
Menjadi seorang guru bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Itu pula yang membuat sebagian orang tidak ingin menakdirkan dirinya sebagai seorang guru. Kalaupun akhirnya menjadi guru. Maka, itu hanya sebuah keterpaksaan, bukan karena keinginan. Sebab, memang tidak mudah. Apalagi, bagi seorang guru honorer. Gaji yang diperolehnya bisa dikatakan tidak sebanding dengan beban pekerjaan yang mesti ditunaikan. Itulah, banyak yang akhirnya tidak bertahan. Mereka memilih jalan lain untuk sekadar mencukupi kebutuhan. Tetapi, bagi mereka yang memang serius mengabdikan diri menjadi seorang guru. Maka, semua tantangan dan permasalahan tersebut bukanlah sesuatu yang berat. Justru, apabila mereka berhasil melewatinya. Maka, akan mengantarkan mereka menjadi guru sejati yang berkontribusi besar terhadap bangsa.
Begitulah sekelumit kisah yang dijalani oleh para guru. Banyak suka dan duka yang mesti dilewati. Sekali lagi, itu membuktikan bahwa untuk menjadi guru, bukanlah perkara yang mudah. Bahkan, jika kita masih ingat dengan serial laskar pelangi. Tentu, kita akan mengingat sosok para guru yang gigih. Mereka mengerahkan semua potensi yang dimiliki untuk mengembangkan potensi seluruh siswanya. Tak peduli, meskipun dengan ruangan dan fasilitas yang terbatas, mereka tetap memberikan pengajaran yang terbaik. Hal tersebut bisa kita lihat dari Ibu Guru, yang sering disapa siswanya Ibu Mus. Meskipun hanya sekadar pemeran. Tetapi, semangatnya dalam mendidik siswa begitu tergambar jelas, siswa dengan beragam latar belakang, berhasil dididiknya. Bahkan mengantarkan siswa-siswanya ke derajat yang pantas di mata manusia pada umumnya.
Sebagai garda terdepan dalam pendidikan Indonesia, guru tidak hanya memodalkan dirinya dengan semangat mengabdi saja. Tetapi, kompetensi dan kapasitas juga. Kedua aspek tersebut sangat penting untuk dipenuhi oleh semua guru. Sebab, dengan keduanya, peran guru akan maksimal dilaksanakan. Ibarat pistol, kedua aspek tersebut ibarat peluru. Di mana tanpa ada peluru. Maka, pistol tidak akan berfungsi. Begitupun dengan kedua aspek tersebut, tanpa keduanya. Maka, guru akan tidak berfungsi. Siswa yang harusnya tercerahkan, malah ujung-ujungnya hanya menjadi pelampiasan kekesalan. Hal tersebut diakibatkan karena guru tidak mengetahui ilmu apalagi yang ingin disampaikannya, semuanya telah di keluarkan. Sementara bekal ilmu telah habis. Akhirnya, ilmu yang disampaikan terkesan itu-itu saja, berputar-putar tidak menentu. Oleh karena itu, guru tidak boleh berhenti belajar, terus memupuk diri untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi.
Selain itu, guru juga dituntut memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu pendidikan. Lihatlah, para tokoh, guru pembaharu pendidikan di eranya. Seperti, K. H Dewantara. Pendiri lembaga pendidikan taman siswa, sekaligus bapak pendidikan Indonesia. Sebagaimana yang digambarkan oleh Prof. Dr. H. Abdullah Nata, M.A dalam bukunya Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. K. H Dewantara dikenal dengan kepeduliannya yang begitu tinggi terhadap pendidikan masyarakat Indonesia, bahkan sejak dini sekalipun. Konsep lembaga pendidikan taman kanak-kanak yang diusungnya sebagai buktinya. Begitupun dengan kiprah lembaga pendidikan taman siswa yang dipeloporinya, yang sampai sekarang masih dirasakan kebermanfaatannya. Tidak hanya beliau, Kita juga mengenal K.H Ahmad Dahlan. Ulama sekaligus pelopor ormas Muhammadiyah tersebut, juga begitu peduli terhadap pendidikan Indonesia. Hingga kini tidak terhitung jumlah lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh organisasi rintisannya tersebut. Begitupun dengan para murid-muridnya, yang sekarang telah menjadi tokoh-tokoh penting bangsa. Semua pencapaian tersebut, bisa diraih karena kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan Indonesia.
Lebih lanjut, menjadi seorang guru merupakan pilihan yang tepat agar selalu dikenang. Ketulusan dan keikhlasan dalam mendidik dan mengajar para siswa, akan menghasilkan kesan yang mendalam. Bahkan sangat sulit untuk dilupakan. Setiap ilmu yang disampaikan, akan melekat dan terus diamalkan. Bukannya bermaksud untuk berlebihan. Tetapi, itulah nyatanya. Seperti yang juga kita alami. Sebagai seorang siswa atau yang dulunya pernah menjadi siswa. Pasti akan ada nama guru yang masih terkenang hingga saat ini. Sekalipun sudah tumbuh dewasa, bahkan sudah berkeluarga. Tetapi, nama guru tersebut masih tersimpan dalam memori, ia pun pasti akan selalu dihargai dan dihormati. Semua kemuliaan tersebut bisa diperoleh, hanya karena ketulusan dan keikhlasan seorang guru dalam mendidik. Oleh karena itu, memperbarui niat dan menjaga keikhlasan adalah dua hal yang tidak bisa dilewatkan bagi semua guru.
Hari-hari ini polemik seputar persoalan guru tidak pernah habis menjadi perbincangan banyak kalangan, terutama penguasa dan praktisi pendidikan. Hendaknya semua itu tidak mengurangi semangat para guru untuk berkontribusi mencerdaskan generasi muda penerus bangsa. Meskipun, hingga saat ini, bisa jadi masih ada guru yang dari segi kecukupan kebutuhannya masih jauh dari kata sejahtera. Tetapi, kita berharap tidak mengurangi semangatnya mengabdi menjadi pendidik sejati. Menjadi pribadi pembelajar yang tidak pernah berhenti, selalu berupaya meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri. Serta, terakhir yang paling penting meningkatkan kesabaran dan meluaskan keikhlasan. Dengan demikian, kita berharap semua guru di Indonesia dapat menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya. Sehingga berkat kerja keras para guru, suatu saat nanti cita-cita bangsa Indonesia dapat terwujud dengan sempurna.