Oleh: Agustina, S.Pd (Praktisi Pendidikan)
Kondisi moral remaja sekarang rentan rapuh, sehingga ini menjadi permasalahan serius. Tidak sedikit, guru yang mengeluhkan beratnya mengajar dan mendidik siswanya di sekolah. Remaja masih didominasi dari kelompok yang kurang adabnya kepada guru hingga minimnya kecintaan terhadap ilmu, remaja lebih banyak yang senang bersantai daripada berkompetisi dalam prestasi mengejar ilmu. Hal senada juga sering terlontar dari lisan orang tua, mereka merasa khawatir dengan perilaku anaknya yang kian bebas. Hal ini harus menjadi perhatian kita semua, karena remaja adalah aset berharga bangsa. Bicara data, banyak disajikan kepada kita kasus perundungan, kriminal, narkoba bahkan pembunuhan yang melibatkan remaja tidak hanya sebagai kormban namun juga sebagai pelaku.
Tidak ada asap kalau tidak ada api artinya kondisi rusaknya moral remaja tentu disebabkan oleh sesuatu. Ketika kita mencari penyebab dari kerusakan moral remaja hari ini, ada beberapa yang menjadi penyebab. Pertama, kecanduan gadget dan media sosial. Banyak penelitian yang menyoroti dampak negatif dari kecanduan gadget dan media sosial pada remaja. Hal ini termasuk peningkatan tingkat isolasi sosial, depresi, kecemasan, dan penurunan interaksi sosial langsung. Sehingga banyak kita dapati remaja yang tidak peka dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Alias asik dengan dunianya sendiri.
Hal ini menyebabkan tersibukkannya remaja pada sesuatu yang jauh dari agama. Mereka kesulitan memahami hakikat hidup dan akhirnya mengundang perilaku-perilaku yang mengarah pada kesia-siaan bahkan dosa, remaja terpapar pada pandangan yang berorientasi pada dunia dengan menihilkan aturan agama atau disebut dengan sekuler. Seperti, kecanduan pornografi. Ketersediaan mudahnya konten pornografi di internet telah menjadi masalah serius di kalangan remaja. Hal ini dapat berdampak pada pandangan mereka tentang seks dan hubungan lawan jenis ataupun sesame jenis. Beberapa negara melaporkan tingkat kehamilan remaja yang tinggi bisa menjadi tanda adanya perubahan nilai moral dalam hubungan seksual. Artinya perzinahan merajalela. Sama halnya LGBT+ yang semakin hari semakin merebak.
Ditambah dengan tindakan bullying dan kekerasan. Bullying dan tindakan kekerasan antar-remaja, baik dalam bentuk fisik maupun verbal, masih menjadi masalah di banyak sekolah. Ini menciptakan situasi di mana remaja mungkin kehilangan empati dan rasa hormat terhadap guru dan teman-teman mereka. Selain itu juga, narkoba dan alkohol. Penyalahgunaan narkoba dan alkohol di kalangan remaja tetap menjadi isu serius yang dapat merusak moralitas dan kesejahteraan mereka. Hal ini memicu perilaku criminal di kalangan remaja, termasuk kejahatan siber, pencurian, dan pelecehan, juga bisa menjadi indikasi kerusakan moral.
Kedua, tidak adanya kontrol dari masyarakat terhadap perilaku menyimpang remaja. Kurangnya pemahaman agama yang didapat dari sekolah dan keluarga dapat meninggalkan remaja tanpa pedoman yang kuat. Ketiga, tidak adanya hukuman yang tegas dan berkeadilan. Hukum menjadi benteng terkuat dalam menjaga Masyarakat termasuk remaja, jika hukum lemah, maka penjagaan juga lemah.
Deretan penyebab di atas sebenarnya berpangkal pada sistem sekuler kapitalisme yang merusak dan menghancurkan moral remaja. Sistem ini merusak tiga aspek yang memicu memperparah kerusakan moral remaja . Pertama, aspek keluarga. Penerapan ekonomi kapitalisme telah mengikis peran ayah dan ibu sebagai tempat pertama remaja tumbuh dan mengembangkan identitas diri. Ada ayah yang sulit mencari nafkah sehingga tidak mampu memenuhi perekonomian keluarga. Ada ibu yang turut mencari penghidupan demi membantu ekonomi keluarga. Ada orang tua yang sibuk dan tenggelam dengan pekerjaan masing-masing hingga melupakan peran pentingnya mendidik anak dengan akidah Islam.
Mereka lalai memperdalam ilmu Islam sebagai bekal mengasuh dan membina keluarga. Akibatnya, anak-anak kehilangan rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman dan ternyaman. Kondisi ini menjadikan keluarga mengalami disfungsi dan disharmoni.
Kedua, aspek lingkungan. Kehidupan masyarakat yang sekuler membuat remaja bebas mengeksplorasi dirinya tanpa perisai agama (baca: Islam). Akibatnya, kehidupan bebas nilai menjalar dalam kehidupan remaja. Ditambah tontonan rusak yang menjadi tuntunan remaja dalam berperilaku. Mereka pun tumbuh menjadi jiwa-jiwa yang kering iman dan krisis identitas. Jadilah mereka generasi muda yang lemah dan rapuh ketika dihadapkan pada berbagai tekanan dan persoalan yang tidak diimbangi dengan kematangan psikologis.
Ketiga, aspek negara. Rapunya moral remaja tidak terlepas dari fungsi dan kontrol negara sebagai pengayom dan pelayan rakyat. Dalam hal ini, negara harus menghilangkan faktor-faktor yang memicu kerusakan moral pada remaja. Remaja berhak sehat fisiknya dan bahagia psikisnya. Semua ini dimulai dari kebijakan negara dalam mempermudah orang tua memenuhi kebutuhan keluarga serta menciptakan suasana aman, nyaman, iman, dan jauh dari tindak kriminal di lingkungan masyarakat. Negara tidak boleh membiarkan tayangan atau film-film komersial yang merusak karakter generasi.
Tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan remaja, kecuali dengan membina dan mendidik mereka dengan Islam, yaitu pembinaan yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap sesuai arahan Islam. Remaja harus dibekali dengan pemahaman bahwa Islam memiliki solusi dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Dengan begitu, mereka akan memandang kehidupan ini sesuai paradigma Islam, yakni tempat untuk beramal saleh dan setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Taala.
Mereka paham bahwa masa mudanya harus diisi dengan berbagai hal yang memberi manfaat bagi dirinya, keluarga, dan masyarakat. Tidak kalah penting ialah merevitalisasi fungsi keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak, yakni orang tua wajib mendidik anak-anak mereka dengan menanamkan akidah Islam. Dengan demikian, akan terbentuk dalam diri mereka keimanan dan ketaatan menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
Negara juga wajib menciptakan sistem sosial sesuai aturan Islam. Peran masyarakat adalah melakukan amar makruf nahi mungkar. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial benar-benar berjalan dengan baik. Negara pun harus menerapkan sistem pemerintahan, politik, ekonomi, pendidikan, dan hukum sesuai syariat Islam kafah. Hasil kualitas generasi sejatinya bergantung pada kekondusifan sistem yang diterapkan saat ini. Pemikiran merusak bisa saja masuk pada anak-anak kita, lalu memengaruhi pola pikir dan pola sikap mereka.
Pada saat itu, membenahinya jauh lebih susah daripada mencegahnya. Kini, saatnyalah kita mengubah paradigma dalam mendidik mereka. Berikan fondasi akidah, ajarkan nilai-nilai syariat dalam kehidupannya, ubah kurikulum pendidikan sekulernya, dan terapkan politik ekonomi Islam yang menyejahterakan. Semua itu hanya akan terealisasi secara terpadu dengan mewujudkan sistem Islam secara kafah dalam Khilafah. Insyaallah remaja hebat, taat syariat akan mewujud.