Selasa, September 16, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Mekanisme Islam dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama

by matabanua
6 Juli 2023
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi)

Kementerian Agama menargetkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kerukunan Umat Beragama yang di dalamnya bakal mempermudah izin pendirian rumah ibadah terbit tahun ini. Juru bicara Kemenag, mengatakan beberapa hal yang berubah di aturan itu, di antaranya adalah pendirian rumah ibadah hanya cukup dengan satu rekomendasi dari kepala kantor Kemenag di daerah setempat. Dengan begitu, pendirian tempat ibadah tidak lagi memerlukan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) setuju dengan perubahan tersebut. Akan tetapi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar aturan anyar ini didiskusikan terlebih dahulu dengan majelis-majelis agama agar tidak memicu konflik di lapangan.

Artikel Lainnya

D:\2025\September 2025\16 september 2025\8\8\Fikril Musthofa.jpg

Peran Pesantren Membendung Narkoba

15 September 2025

Refleksi Hari Kesehatan Gigi dan Mulut

15 September 2025
Load More

Juru bicara Kemenag menyebut kajian terhadap Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan nomor 8 Tahun 2006 sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun lalu. Kajian dilakukan karena peraturan yang memuat tugas kepala daerah dalam memelihara kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah ibadah tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan situasi sekarang. Salah satunya, masih ada umat beragama yang kesulitan mendirikan rumah ibadah, karena tidak mendapatkan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di daerah masing-masing.

Berangkat dari persoalan tersebut, pihaknya bersama tokoh agama dan Kementerian Dalam Negeri menilai diperlukan perubahan serta penguatan pendirian aturan rumah ibadah. Salah satunya perubahan yang bakal diterapkan adalah rekomendasi izin pendirian rumah ibadah cukup dengan satu rekomendasi dari kepala kantor Kemenag di daerah setempat. Perubahan lainnya, yaitu syarat administrasi berupa dukungan 60 masyarakat dan 90 kartu identitas pengguna rumah ibadah, bakal diubah menjadi lebih memudahkan (www.bbc.com).

Konflik antarumat beragama di negeri ini memang kerap terjadi. Sepanjang 2007 sampai 2022, yakni selama 15 tahun LSM Hak Asasi Manusia (HAM), Setara Institute mencatat terjadi 140 peristiwa perusakan dan 90 peristiwa penolakan rumah ibadah. Peristiwa gangguan terhadap rumah ibadah seperti gereja termasuk yang terbanyak setelah masjid Ahmadiyah (www.kbr.id).

Salah satu kasus terbaru adalah penolakan pendirian gereja di Kabupaten Purwakarta, jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) harus menerima keputusan tempat ibadah mereka disegel setelah diprotes warga. Pemerintah Kabupaten Purwakarta beralasan bahwa bangunan tersebut belum mendapatkan izin (www.newsdetik.com).

Dalam konflik pendirian tempat ibadah umat Islam dianggap sebagai pihak yang menghalangi umat lain. Karena itu sepintas aturan baru yang mudahkan izin pembangunan tempat ibadah sepertinya solusi, namun tidak bisa dipungkiri aturan baru tersebut tetap berpotensi menimbulkan konflik masyarakat setempat. Kondisi ini cukup membuktikan bahwa slogan toleransi yang digadang-gadang pemerintah untuk menyelaraskan hubungan antarumat beragama hanyalah ilusi. Sebab, faktanya justru keberagaman yang ada tampak dipenuhi tindakan-tindakan intoleran.

Ironisnya, kata intoleransi dan sebutan radikal kini cenderung hanya disematkan pada kaum Muslim sebagai pemeluk agama mayoritas yang teguh menjalankan agamanya. Persoalan ini menunjukkan kegagalan negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler menyatukan rakyatnya yang berbeda agama dan keyakinan. Pasalnya sistem demokrasi yang berasaskan sekularisme telah menjadikan aturan manusia yang lemah sebagai rujukan. Tak heran aturan yang diterapkan kerap menimbulkan konflik dan perpecahan antarumat beragama. Sistem ini juga telah menjadikan ikatan yang terjalin antar masyarakat hanya ikatan yang lemah, yakni ikatan kepentingan dan materi.

Berbeda dengan sistem Islam yang tegak di bawah institusi Khilafah. Khilafah menjadikan aqidah sebagai asas negara. Karena itulah, seluruh bentuk hubungan antar masyarakat baik antarumat Islam maupun antar pemeluk agama yang berbeda disandarkan pada aturan Islam saja. Aturan tersebut berasal dari Sang Pencipta manusia, Allah SWT.

Islam memiliki mekanisme jitu dalam menjaga persatuan umat meski berbeda agama dan keyakinan. Prinsip Islam tentang toleransi dan ketegasan Khilafah atau pemimpin negara menjadikan kesatuan umat dapat terwujud tanpa adanya konflik. Tentu sangat lekat dalam ingatan kisah Rasulullah Saw yang menyuapi pengemis buta di sudut pasar setiap harinya. Padahal, pengemis itu adalah seorang Yahudi. Rasulullah Saw bahkan menjadi penjenguk pertama orang Yahudi yang sakit padahal dia sering meludahi Rasulullah. Beliau pun melakukan transaksi jual-beli dengan non-Muslim.

Beliau juga memimpin negara Islam di Madinah dengan cemerlang, walau dalam kemajemukan agama. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi hidup berdampingan satu sama lain. Meski hidup dalam naungan pemerintahan Islam masyarakat non-Muslim mendapatkan hak-hak yang sama dengan kaum Muslim sebagai warga negara. Mereka memperoleh jaminan keamanan dan kesejahteraan dari negara. Bahkan mereka bebas melakukan peribadatan sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing.

Para Khalifah pengganti kepemimpinan Rasulullah, juga menunjukkan toleransi yang sangat jelas. Saat Khalifah Umar bin al-Khaththab ra membebaskan Yerussalem Pelasetina, beliau menjamin warga Yerussalem tetap memeluk agamanya. Khalifah Umar tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam. Beliau pun tidak menghalangi mereka untuk beribadah sesuai dengan keyakinan mereka.

Seorang orientalis Inggris sekaligus sejarawan seni Islam, Thomas Wolker Arnold dalam ‘The Preaching of Islam’ mengatakan, “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintah khilafah Turki Utsmani selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa.” Demikianlah, hanya penerapan Islam kaffah dalam naungan Khilafah yang mampu mewujudkan kerukunan antar umat beragama.

Bagi Muslim solusi dari berbagai masalah yang mendera umat adalah diterapkannya aturan Allah SWT, yang aturan-Nya tidak hanya membawa rahmat bagi umat Islam, namun juga akan dirasakan seluruh makhluk yang ada di dunia ini, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (TQS. al-Anbiya [121]: 107). Maka, kaum Islam wajib berjuang menegakkan kembali kepemimpinan Islam atas dunia ini sebagaimana dulu Rasulullah Saw telah memimpin dunia.[]

 

Tags: Mekanisme IslamNor AniyahPemerhati Masalah Sosial dan Generasi
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA