Jumat, Juli 4, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kontroversi Ponpes Al-Zaytun, Negara Enggan Menjaga Akidah Umat

by matabanua
11 Juli 2023
in Opini
0

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)

Pendiri Pondok pesantren Al-Zaytun Indramayu, Jawa Barat, Panji Gumilang memberikan pernyataan kontroversial. Ia mengungkapkan, akan memberikan kesempatan bagi santri putri untuk menjadi khatib salat Jumat. Kesempatan bagi perempuan untuk menjadi khatib dalam salat Jumat akan digelar dalam waktu dekat, tepatnya saat salat Jumat berjemaah di Al-Zaytun.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

“Ini sebentar lagi khatib Jumat di Ponpes bakal dari pelajar putri,” ungkap Panji Gumilang di dalam kanal YouTube Al Zaytun Official pada Selasa (2-5-2023). Hal ini pun lantas memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Pasalnya, pada dasarnya khatib salat Jumat hanya dilakukan oleh seorang laki-laki yang sudah balig serta berilmu. Diduga telah mengajarkan ajaran sesat kepada para santrinya, bermula dari terungkapnya praktik janggal yang dilakukan di pesantren itu.

Di antara kejanggalan itu, misalnya, mengubah ketentuan haji dan melempar jumrah. Mereka mengatakan bahwa menunaikan ibadah haji bisa dilaksanakan di Al-Zaytun, yaitu dengan mengelilingi pesantren seluas 1.200 hektar itu dengan memakai mobil. Selain itu, pimpinan pondok juga mengubah syahadat dari “Tiada tuhan selain Allah” menjadi “Tidak ada negara, selain negara Islam”, serta mencampuradukkan saf salat pria dan wanita.

Kini, pemimpinnya, Panji Gumilang, mengeluarkan pernyataan-pernyataan sesat, seperti bermazhab Soekarno, bolehnya berzina asal ditebus, menyebut Indonesia Tanah Suci sama seperti tanah Haram Makkah, hingga mengakui dirinya komunis. Ia juga menggemakan salam Israel dan mendukung pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel.

Panji Gumilang bahkan meragukan Al-Qur’an sebagai kalam Allah Taala. Ia menyebut jika kitab suci umat Islam ini merupakan kalam Nabi Muhammad saw. Kontroversi Al-Zaytun ini jelas membuat sejumlah ormas Islam, seperti Persis, PWNU Jabar, MUI Jabar, juga MUI Pusat, merekomendasikan agar pemerintah segera menindak Al-Zaytun. Forum Ulama Umat Islam (FUUI) juga meminta pemerintah untuk tidak menunggu lama lagi agar menindak Al-Zaytun. (Republika, 19-6-2023).

Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali meminta aparat penegak hukum untuk segera menindak pondok pesantren Al Zaytun yang diduga mengajarkan ajaran menyimpang. Ia melihat keberadaan pesantren itu lahir dan ada dari kepentingan politik pada zaman orde baru. “Gak ada alasan aparat membiarkan, kalau 21 tahun lalu sejauh kita ketahui itu (ada) kepentingan politik di masa orde baru masa mau terus dibiarkan,” ungkap dia melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

“Intinya kita melihat pemerintah dan aparat, gak ada alasan lagi membiarkan Al Zaytun dengan ajaran itu,” ucap dia. Ia pun berharap Kementerian Agama (Kemenag) untuk lebih fokus menyelesaikan permasalahan tersebut dan berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia. “Berharap Kemenag, masa Kemenag berbeda dengan MUI,” ungkap dia.

Kasus Al-Zaytun ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Pada 2012, MUI melakukan investigasi dan merekomendasikan pemerintah untuk melakukan penindakan karena Al-Zaytun sudah terindikasi menyimpang. Namun, pemerintah tidak juga melakukan tindakan apa pun, bahkan banyak pejabat negara yang berkunjung ke ponpes terbesar di Asia Tenggara ini. Hanya saja, saat itu Al-Zaytun memang tidak lagi bersikap provokatif dan mampu menyembunyikan ide menyimpangnya.

Merasa sudah kuat dengan 14 juta pengikut yang diklaimnya, sekarang Al-Zaytun mulai terbuka mengekspose diri dan terang-terangan menunjukkan berbagai penyimpangan dari agama Islam. Sikap pemerintah yang seolah mendiamkan Al-Zaytun sebenarnya bisa dimengerti apabila kita melihat program moderasi beragama yang diadopsinya. Moderasi diukur dalam empat indikator, di antaranya toleransi, antikekerasan, komitmen kebangsaan, serta pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal atau konteks Indonesia yang multikultural dan multiagama.

Menanggapi banyaknya aliran sesat yang muncul di Indonesia, cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan, ini bukti pemerintah abai “Ini sesungguhnya menunjukkan kepada kita betapa pemerintah atau pemimpin yang ada ini hari itu abai terhadap satu tugas pokok dan fungsi yang sangat penting dari seorang pemimpin menurut Islam,” ungkapnya di acara Focus to The Point: “Az-Zaitun Diduga Sesat, kok Seperti Dibiarkan?” melalui kanal UIY Official, Kamis (22-6-2023).

UIY menegaskan, bukan hanya Al-Zaytun, tetapi di negeri ini ada lebih dari 250 aliran sesat. “Bagaimana mungkin di negeri yang mayoritas muslim ini sampai segitu banyaknya, dan herannya aliran sesat apa pun itu ada pengikutnya,” cetusnya. Meski demikian, dalam penilaian UIY, negara selalu tidak tuntas menyelesaikan aliran-aliran sesat itu. UIY juga menyebut banyaknya orang yang mengikuti aliran sesat itu karena mereka tidak punya pengetahuan.

“Di situlah pentingnya peran keluarga sebagai pendidik pertama. Kemudian yang kedua kelompok dakwah, organisasi, dan sebagainya. Yang ketiga, pemerintah. Ketiganya harus bersinergi memahamkan agama dan melindungi rakyat yang mayoritas muslim dari paparan aliran-aliran sesat,” ujarnya. Pedoman yang digunakan, sambungnya, tidak lain adalah Kitabullah dan Sunah Rasulullah karena Nabi berpesan,

“Aku tinggalkan dua perkara yang kalau kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul.” Menurut UIY, memilih menjadi muslim atau bukan muslim itu menjadi hak seseorang, tetapi begitu sudah menjadi muslim, maka kewajibannya mengikuti aturan Islam. Realitas Al-Zaytun ini layak memantik daya kritis kita. Sikap berat sebelah penguasa yang mengesankan pembiaran terhadap mereka justru lebih tampak sebagai sikap memusuhi Islam.

Pada saat yang sama, beragam monsterisasi dan kriminalisasi terhadap ajaran Islam terus berlangsung. Berbagai persekusi dan intimidasi forum pengajian dengan dalih pemberantasan radikalisme juga masih belum berhenti. Tambahan lagi, islamofobia juga ibarat arus yang sengaja dideraskan. Berbagai simbol Islam dinarasikan negatif dan dituding intoleran. Ajaran Islam dijadikan lelucon di panggung-panggung komedian.

Sementara itu, pemikiran moderasi beragama justru dijejalkan di sistem pendidikan, terutama pendidikan Islam agar Islam tampil “lebih ramah”, padahal itu upaya sistemis untuk mengaburkan makna Islam kafah. Belum lagi maraknya ide-ide sesat kaum sesama yang makin meracuni generasi muda hingga ke ranah privat di gawai-gawai mereka. Juga badai liberalisasi seksual dan pergaulan bebas dalam pergaulan antarlawan jenis yang tidak kalah berbahaya. Selanjutnya, perihal generasi muda muslim yang berprestasi, penguasa memberi ruang yang begitu luas bagi mereka yang berhasil menyandingkan simbol Islam dengan ide-ide Barat.

Islam telah menggariskan adanya kebebasan bagi umat beragama lain menjalankan agamanya. Bahkan, Allah menegaskan tidak adanya paksaan dalam agama (lihat QS Al-Baqarah: 256). Oleh sebab itu, Islam membebankan tanggung jawab kepada negara sebagai institusi penerap syariat untuk menjaga kebebasan dan toleransi beragama. Pada masa Rasulullah saw., kita mendapati adanya Piagam Madinah. Pada masa Umar bin Khaththab, ada Perjanjian Umariyyah yang ditetapkan untuk menjamin kebebasan menjalankan agama bagi kaum muslim, Yahudi, dan Nasrani.

Namun, di sisi lain, Islam mewajibkan negara untuk melindungi akidah umat dari perusakan akidah dan agama. Tersebab itulah, tidak ada toleransi bagi kaum munafik dan perusak agama. Rasulullah saw. telah memerintahkan untuk membakar Masjid Dhirar yang didirikan kaum munafik untuk meragukan umat dalam agama. Kewajiban negara untuk menjaga akidah dan agama umat, dapat kita pahami dari penyampaian Rasulullah saw.,

“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Hal ini termasuk berlindung dari perusakan akidah dan agama. Rasulullah saw. juga bersabda, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

“Pengurus” di sini adalah pelaksana semua urusan rakyat, termasuk penjagaan akidah dan agama mereka. Demikianlah, betapa besarnya tanggung jawab negara terhadap umat sehingga sudah selayaknya negara tidak abai dan mengambil tindakan tegas terhadap para perusak agama. Allah Taala berfirman dalam TQS Al-Ahzab: 48,

“Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu. Janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pelindung.”

Menjadikan individu sebagai benteng utama penjagaan akidah adalah wujud ketakadilan. Ini karena Islam telah memerintahkan penerapan syariat Islam kafah yang tentu saja membutuhkan naungan sistemis, yakni melalui tegaknya Khilafah. Firman Allah Taala,

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah : 208).

Khilafah merupakan satu-satunya sistem kehidupan yang mampu berperan penuh untuk menjaga akidah warga negaranya beserta kelurusannya. Khilafah justru berkepentingan untuk mengedukasi dan membina warganya perihal aturan Islam. Ini karena Islam ibarat napas dan aliran darah bagi kehidupan sehari-hari manusia. Kehidupan berlandaskan akidah Islam bukanlah kehidupan sempit layaknya kehidupan sekuler. Islam akan membuat hidup para pemeluknya menjadi hidup lapang dan tenang karena Islam sesuai fitrah mereka.

Di sisi lain, Khilafah tidak akan memberikan celah sedikit pun bagi berkembangnya ide-ide sesat sebagaimana produk Al-Zaytun maupun yang serupa dengannya. Khilafah justru menjadikan dakwah dan jihad sebagai visi-misi negara untuk terus menjaga kejayaan Islam. Allah Taala berfirman dalam TQS Al-A’raf: 96,

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Masa kehidupan seorang muslim semestinya menjadi momentum emas untuk menabung hujah kebenaran berdasarkan Islam, ketika di sisi lain ada peringatan mengenai sempitnya hidup akibat jauh dari takwa. Ketakwaan haruslah kita jadikan kunci kesuksesan dalam kehidupan. Sungguh, hanya hidup berkah di bawah naungan Khilafah saja yang layak kita cita-citakan.

Ponpes Al-Zaytun,

Nor Faizah Rahmi,

Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja,

Panji Gumilang, ,

Kontroversi Ponpes Al-Zaytun, Negara Enggan Menjaga Akidah Umat

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)

Pendiri Pondok pesantren Al-Zaytun Indramayu, Jawa Barat, Panji Gumilang memberikan pernyataan kontroversial. Ia mengungkapkan, akan memberikan kesempatan bagi santri putri untuk menjadi khatib salat Jumat. Kesempatan bagi perempuan untuk menjadi khatib dalam salat Jumat akan digelar dalam waktu dekat, tepatnya saat salat Jumat berjemaah di Al-Zaytun.

“Ini sebentar lagi khatib Jumat di Ponpes bakal dari pelajar putri,” ungkap Panji Gumilang di dalam kanal YouTube Al Zaytun Official pada Selasa (2-5-2023). Hal ini pun lantas memicu kontroversi di kalangan masyarakat. Pasalnya, pada dasarnya khatib salat Jumat hanya dilakukan oleh seorang laki-laki yang sudah balig serta berilmu. Diduga telah mengajarkan ajaran sesat kepada para santrinya, bermula dari terungkapnya praktik janggal yang dilakukan di pesantren itu.

Di antara kejanggalan itu, misalnya, mengubah ketentuan haji dan melempar jumrah. Mereka mengatakan bahwa menunaikan ibadah haji bisa dilaksanakan di Al-Zaytun, yaitu dengan mengelilingi pesantren seluas 1.200 hektar itu dengan memakai mobil. Selain itu, pimpinan pondok juga mengubah syahadat dari “Tiada tuhan selain Allah” menjadi “Tidak ada negara, selain negara Islam”, serta mencampuradukkan saf salat pria dan wanita.

Kini, pemimpinnya, Panji Gumilang, mengeluarkan pernyataan-pernyataan sesat, seperti bermazhab Soekarno, bolehnya berzina asal ditebus, menyebut Indonesia Tanah Suci sama seperti tanah Haram Makkah, hingga mengakui dirinya komunis. Ia juga menggemakan salam Israel dan mendukung pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel.

Panji Gumilang bahkan meragukan Al-Qur’an sebagai kalam Allah Taala. Ia menyebut jika kitab suci umat Islam ini merupakan kalam Nabi Muhammad saw. Kontroversi Al-Zaytun ini jelas membuat sejumlah ormas Islam, seperti Persis, PWNU Jabar, MUI Jabar, juga MUI Pusat, merekomendasikan agar pemerintah segera menindak Al-Zaytun. Forum Ulama Umat Islam (FUUI) juga meminta pemerintah untuk tidak menunggu lama lagi agar menindak Al-Zaytun. (Republika, 19-6-2023).

Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali meminta aparat penegak hukum untuk segera menindak pondok pesantren Al Zaytun yang diduga mengajarkan ajaran menyimpang. Ia melihat keberadaan pesantren itu lahir dan ada dari kepentingan politik pada zaman orde baru. “Gak ada alasan aparat membiarkan, kalau 21 tahun lalu sejauh kita ketahui itu (ada) kepentingan politik di masa orde baru masa mau terus dibiarkan,” ungkap dia melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

“Intinya kita melihat pemerintah dan aparat, gak ada alasan lagi membiarkan Al Zaytun dengan ajaran itu,” ucap dia. Ia pun berharap Kementerian Agama (Kemenag) untuk lebih fokus menyelesaikan permasalahan tersebut dan berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia. “Berharap Kemenag, masa Kemenag berbeda dengan MUI,” ungkap dia.

Kasus Al-Zaytun ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Pada 2012, MUI melakukan investigasi dan merekomendasikan pemerintah untuk melakukan penindakan karena Al-Zaytun sudah terindikasi menyimpang. Namun, pemerintah tidak juga melakukan tindakan apa pun, bahkan banyak pejabat negara yang berkunjung ke ponpes terbesar di Asia Tenggara ini. Hanya saja, saat itu Al-Zaytun memang tidak lagi bersikap provokatif dan mampu menyembunyikan ide menyimpangnya.

Merasa sudah kuat dengan 14 juta pengikut yang diklaimnya, sekarang Al-Zaytun mulai terbuka mengekspose diri dan terang-terangan menunjukkan berbagai penyimpangan dari agama Islam. Sikap pemerintah yang seolah mendiamkan Al-Zaytun sebenarnya bisa dimengerti apabila kita melihat program moderasi beragama yang diadopsinya. Moderasi diukur dalam empat indikator, di antaranya toleransi, antikekerasan, komitmen kebangsaan, serta pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif terhadap budaya lokal atau konteks Indonesia yang multikultural dan multiagama.

Menanggapi banyaknya aliran sesat yang muncul di Indonesia, cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan, ini bukti pemerintah abai “Ini sesungguhnya menunjukkan kepada kita betapa pemerintah atau pemimpin yang ada ini hari itu abai terhadap satu tugas pokok dan fungsi yang sangat penting dari seorang pemimpin menurut Islam,” ungkapnya di acara Focus to The Point: “Az-Zaitun Diduga Sesat, kok Seperti Dibiarkan?” melalui kanal UIY Official, Kamis (22-6-2023).

UIY menegaskan, bukan hanya Al-Zaytun, tetapi di negeri ini ada lebih dari 250 aliran sesat. “Bagaimana mungkin di negeri yang mayoritas muslim ini sampai segitu banyaknya, dan herannya aliran sesat apa pun itu ada pengikutnya,” cetusnya. Meski demikian, dalam penilaian UIY, negara selalu tidak tuntas menyelesaikan aliran-aliran sesat itu. UIY juga menyebut banyaknya orang yang mengikuti aliran sesat itu karena mereka tidak punya pengetahuan.

“Di situlah pentingnya peran keluarga sebagai pendidik pertama. Kemudian yang kedua kelompok dakwah, organisasi, dan sebagainya. Yang ketiga, pemerintah. Ketiganya harus bersinergi memahamkan agama dan melindungi rakyat yang mayoritas muslim dari paparan aliran-aliran sesat,” ujarnya. Pedoman yang digunakan, sambungnya, tidak lain adalah Kitabullah dan Sunah Rasulullah karena Nabi berpesan,

“Aku tinggalkan dua perkara yang kalau kalian berpegang teguh kepada keduanya, kalian tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul.” Menurut UIY, memilih menjadi muslim atau bukan muslim itu menjadi hak seseorang, tetapi begitu sudah menjadi muslim, maka kewajibannya mengikuti aturan Islam. Realitas Al-Zaytun ini layak memantik daya kritis kita. Sikap berat sebelah penguasa yang mengesankan pembiaran terhadap mereka justru lebih tampak sebagai sikap memusuhi Islam.

Pada saat yang sama, beragam monsterisasi dan kriminalisasi terhadap ajaran Islam terus berlangsung. Berbagai persekusi dan intimidasi forum pengajian dengan dalih pemberantasan radikalisme juga masih belum berhenti. Tambahan lagi, islamofobia juga ibarat arus yang sengaja dideraskan. Berbagai simbol Islam dinarasikan negatif dan dituding intoleran. Ajaran Islam dijadikan lelucon di panggung-panggung komedian.

Sementara itu, pemikiran moderasi beragama justru dijejalkan di sistem pendidikan, terutama pendidikan Islam agar Islam tampil “lebih ramah”, padahal itu upaya sistemis untuk mengaburkan makna Islam kafah. Belum lagi maraknya ide-ide sesat kaum sesama yang makin meracuni generasi muda hingga ke ranah privat di gawai-gawai mereka. Juga badai liberalisasi seksual dan pergaulan bebas dalam pergaulan antarlawan jenis yang tidak kalah berbahaya. Selanjutnya, perihal generasi muda muslim yang berprestasi, penguasa memberi ruang yang begitu luas bagi mereka yang berhasil menyandingkan simbol Islam dengan ide-ide Barat.

Islam telah menggariskan adanya kebebasan bagi umat beragama lain menjalankan agamanya. Bahkan, Allah menegaskan tidak adanya paksaan dalam agama (lihat QS Al-Baqarah: 256). Oleh sebab itu, Islam membebankan tanggung jawab kepada negara sebagai institusi penerap syariat untuk menjaga kebebasan dan toleransi beragama. Pada masa Rasulullah saw., kita mendapati adanya Piagam Madinah. Pada masa Umar bin Khaththab, ada Perjanjian Umariyyah yang ditetapkan untuk menjamin kebebasan menjalankan agama bagi kaum muslim, Yahudi, dan Nasrani.

Namun, di sisi lain, Islam mewajibkan negara untuk melindungi akidah umat dari perusakan akidah dan agama. Tersebab itulah, tidak ada toleransi bagi kaum munafik dan perusak agama. Rasulullah saw. telah memerintahkan untuk membakar Masjid Dhirar yang didirikan kaum munafik untuk meragukan umat dalam agama. Kewajiban negara untuk menjaga akidah dan agama umat, dapat kita pahami dari penyampaian Rasulullah saw.,

“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Hal ini termasuk berlindung dari perusakan akidah dan agama. Rasulullah saw. juga bersabda, “Imam adalah pengurus dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

“Pengurus” di sini adalah pelaksana semua urusan rakyat, termasuk penjagaan akidah dan agama mereka. Demikianlah, betapa besarnya tanggung jawab negara terhadap umat sehingga sudah selayaknya negara tidak abai dan mengambil tindakan tegas terhadap para perusak agama. Allah Taala berfirman dalam TQS Al-Ahzab: 48,

“Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu. Janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai Pelindung.”

Menjadikan individu sebagai benteng utama penjagaan akidah adalah wujud ketakadilan. Ini karena Islam telah memerintahkan penerapan syariat Islam kafah yang tentu saja membutuhkan naungan sistemis, yakni melalui tegaknya Khilafah. Firman Allah Taala,

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah : 208).

Khilafah merupakan satu-satunya sistem kehidupan yang mampu berperan penuh untuk menjaga akidah warga negaranya beserta kelurusannya. Khilafah justru berkepentingan untuk mengedukasi dan membina warganya perihal aturan Islam. Ini karena Islam ibarat napas dan aliran darah bagi kehidupan sehari-hari manusia. Kehidupan berlandaskan akidah Islam bukanlah kehidupan sempit layaknya kehidupan sekuler. Islam akan membuat hidup para pemeluknya menjadi hidup lapang dan tenang karena Islam sesuai fitrah mereka.

Di sisi lain, Khilafah tidak akan memberikan celah sedikit pun bagi berkembangnya ide-ide sesat sebagaimana produk Al-Zaytun maupun yang serupa dengannya. Khilafah justru menjadikan dakwah dan jihad sebagai visi-misi negara untuk terus menjaga kejayaan Islam. Allah Taala berfirman dalam TQS Al-A’raf: 96,

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Masa kehidupan seorang muslim semestinya menjadi momentum emas untuk menabung hujah kebenaran berdasarkan Islam, ketika di sisi lain ada peringatan mengenai sempitnya hidup akibat jauh dari takwa. Ketakwaan haruslah kita jadikan kunci kesuksesan dalam kehidupan. Sungguh, hanya hidup berkah di bawah naungan Khilafah saja yang layak kita cita-citakan.

 

 

Tags: Nor Faizah RahmiPanji GumilangPonpes Al-ZaytunPraktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA