
JAKARTA – Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menilai tayangan adzan yang menampilkan sosok bakal calon presiden (capres) PDIP Ganjar Pranowo di salah satu stasiun TV swasta di Indonesia bukan kampanye.
Menurut Bagja, kampanye itu ada peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk oleh peserta pemilu. Lalu, ada pernyataan untuk meyakinkan publik.
“Peserta pemilu tidak? Kemudian untuk meyakinkan, meyakinkannya di mana? Eksplisit kan seharusnya?” ujar Bagja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/9), seperti dikutip Antara.
Sementara, Ganjar bukanlah peserta pemilu, karena belum melakukan pendaftaran sebagai bakal capres. “Capres tidak? Bakal capres tidak? Kan belum daftar,” katanya.
Bagja juga menyinggung permasalahan yang pernah dialami oleh Anies Baswedan. Adapun Anies pernah dilaporkan ke Bawaslu karena diduga mencuri start kampanye oleh seorang bernama Mahmud Tamher.
Laporan tersebut berisi peristiwa penandatanganan petisi dukungan jadi Presiden yang dilakukan oleh terlapor AB (Anies Baswedan) pada 2 Desember 2022 di Masjid Baiturrahman Kota Banda Aceh. “Sama kayak Mas Anies kan kemarin yang dulu ada perkara. Itu kan saya ingatkan imbau kepada peserta pemilunya, bukan ininya kan,” tegas dia.
Kampanye, lanjut Bagja, apabila seseorang menawarkan visi dan misi, program kerja hingga citra diri. Menurutnya, ketiga hal tersebut harus dipenuhi untuk dapat disebut sebagai kampanye. “Itu tiga hal yang harus dipenuhi untuk membuat kampanye. Itu jelas dalam UU Nomor 7 Tahun 2017,” tutur Bagja.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menilai tayangan adzan yang menampilkan bakal calon presiden (bacapres) dari PDIP, Ganjar Pranowo, di salah satu stasiun TV swasta di Indonesia tidak mengganggu masyarakat. Ia bahkan menyebutkan selama bermuatan positif, tak ada masalah yang dapat timbul dari muatan azan tersebut.
“Bagus-bagus aja lah, semua yang membawa kedamaian baik itu di iklan atau produk kampanye yang membawa kedamaian dan kesejukan masyarakat, kan bagus ya,” kata Budi saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa.
Saat ditanya apakah hal itu melanggar ketentuan kampanye jelang pemilihan umum (pemilu), Budi menyebut hal tersebut berada dalam kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sementara, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, melihat kemunculan Ganjar Pranowo pada tayangan adzan di salah satu saluran televisi nasional sebagai upaya mendapatkan simpati dari umat Islam. Sosok Ganjar hendak diperlihatkan sebagai figur Muslim yang taat lewat tayangan tersebut.
“Kelihatannya Ganjar ingin mengidentikkan dirinya bahwa dia dekat dengan umat Islam dan ingin dipilih oleh umat Islam yang menjadi pemilih mayoritas di republik ini. Saya melihatnya itu, ingin mengidentikkan diri bahwa Ganjar itu figur yang Islami untuk mendapatkan suara umat Islam,” kata Ujang kepada Republika, Selasa (12/9).
Ujang mengaku tak mau berdebat apakah itu bentuk politik identitas atau bukan. Menurut dia, politik identitas sebenarnya diperbolehkan dalam kadar tertentu. Contohnya ketika seorang menyatakan identitasnya sebagai orang Indonesia, penggunaan Pancasila, dan hal lain yang menunjukkan identitas seseorang.
“Politik identitas itu dalam kadar tertentu kan boleh. Misalkan, identitas kita, identitas nasional, Pancasila, itu kan identitas. `Saya sebagai orang Indonensia’ gitu kan identitas. Berjuag melawan penjajah dulu, itu kan politik identitas,” kata dia.
Meski demikian, dia melihat kemunculan Ganjar pada tayangan adzan tersebut sebagai bagian dari sponsorisasi kampanye untuk mendapatkan tempat positif di mata umat Islam. Munculnya bakal calon presiden dari PDI Perjuangan itu pada azan ibarat hendak membuatnya diingat terus oleh umat Islam.
“Saya melihat kelihatannya Ganjar dan timsesnya yang sudah terbentuk itu ingin mengambil suara umat Islam. Dan kita tahu bahwa adzan adalah panggilan sholat, panggilan ibadah untuk umat Islam dan itu menjadi sumber perhatian dari umat Islam,” terang Ujang. web