
Istilah sastra, mungkin, bukanlah sesuatu yang asing lagi di telinga kita. Merujuk kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), istilah sastra diartikan sebagai bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari).
Sementara menurut Aristoteles, sastra ialah suatu karya untuk menyampaikan pengetahuan yang menyatakan kenikmatan unik dan memperkaya wawasan seorang perihal kehidupan. Dalam buku Pengantar Ilmu Sastra oleh M. Atar Semi disebutkan bahwa karya sastra lahir karena dorongan manusia, untuk mengungkap tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan masalah semesta.
Selain itu, suatu karya sastra juga bisa lahir dari upaya pengungkapan kebudayaan suatu daerah. Yang kemudian, disebut dengan sastra daerah.
Indonesia, negara yang terdiri dari pelbagai suku dan budaya tersebut. Tentu, secara otomatis akan memiliki kekayaan sastra daerah yang tidak terhitung. Seperti, suku Jawa. Suku yang bahasa daerahnya merupakan bahasa Jawa tersebut, memiliki sastra Jawa dengan pelbagai subetniknya.
Misalnya, sastra Jawa Timur Surabayaan, sastra Jawa subetnik Tegal, sastra Jawa subetnik Padalungan, sastra Jawa subetnik Osing, dan lain-lain. Begitupun dengan suku Sunda dengan sastra Sundanya, suku Bali dengan sastra Balinya, suku Aceh dengan sastra Aceh dan Gayonya, dan masih banyak lagi sastra-sastra daerah lainnya. Tetapi, banyaknya jumlah sastra daerah yang dimiliki oleh Indonesia, tidak serta merta didukung dengan upaya pewarisannya. Sehingga, akibatnya, banyak generasi muda yang hari ini mulai lupa dengan sastra daerahnya masing-masing. Mereka malah lebih kagum dan tertarik dengan sastra yang berasal dari negara lain, yang bisa jadi nilai-nilai yang dibawanya tidak sesuai dengan identitas bangsa kita, Indonesia.
Sekolah, sebagai tempat peningkatan pengetahuan dan penanaman karakter seseorang, harusnya lebih dahulu menyadari tentang degradasi pengetahuan generasi muda terkait sastra daerahnya masing-masing. Sehingga, dengan demikian, sekolah akan hadir sebagai solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.
Apalagi di sekolah terdapat mata mata pelajaran muatan lokal dan kegiatan ekstrakurikuler yang seharusnya dapat menjadi solusi untuk memecahkan persoalan.
Tetapi, nyatanya tidaklah demikian. masih sedikit sekolah yang menjadikan mata pelajaran muatan lokal untuk mempelajari sastra daerah. Seolah ada anggapan “Ketinggalan Zaman” untuk mempelajarinya. Ditambah lagi dengan dengan munculnya pelbagai teknologi digital dalam dunia pendidikan, membuat semua orang dapat mengakses apapun yang ia inginkan. Sehingga, pembelajaran sastra daerah di sekolah semakin tersingkirkan.
Padahal, peran sastra daerah begitu vital. Dengan mempelajarinya, seseorang mampu mengetahui sejarah yang berkembang di daerahnya masing-masing. Dengan demikian, ia akan menyesuaikan dirinya dengan budaya yang berlaku di daerahnya masing-masing. Begitu juga dengan Gagasan, inovasi, dan kreasi yang dihasilkan, juga akan disesuaikan dengan budaya setempat. Serta masih banyak keuntungan-keuntungan lain yang bisa didapatkan. Untuk itu, sekolah mesti benar-benar menjalankan perannya dalam mempertahankan warisan sastra daerah.
Dalam hal ini, upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan peran tersebut, diantaranya, yaitu, pertama, pemerintah dapat menetapkan kebijakan untuk menjadikan mata pelajaran muatan lokal sebagai sarana pembelajaran sastra daerah.
Kebijakan tersebut hendaknya menjadi suatu kewajiban yang dilakukan oleh setiap sekolah. Kemudian, agar diperoleh hasil yang maksimal. Maka, kebijakan tersebut dapat didukung dengan fasilitas dan SDM yang memadai. Sehingga, selain capaian akan maksimal, masing-masing sekolah juga tidak ada alasan lagi untuk tidak mengindahkan kebijakan tersebut.
Kedua, mengupayakan program ekstrakurikuler untuk pembelajaran sastra daerah. Sebagai program pembelajaran tambahan yang biasa dilakukan di setiap sekolah. Program ekstrakurikuler dapat dijadikan sebagai salah satu program peningkatan minat dan kapasitas peserta didik tentang sastra daerah. Mereka akan memperoleh materi pendalaman seputar sastra di daerahnya masing-masing. Diharapkan, melalui program tersebut, pemahaman peserta didik mengenai sastra daerahnya semakin kuat.
Sehingga, kedepannya, mereka akan menjadi agen pewaris sastra daerah bagi generasi-generasi berikutnya. Dengan demikian, sastra daerah akan tetap terwariskan dan terjaga keasliannya.
Ketiga, memanfaatkan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar sastra daerah. Umumnya, perpustakaan di sekolah jarang sekali termanfaatkan dengan baik. Keberadaannya, seringkali hanya dijadikan pelengkap syarat akreditasi. Padahal di dalam bangunan tersebut tersimpan mutiara ilmu yang begitu banyak, sayang sekali jika dibiarkan begitu saja.
Untuk itu, sekolah mesti melakukan revitalisasi fungsi perpustakaannya. Yang langkah utamanya adalah dengan meningkatkan koleksi buku bacaannya. Dalam hal ini, sebaiknya, koleksi buku bacaan tersebut dapat memuat pelbagai buku sastra daerah. Baik berupa kumpulan cerita, puisi, syair, dan lain-lain. Tetapi, dengan itu saja sebenarnya belum cukup.
Apalagi, menurut informasinya, Indonesia sedang mengalami darurat literasi, satu dari dua anak Indonesia dinyatakan memiliki minat membaca yang rendah. Untuk itu, selain menyediakan pelbagai koleksi bacaan, pengelola perpustakaan sekolah juga mesti mampu mengemas program – program menarik, untuk meningkatkan minat membaca peserta didik.
Namun, dibalik semua upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk mempertahankan warisan sastra daerah. Dibutuhkan juga, kolaborasi dengan pelbagai elemen, seperti orang tua dan masyarakat. Orang tua dapat berperan sebagai pengontrol dan pembimbing kebijakan yang diupayakan oleh sekolah. Sementara masyarakat dapat berperan sebagai penyeimbang dan role model agar sastra daerah tetap terjaga.
Sekali lagi, upaya mempertahankan eksistensi sastra daerah begitu penting. Sebab upaya tersebut, menjadi pelecut semangat untuk menjaga keaslian nilai-nilai kesusastraan di Indonesia. Yang juga merupakan salah satu dari tiga program prioritas yang dilakukan oleh Kemendikbudristek saat ini.
Untuk itu, dibutuhkan pelbagai upaya dan juga inovasi, agar sastra di Indonesia, khususnya sastra daerah dapat terus diwariskan dan terjaga keasliannya.