
BANJARMASIN – KemenPPPA meminta aparat penegak hukum mengacu pada Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dalam menyelesaikan kasus kekerasan terhadap anak di SMA di Kota Banjarmasin.
“Kami mendorong penyelesaian kasus ini mengedepankan prinsip-prinsip untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan mengacu pada UU SPPA,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, Rabu (2/8).
Ia menyebutkan, setelah kejadian, UPTD PPA Kalsel, UPTD PPA Kota Banjarmasin, dan Dinas Pendidikan Kalsel telah melakukan penjangkauan ke sekolah untuk pemantauan dan meminta klarifikasi.
UPTD PPA Kalsel dan UPTD PPA Kota Banjarmasin juga melakukan penjangkauan terhadap pelaku anak yang mendekam di Polresta Banjarmasin guna pendampingan hukum.
“UPTD PPA Kalsel dan UPTD PPA Kota Banjarmasin melakukan koordinasi dengan Kepolisian, melakukan penjangkauan terhadap korban anak di RSUD,” katanya.
Ia menambahkan, seluruh biaya pengobatan korban ditanggung oleh Dinas Kesehatan dan Dinas PPPA Kalsel.
Sementara, Tim Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Banjarmasin memberikan pendampingan terhadap pelaku karena termasuk kategori anak berkonflik dengan hukum (ABH).
“Tim Pembimbing Kemasyarakatan (PK) yang melaksanakan penugasan terdiri satu orang PK Madya Sayuti, dan dua orang PK Muda Kaspul Anwar dan Abdul Hair,” kata Kepala Bapas Kelas I Banjarmasin Pudjiono Gunawan.
Langkah Bapas itu menindaklanjuti surat permohonan dari Polresta Banjarmasin Nomor B/684/VIII/2023/Reskrim tanggal 02 Agustus 2023, perihal pendampingan dan pembuatan penelitian kemasyarakatan terhadap ABH.
Berdasarkan UU SPPA, seorang anak yang belum berusia 18 tahun yang menjadi tersangka dalam sebuah peristiwa tindak pidana dan menjalani proses hukum, wajib didampingi oleh PK.
Selain melakukan pendampingan, pembimbing kemasyarakatan juga dapat memberikan rekomendasi yang dituangkan dalam laporan penelitian kemasyarakatan (litmas), untuk digunakan oleh aparat penegak hukum lainnya dalam proses penyelesaian perkara tindak pidana yang terjadi.
Pudjiono menyebutkan, pendampingan juga diberikan terhadap pihak korban yang merupakan kawan sekelas pelaku yang sama-sama anak di bawah umur.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU SPPA, kewenangan pendampingan terhadap seorang anak yang menjadi korban tindak pidana menjadi tanggung jawab dari pekerja sosial profesional dari dinas sosial atau kementerian sosial.
Pudjiono berpesan, tim yang ditunjuk bisa bekerja dengan semaksimal mungkin untuk mendampingi ABH agar benar-benar mendapatkan keadilan dan tidak mendapatkan hukuman penjara.
Ia juga berharap agar diadakan penyuluhan hukum di sekolah-sekolah guna mengantisipasi kejadian serupa. ant