
JAKARTA – Polda Kepulauan Riau (Kepri) membantah telah memanggil Ustadz Abdul Somad (UAS), buntut kasus kericuhan yang sempat terjadi di Pulau Rempang, Batam.
Hal tersebut disampaikan Kabid Humas Polda Kepri Kombes Zahwani Pandra Arsyad, merespons adanya sejumlah pemberitaan yang menyebut UAS ditangkap di kasus tersebut.
“Adanya pemanggilan terhadap Ustadz Abdul Somad atau UAS, itu tidak benar. Ini dari salah satu media sempat ada yang memberitakan itu,” ujarnya dalam keterangannya, Senin (18/9), seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Pandra menjelaskan, pemanggilan justru dilakukan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum terhadap salah satu sahabat UAS yang bernama Burhan.
Ia menyebut Burhan diperiksa sebagai saksi berdasarkan adanya keterangan dari sejumlah tersangka bentrokan di depan Kantor BP Batam yang sudah ditangkap.
“Diklarifikasi terhadap penyediaan pada saat aksi demo di mana para tersangka pada aksi tersebut dia mendapatkan suplai makanan dari saudara B tersebut kita mintai keterangan saja,” jelasnya.
“Bahkan mereka ada saat diberikan setelah nasi bungkus dan uang Rp 20 ribu, dan sekarang para tersangka saat ini berada di sel tahanan Mapolda Kepri,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Pandra mengaku, pihaknya akan menyelidiki penyebaran hoaks, terkait pemeriksaan UAS tersebut. Ia juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan informasi yang belum bisa dibuktikan kebenarannya.
“Pihak yang mengunggah, mengedarkan informasi palsu tersebut, harus bertanggung jawab atas perbuatannya,” pungkasnya.
Diketahui sejumlah masyarakat melayu dari wilayah Sumatera dan Kalimantan memberikan simpati terhadap warga Pulau Rempang. Beberapa di antaranya membantu membangun dapur umum untuk memberikan bantuan makanan kepada warga Rempang.
Pemanggilan Burhan itu disampaikan UAS lewat instagramnya @ustadzabdulsomad_official. UAS mengunggah surat pemanggilan dengn nomor: B/040/IX/RES.1.24/2023/Ditreskrimum tertanggal 13 September 2023.
Di dalamnya tertulis Burhan dijadwalkan menjalani pemeriksaan di Ruang 1 Subdit 1 Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau pada Kamis (14/9).
Sementara, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berharap pendekatan persuasif dan humamis dilakukan untuk menangani kasus warga Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
“Seharusnya proyek besar seperti Rempang Eco City itu dipersiapkan dengan matang dan menggunakan pendekatan yang humanis serta mengutamakan dialog partisipasi masyarakat setempat,” kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Dia menyatakan LPSK prihatin atas peristiwa bentrokan yang pecah di Pulau Rempang dan di depan Kantor BP Batam, akibat penolakan warga terkait rencana pembangunan Rempang Eco City.
LPSK berharap proses hukum yang berjalan mengacu pada prinsip-prinsip fair trial, di mana hak perlindungan hukum terhadap orang yang dilakukan penangkapan atau penahanan tetap dijamin.
“Tidak boleh dilakukan penahanan yang sengaja untuk menghalangi atau membatasi akses tahanan dengan dunia luar (keluarga atau penasihat hukumnya) aau lazim disebut penahanan incommunicado,” katanya.
Dia menjelaskan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang tentang konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
“Tindakan aparatur negara di tempat penahanan seringkali tidak terkontrol sehingga menimbulkan peristiwa yang masuk dalam kategori penyiksaan,” ujarnya.
Dia mengatakan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, khususnya pada Pasal 6 ayat (1), memandatkan LPSK untuk memberikan perlindungan bagi korban penyiksaan.
Dia berharap penegak hukum yang saat ini bertugas berpedoman pada proses peradilan yang adil sesuai prosedur dan memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
“Pendekatan persuasif penting diterapkan dalam penyelesaian kasus Rempang, jika nantinya kasus tersebut tetap berproses dalam lingkup penegakan hukum pidana, perlu dipertimbangkan penyelesaian melalui pendekatan restorative justice,” pesannya.
Nasution menyatakan LPSK mempersilakan saksi atau korban atau pihak terkait lainnya mengajukan perlindungan kepada LPSK, jika membutuhkan perlindungan, dan LPSK akan memprosesnya sesuai ketentuan yang berlaku. web/ant