Oleh : Haryati (Aktivis Muslimah)
Putusan Mahkamah Konstitusi yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun menuai kritikan dari berbagai pihak. Walaupun demikian, putusan ini tetap berlaku sebagaimana diatur dalam UU MK dan memiliki kekuatan mengikat. Sehingga Ketua KPK Firli Bahuri dan kawan-kawan mendapat penambahan jabatan selama satu tahun hingga Desember 2024.
Perpanjangan masa jabatan itu ditengarai agar pemerintah diawasi oleh 2 periode KPK sebagai bentuk check and balance. Hal ini mendapat kritikan dari mantan pimpinan KPK, Saut Situmorang. Menurutnya perpanjangan ini malah merusak mekanisme check and balance. Yang seharusnya aturan masa jabatan dibuat empat tahun dengan tujuan supaya dalam satu periode eksekutif, terdapat dua kepengurusan KPK yang mengaudit.
Alasan lain yang menuai kritik adalah, masa jabatan empat tahun merupakan tindakan diskriminatif karena lembaga lain masa jabatannya lima tahun. Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menaruh kecurigaan atas putusan MK ini. Menurutnya hal ini tidak terlepas dari strategi pemenangan Pilpres 2024 mendatang.
Demokrasi yang Menyandera
Sudah menjadi hal yang lumrah dalam sistem demokrasi bahwa jabatan atau kekuasaan tersandera oleh kepentingan tertentu. Apalagi di tahun-tahun politik seperti saat ini, bukan hal yang aneh jika kawan menjadi lawan, sebaliknya lawan menjadi kawan.
Sudah sangat akrab di tengah-tengah kita, ungkapan tidak ada kawan maupun lawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Bahkan segala cara bisa dilakukan untuk meraih kepentingan tersebut.
Satu tahun menjelang tahun politik besar-besaran, karena memang di tahun 2024 mendatang semua pemilihan baik pemilihan lembaga eksekutif maupun legislatif akan digelar secara serempak di seluruh Indonesia. Sehingga wajar semua pihak yang berkepentingan dengan pemilihan tersebut menyiapkan diri untuk memenangkan kontestasi tersebut.
Tak luput dari kepentingan itu, keputusan MK tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK pun menjadi salah satu incaran dari pihak terkait. MK sebagai salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan, keluar dari tugas pokok dan fungsinya. Disetir oleh kepentingan tertentu.
Inilah wajah asli sistem demokrasi. Ketika ada kepentingan yang ingin diraih, maka segala cara ditempuh. Jabatan sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Di mana ada peluang di situ ada kesempatan. Tanpa memperhatikan aspek keadilan atau hukum apalagi halal haram.
Jabatan adalah Amanah
Sementara di dalam Islam, jabatan merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Setiap orang yang memikul amanah akan benar-benar melaksanakannya berdasarkan iman yang kokoh. Dia menyadari bahwa Ada Yang Maha Mengawasi atas seluruh gerak gerik perilakunya dalam kehidupan.
Jabatan juga bukan alat untuk melindungi kejahatan atau memperkaya diri sendiri. Rasulullah SAW mengingatkan dalam sabda Beliau:
“Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor domba tidak lebih parah kerusakannya bagi domba itu dibandingkan dengan ketamakan seseorang terhadap harta dan kedudukan dalam merusak agamanya.” (HR at-Tirmidzi).
Mekanisme Islam untuk Mencegah Penyalahgunaan Jabatan
Islam memiliki seperangkat aturan yang sempurna. Termasuk dalam mencegah penyalahgunaan jabatan. Sebelum seorang pejabat diangkat, selain memenuhi syarat fit and proper test, ia harus memiliki akidah yang kuat, pemahaman syariat yang mantap, dan politik Islam yang bagus. Ia juga harus mampu dan memiliki keahlian, serta amanah dengan tugas dan tanggung jawabnya. Orientasi pejabat adalah menjadi pelayan umat yang menjadi wakil rakyat yang akan memakmurkan negeri ini dengan syariat-Nya.
Pejabat dalam sistem Islam juga akan mendapatkan fasilitas dan santunan yang cukup untuk kebutuhan asasi dirinya dan keluarganya secara pantas, juga berbagai fasilitas yang menunjang aktivitasnya. Namun, ia akan bersahaja dan jauh dari kemewahan ala pejabat demokrasi.
Khatimah
Inilah gambaran betapa sempurnanya aturan Islam yang memandang bahwa jabatan merupakan amanah yang harus ditunaikan dalam kerangka halal haram, bukan untuk kepentingan individu semata dalam meraih nafsu duniawi yaitu mengejar harta dan jabatan serta kekuasaan sesaat di dunia ini. Pandangannya jauh ke depan untuk kehidupan kekal di akhirat kelak. Tidakkah kita merindukan pejabat yang amanah dalam kerangka sistem yang sempurna?
Wallahu a’lam bi ash shawab