OLEH : Addini Rahmah S.Sos (Pemerhati Sosial Masyarakat)
Ironi, hidup di negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, namun kasus pelecehan seksual pada anak cukup tinggi. Hampir setiap hari disajikan berita tentang kasus pelecehan seksual anak di bawah umur yang menyesakkan dada serta membuat hati orang tua meronta dan ngilu bagaikan disayat sembilu. Baru-baru ini kembali terjadi lagi kasus pelecehan terhadap anak di Kalimantan Selatan, miris dan sedih melihat berita ini. Pelecehan homoseksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Banjarmasin dimana parahnya pelakunya seorang oknum pengajar sekolah dasar yang ada di Banjarmasin. Sedangkan korban yang diketahui berjumlah tujuh orang anak tersebar di Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar.
Aksi pelaku berinisial MPH (28) dilakukan dalam kurun waktu setahun ini sejak Agustus 2022 hingga Mei 2023. Modus kejahatan pelecehannya diawali dengan membuat akun Jasmine di Telegram. Menggunakan nama samaran perempuan yang bertujuan untuk melakukan prank, memancing korban untuk membuat video tak senonoh. Selain itu, MPH juga membuat akun Instagram @loveyourloveeer, fungsinya mengancam korban. Bila tak mau menuruti kemauan pelaku, akan menyebarkan video tak senonoh itu. Dengan strategi itu, mangsa pertamanya akhirnya mau menuruti permintaan pelaku dan semua aksi tak senonoh tersebut direkam pelaku. Kemudian hasil rekaman tersebut juga dikirimkan pelaku ke WhatsApp Grup bernama Pokmay beranggotakan beberapa orang yang diduga mengalami kelainan seks. (kalsel.prokal.co 22/06/2023)
Guru yang seharusnya melindungi anak didiknya, ini malah melakukan pelecehan. Sekolah yang mestinya menjadi tempat ternyaman dan teraman bagi anak-anak malah menjadi benih munculnya predator anak yang siap memangsa mereka. Sehingga fitrah anak mereka rusak sejak dini, ada apa dengan dunia pendidikan saat ini. Generasi terancam guru tidak lagi menjadi panutan dan hukum seakan mati rasa bagi para pelaku itu sendiri. Dimana anak seharusnya mendaatkan hak dan salah satunya adalah mendaatkan perlindungan di lingkungan sekolah. Tapi pada kenyataannya mereka malah mengalami pelecehan.
Mencuatnya kasus pelecehan pada anak ini bukan hanya semata-mata kesalahan individu saja, tapi ini kesalahan sistemik, hal ini terjadi karena pembiaran paham sekularisme dan liberalisme tumbuh subur di negeri ini. Penerapan faham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, dan pemisahan agama dari kekuasaan tidak menjadikan akidah islam sebagai landasan hukum. Negara hanya memfasilitasi rakyatnya dengan ibadah ritual saja, seperti sholat, zakat, puasa, dan haji saja, namun mengabaikan aturan islam lainnya yang harus diterapkan dalam negara, seperti salah satunya tidak menerapkan sanksi sesuai syariah. Maka kasus kriminal merajalela, salah satunya kasus pelecehan homoseksual terhadap anak yang sekarang marak terjadi.
Sulit rasanya menutupi fakta bahwa sistem kehidupan saat ini benar-benar rusak. Bencana kerusakan moral luar biasa melanda hampir di seluruh daerah di Indonesia. Ini bukanlah sebuah kebetulan dan tidak bisa dipandang hanya sebagai sebuah fenomena akhir zaman. Kerusakan moral ini terjadi sebagai buah dari racun liberalisme yang mengatasnamakan kebebasan berperilaku yang dijunjung tinggi di balik kata Hak Asasi Manusia (HAM). Akibatnya ketika agama tak dijadikan fondasi dalam berperilaku. Akhirnya setiap orang bebas berbuat mengikuti hawa nafsunya. Sistem liberal juga menjadi habitat nyaman bagi kaum homoseksual. Sebab liberalisme memaklumi hal tersebut sebagai bagian dari takdir seseorang.
Homoseksual adalah sebuah penyimangan dari fitrah manusia. Padahal manusia telah Allah ciptakan sesuai dengan fitrahnya, laki-laki dan perempuan. Kecenderuangan seksual di antara keduanya adalah fitrah alami yang diciptakan Allah pada diri manusia. Namun, jika kecenderungan seksual tersebut terjadi dengan sesama jenisnya, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan, maka hal itu merupakan bentuk penyimpangan seksual yang dilaknat Allah. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” [Al-A’raaf: 81]. Selain itu, di dalam Islam, orang yang melakukan perilaku liwath harus dihukum mati. Karena perilaku tersebut merupakan bentuk penyimpangan dan perilaku yang menjijikkan.
Adapun teknis penjatuhan sanksinya adalah dengan menjatuhkannya dari gedung tertinggi di kota tempat tinggalnya dengan posisi kepala di bawah. Inilah cara Islam menjaga agar setiap orang berperilaku sesuai tuntunan syariat. Sanksi Islam tersebut juga mampu menimbulkan efek jera pada masyarakat seluruhnya. Sehingga mereka tak akan berani melakukan penyimpangan yang sama. Begitulah sanksi dalam Islam, bersifat jawazir (pemberi efek jera) dan jawabir (penebus dosa).
Hanya dalam islamlah perilaku homoseksual bisa di berangus dan diberantas, sehingga pelecehan terhadap anak dapat dicegah dan anak-anak muslim terjaga dari predator anak. Anak-anak akan hanya merasa aman dan nyaman dalam lindungan syariat sistem islam. Wallahu’alam bissawab.