Oleh : Nur Atika Rizki, M.Pd (Praktisi Pendidikan)
Kementerian Agama membentuk 1.000 Kampung Moderasi Beragama atau kampung dengan masyarakat yang rukun, di berbagai daerah di Indonesia untuk mempromosikan toleransi dan kerukunan beragama (www.antaranews.com, 28/07/2023). Kasubdit Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama, Amirullah juga menyatakan bahwa Kampung moderasi beragama adalah model kampung yang mengutamakan kolaborasi lintas unsur, lembaga dan lapisan masyarakat. Tujuannya adalah memperkuat kehidupan masyarakat yang harmonis dalam keragaman, toleran, memperkokoh sikap beragama yang moderat berbasis desa atau kampung (www.viva.co.id, 16/03/2023).
Di Provinsi Kalimantan Selatan terdapat dua daerah yang sudah menyelenggarakan Kampung Moderasi, yaitu Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Menurut Kepala Seksi Bimas Islam Kota Banjarmasin, H. Ahmad Sya’rani, M.Ag, kampung yang dipilih sudah memiliki konsep Kampung Moderasi Beragama yaitu tidak terdapat perbedaan perlakuan dalam segi muamalah, pergaulan keseharian sudah mencerminkan moderasi beragama. Saling membantu tanpa ada perbedaan kepada orang yang berbeda suku, agama dan keyakinan, Beliau juga mengatakan konsep moderat ini untuk mengimbangi dua sistem yang tidak moderat yaitu konservatif dan liberal (www.kalsel.kemenag.go.id, 25/06/2023)
Kasubbag TU Kemenag Hulu Sungai Utara, Nasrullah menyampaikan Desa Kota Raja yang dipilih merupakan desa yang terdapat beberapa unsur agama yang hadir di dalamnya yaitu Islam, Kristen, Katolik. Prinsip moderasi beragama ini adalah Berkeadilan, Keseimbangan dan Toleransi. Sedangkan indikator yang ada dalam moderasi beragama ini ada empat yaitu Komitmen kebangsaan, Toleransi, Anti Radikalisme dan Akomodatif terhadap budaya lokal (www.kalsel.kemenag.go.id, 21/07/2023)
Akankah Kampung Moderasi Beragama Mewujudkan Harmonisasi?
Indonesia memiliki keragaman suku bangsa, agama dan budaya. Namun oleh sekelompok orang menyikapi keberagamaan ini dengan ekstrem diekspresikan atas nama agama, tidak hanya di media sosial, tapi juga di jalanan. Tidak hanya di Indonesia, bahkan dunia sedang menghadapi tantangan adanya kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, eskplosif, serta intoleran dengan mengatasnamakan agama.
Moderasi beragama adalah istilah baru, padahal dalam Islam tidak memiliki akar teologis maupun historis. Namun demikian, istilah ini terus dijajakan di tengah-tengah umat Islam. Seolah- olah merupakan sebuah keniscayaan bagi umt Islam saat ini untuk mempraktikan moderasi agama dianggap penting dan mendesak. Apalagi saat terus diopinikan bahaya radikalisme agama.
Ciri dan karakteristik agama yang moderat sesungguhnya ditunjukkan dengan tidak mengklaim sebagai yang paling benar. Ini bertentangan dengan apa yang telah diturunkan Allah SWT dalam firmanNya :
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (TQS. At Taubah : 33)
Konsep moderasi beragama akan menimbulkan keraguan dan ketidak yakinan terhadap aturan dalam agama yang dianut. Menerima segala kebebasan karena tidak ada standar yang benar. Bukannya harmonisasi yang akan terwujud tapi masyarakat yang degradasi beragama. Lambat laun dalam pemikiran seperti ini akan mengikis jati diri bahkan sinkretisme agama. Hasilnya masing-masing manusia akan bertingkah laku dengan mengklaim apa yang menurutnya benar.
Moderasi Beragama Proyek Siapa?
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menetapkan tahun 2019 sebagai Tahun Moderasi Beragama Kementerian Agama. Pada saat yang sama, Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menetapkan tahun 2019 sebagai Tahun Moderasi Internasional (The Internasional Year of Moderation). Moderasi agama sesungguhnya adalah bagian dari strategi politik luar negeri dari negeri-negeri Barat, khususnya Amerika Serikat. Rand Corporation pada tahun 2007, mengeluarkan dokumen yang berjudul Building Moderate Muslim Network. Di dalamnya dijelaskan karakteristik muslim moderat, yakni Muslim yang menyebarluaskan dimensi-dimensi kunci peradaban demokrasi, termasuk di dalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, serta menerima sumber-sumber hukum nonsectarian.
Sangat jelas yang mereka bidik sebenarnya dalam moderasi beragama adalah umat Islam. muslim moderat adalah sosok muslim yang menerima, mengadopsi, menyebarkan dan menjalankan pemahaman Islam ala Barat. Sebagai umat Islam kita tentunya harus sadar dan saling menyadarkan untuk bersikap kritis terhadap konsep moderasi beragama. Sejatinya moderasi beragama ini bukanlah asli kebijakan pemerintah saat ini, melainkan sekadar meneruskan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Model Masyarakat yang Dirindukan
Rasulullah SAW diutus membawa risalah Islam untuk diterapkan mengatur seluruh umat manusia. Beliau tauladan yang sempurna memberikan contoh membangun masyarakat yang mulia berdampingan dengan suku dan agama yang berbeda. Jika kita membaca secara saksama literatur tepercaya mengenai masyarakat Madinah, kita akan menemukan bahwa kondisi masyarakatnya memang plural, terdiri dari berbagai bangsa dan suku.
Beliau tidak menggunakan konsep moderasi beragama. Beliau menjadikan wahyu Allah saja satu-satunya sebagai pedoman dalam mengatur membentuk dan menjaga masyarakat. Hal ini terbukti dengan adanya Piagam Madinah. Dalam pasal 23 disebutkan, “Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘Azza wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.” Kemudian dikuatkan dengan pasal 42, “Apabila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, penyelesaiannya diserahkan menurut (ketentuan) Allah ‘Azza wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.” Ini membuktikan bahwa syariat Islamlah yang dijadikan sebagai hukum negara, bukan berdasarkan kesepakatan.
Sejarah mencatat selama kurang lebih tiga belas abad kehidupan masyarakat seperti yang beliau contohkan dilanjutkan. Ketika perlahan satu-persatu aturan agama ditinggalkan dalam mengatur kehidupan masyarakat sejak itulah terjadi kekacauan masyarakat. Terpecah belah oleh penjajah, tersekat-sekat oleh pengaruh pemikiran Barat.
Bukankah kita merindukan hidup seperti bersama Rasulullah, merindukan menjadi hamba yang taat kepada Allah. Hanya dengan membangun masyarakat yang menerapkan Syariah Islam secara kaaffah insya Allah berkah dan terwujud masyarakat harmonis seperti yang selama ini kita rindukan. Wallahu ‘alam bishowab.