokuslah pada pendidikan karakter sebagai inti dari semua mata pelajaran. Pastikan setiap siswa tak hanya pintar secara akademik, tetapi juga bijaksana dalam moral dan etika.
Pendidikan karakter bukan pilihan, tapi kebutuhan mendesak bagi masa depan bangsa ini. Mari bersatu, para penggerak pendidikan, untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang memupuk karakter baik, menjauhkan kekerasan, dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah. Dalam proses ini, penting untuk menjadikan pendidikan karakter sebagai bagian integral dari seluruh pendidikan kita. Dengan demikian, kita akan bisa melawan kekerasan dan Perundungan di pendidikan dan mengatasi krisis karakter yang kita hadapi saat ini. Mari bersama-sama menjadikan Indonesia sebagai tempat di mana karakter yang baik dan pendidikan yang berkualitas menjadi dasar utama bagi masa depan yang lebih baik. Semua tangan harus bersatu untuk mewujudkan visi ini.