
Dunia perguruan tinggi di Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudaayan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim yang mengumumkan jika skripsi tidak lagi menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa. Pernyataan tersebut tertuang dalam Permendikbudristek No.53 tahun 2023. Menurutnya, ada banyak jenis tugas akhir yang dapat dijadikan sebagai syarat kelulusan mahasiswa selain skripsi, diantaranya, proyek, capstone design project, pembuatan prototype, dan lain-lain. Semua itu disesuaikan dengan karakteristik masing-masing perguruan tinggi. Sekilas, jika dilihat baik-baik, seolah tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut. Apalagi, selama ini skripsi hanya dijadikan sebagai bahan pajangan di perpustakaan. Bahkan, di beberapa kampus, kumpulan skripsi tersebut dijual ke pengepul barang bekas. Untuk itu, adanya kebijakan ini, membuat tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan mahasiswa, menjadi karya yang memili nilai kebermanfaatan yang luas.
Namun, Jauh sebelum adanya kebijakan tersebut. Di beberapa perguruan tinggi di Indonesia kebijakan serupa sudah pernah diterapkan. Seperti, di kampus Unesa, yang sejak covid-19 tidak lagi mewajibkan mahasiswanya membuat skripsi sebagai syarat kelulusan. Demikian juga dengan kampus Universitas Padjadjaran, tepatnya pada Program studi (prodi) Perpustakaan dan Sains Informasi, Fakultas Ilmu Komunikas (Fikom). Kampus yang terletak di Bandung tersebut sudah lama membuka peluang kepada mahasiswa untuk lulus tanpa menggunakan skripsi. Kebijakan tersebut merujuk pada Peraturan Rektor Unpad No. 46 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di Unpad yang menyatakan, skripsi dapat diganti dengan artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi atau jurnal nasional terakreditasi oleh mahasiswa sebagai penulis utama dan dosen pembimbing sebagai penulis pendamping, serta mencantumkan institusi Unpad. Oleh karena itu, sekali lagi, kebijakan tersebut bukanlah hal yang tabu untuk diterapkan di seluruh perguruan tinggi Indonesia.
Namun meskipun demikian, kita tidak mengatakan bahwa skripsi tidak penting untuk dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa. Pasalnya, tugas akhir tersebut telah mengakar hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Ada begitu banyak manfaat yang telah diterima oleh para mahasiswa ketika berjuang menyelesaikannya. Mulai dari meningkatkan kepiawaian dalam mengelola waktu yang baik, menjaga etika berkomunikasi terhadap dosen, meningkatkan kemampuan berfikir kritis terhadap pelbagai persoalan hingga mampu menemukan solusinya, dan meningkatkan kemampuan menulis ilmiah. Semua itu sangat penting untuk dimiliki oleh setiap lulusan sarjana. Meskipun di sisi lain, ada banyak jasa joki skripsi yang ditawarkan. Tetapi, sangat-sangat terlihat perbedaannya. Mereka, yang mengerjakan skripsi sesuai aturan dan penuh perjuangan, ketika lulus, akan mudah memperoleh lapangan pekerjaan sesuai keilmuannya. Dan ketika bekerja pun, mereka akan profesional menjalankannya. Oleh karena itu, sangat sayang jika aturan ini bisa melemahkan pembuatan skripsi sebagai syarat kelulusan.
Meskipun memang, untuk menyelesaikan skripsi bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan oleh mahasiswa, tugas akhir yang satu ini kerap menjadi momok yang paling menakutkan. Parahnya, hingga membuat mahasiswa mengalami stres dan bunuh diri. Di pelbagai media, fenomena tersebut seringkali dijumpai. Tetapi, meskipun demikian, tetap saja, skripsi menjadi persyaratan yang penting untuk dipenuhi. Selain manfaat yang telah disampaikan di depan. Dengan membuat skripsi, keilmuan seseorang akan abadi. Karya ilmiah tersebut akan menjadi awal dari jejak rekamnya sebagai seorang akademisi. Tidak hanya sebatas tulisan, di dalamnya ada banyak gagasan segar yang dapat dibaca dan dijadikan referensi dari pelbagai persoalan, baik itu di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain-lain.
Untuk itu agar peredaran skripsi di perguruan tinggi tidak hilang ditelan zaman. Maka, kebermanfaatannya sangat perlu untuk ditingkatkan. Tidak dikerjakan hanya sebatas syarat menjemput kelulusan, atau istilah kasarnya “asal jadi”. Tetapi, hendaknya yang ditulis memang memiliki nilai relevansi yang tinggi. Sebelum memulai penelitian, mahasiswa hendaknya benar-benar menemukan persoalan yang paling penting untuk diselesaikan. Bukan sekadarnya saja. Bahkan, bisa jadi persoalan tersebut telah diselesaikan dengan solusi yang sama sebelumnya. Untuk itu nilai-nilai novelty pada sebuah skripsi perlu ditekankan untuk senantiasa dihadirkan. Begitupun luaran yang dihasilkan, tidak hanya mencakup aspek teori. Tetapi, dapat juga dalam bentuk produk yang teruji. Dengan demikian, tidak ada lagi istilah skripsi yang hanya sekedar pajangan. Semuanya dapat termanfaatkan dengan maksimal, terutama sebagai masukan dalam kebijakan pelbagai sektor kehidupan.