Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Karhutla, Penyelesaiannya dengan Merubah Paradigma

by matabanua
9 Oktober 2023
in Opini
0

Oleh: Sumiati, ST (Pemerhati Sosial dan Masyarakat)

Berdasarkan informasi yang dibagikan Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Abdul Muhari, kabut asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Kalimantan Selatan telah dirasakan dampaknya oleh masyarakat, salah satunya di Kota Banjarmasin. Kebakaran hutan yang terjadi di wilayah sekitar Kota Banjarmasin membuat kabut asap semakin meluas khususnya selama sepekan terakhir. Wilayah yang dimaksud seperti di Kota Banjarbaru, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Banjar yang memang ada ratusan titik yang sudah terbakar. (Antaranews.com/07/10/2023)

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\2 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Transformasi Polri dan Filosofi Kaizen

1 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Polri dan Nilai Ekonomi Keamanan

1 Juli 2025
Load More

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seakan menjadi peristiwa rutin. Faktor cuaca dan iklim kerap menjadi kambing hitam atas meluasnya kebakaran hutan. Hujan pun menjadi momen yang ditunggu-tunggu agar dampak kebakaran hutan bisa terminimalkan. Ada beberapa penyebab utama kebakaran hutan dan lahan, termasuk:

1. Aktivitas Manusia: Salah satu penyebab utama adalah aktivitas manusia, seperti pembukaan lahan untuk pertanian, perburuan ilegal, pembalakan ilegal, pembuatan ladang, dan pembuatan jalan. Kebakaran dapat terjadi secara tidak sengaja atau disengaja dalam konteks aktivitas ini.

2. Musim Kering: Musim kering atau cuaca panas dan kering dapat meningkatkan risiko kebakaran hutan. Tanaman kering dan vegetasi mudah terbakar dalam kondisi cuaca yang sangat kering.

3. Peledakan Petir: Petir sering menjadi penyebab alami kebakaran hutan karena dapat menyebabkan percikan api ketika petir mengenai pohon atau vegetasi kering.

4. Aktivitas Vulkanik: Aktivitas gunung berapi, seperti letusan, dapat memicu kebakaran hutan jika material panas atau lava mengenai vegetasi.

5. Kelalaian dalam Pemadaman Api: Kebakaran yang tidak dipadamkan sepenuhnya dapat menyebabkan kebakaran hutan yang meluas jika api merembet kembali saat kondisi menjadi kering.

6. Perubahan Iklim: Perubahan iklim dapat memengaruhi pola cuaca dan suhu, yang dapat meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan.

Penyebab karhutla memang tidak tunggal. Namun, paling banyak adalah faktor manusia, terutama akibat pembakaran yang disengaja untuk pembukaan lahan oleh industri atau perusahaan. Pada 2015, statistik Kementerian LHK mencatat 63% wilayah Indonesia merupakan kawasan hutan. Jumlahnya sekira 120.773.440 ha. Pada masa sebelum itu, Indonesia sempat menjadi wilayah yang hutan tropisnya terluas kedua di dunia setelah Brazil. Hanya saja, pengelolaan hutla yang berparadigma sekuler kapitalistik neoliberal rupanya telah menjadi sumber bencana besar. Dengan dalih mendongkrak pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan, dan penciptaan lapangan kerja, pengelolaan mayoritas hutla telah diserahkan pada korporasi, baik lokal maupun multinasional.

Hal ini bukan hanya terjadi sekarang, melainkan sejak orde baru berkuasa. Saat itu, pemerintah Indonesia sangat mengakomodasi segala usaha pengolahan hasil hutan dengan berbagai pemberian konsesi pada korporasi. Misalnya, Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil Hutan hingga konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI). Tidak heran, sejak 1986 hingga sebelum industri hutan limbung pada 1998, ada sekira 600 perusahaan yang diberi hak mengelola hutla dengan luas lebih dari 64 juta hektare. Sementara saat ini, tersisa 201 perusahaan yang mengelola konsesi seluas 19 juta hektare.

Inilah yang menyebabkan puluhan juta hektare hutla berubah menjadi objek eksploitasi dan kapitalisasi. Dampak lanjutannya tentu tidak bisa kita abaikan. Keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Bencana longsor, puting beliung, dan banjir pun menjadi langganan. Bahkan, konversi dan deforestasi yang salah satunya disebabkan karhutla telah berpengaruh besar pada perubahan iklim dunia dan menyusutnya ketersediaan air bersih di mana-mana.

Perintah Allah untuk Menjaga Kelestarian Alam

Allah Swt. telah mengingatkan manusia tentang bencana yang terjadi ketika manusia merusak bumi. Firman-Nya,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).

Islam melarang umatnya berbuat kerusakan di muka bumi. Firman Allah Taala,

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (QS Al-A’raf: 56).

Menjaga kelestarian alam merupakan tugas semua pihak, baik individu rakyat, perusahaan, maupun negara. Namun, menjadi tugas negara untuk mengedukasi rakyatnya, baik individu maupun perusahaan, agar menjaga alam dengan baik. Didalam Islam proses edukasi ini dilakukan oleh negara Khilafah melalui jalur pendidikan. Proses edukasi dilakukan bukan semata dengan memberikan informasi tentang pelestarian lingkungan, tetapi menyatu dengan kurikulum Khilafah yang berbasis akidah Islam. Artinya, kesadaran yang dibentuk pada warga negara merupakan kesadaran yang berbasis keimanan. Dengan demikian ada dorongan ruhiah bagi setiap individu untuk menjaga kelestarian alam, yaitu sebagai wujud ketaatan pada Allah Taala. Motivasi ruhiah ini akan lebih efektif daripada motivasi lainnya. Itulah paradigma Islam dalam menjaga pelestarian alam. Ketaatan dan ketundukan terhadap aturan Allah Swt. inilah yang akan membawa kebaikan, bahkan menjamin datangnya berbagai keberkahan yang berlimpah ruah, termasuk berkah berupa ketinggian martabat dan kemenangan di mata manusia.

Sebaliknya, pembangkangan terhadap aturan Allah Swt. justru akan mendatangkan berbagai mara bahaya sebagaimana yang faktanya tak henti kita rasakan sekarang. Termasuk bahaya berupa penghinaan dan rendahnya martabat di mata manusia.

Allah Taala berfirman,

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).

Paradigma Islam inilah yang hari ini hilang dan harus dikembalikan dalam kehidupan. Tidak lain dengan jalan mendukung perjuangan terwujudnya institusi politik Islam, yakni Khilafah yang akan menerapkan seluruh aturan Islam secara kafah. Wallahu’alam bishawwab

 

 

Tags: KarhutlaPemerhati sosial dan masyarakatSumiati
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA