
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus sidang perkara gugatan Undang Undang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka pada Kamis (15/6) “Kamis, 15 Juni 2023 pukul 09.30,” ujar Jubir MK Fajar Laksono seperti dikutip ANTARA, Senin (12/6).
Ia menjelaskan, majelis hakim telah menerima simpulan dari para pihak pada Rabu (31/5) pukul 11.00 WIB.
Penyerahan simpulan tersebut selaras dengan ketetapan majelis hakim pada persidangan Selasa (23/5), yang meminta kepada para pihak menyerahkan simpulan paling lambat Rabu (31/5).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima permohonan uji materi (Judicial Review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Ke enam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI pun menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.
Selanjutnya, sempat terdapat isu mengenai bocornya putusan MK terkait sistem pemilu. Isu tersebut muncul ke permukaan akibat cuitan mantan Wamenkumham Denny Indrayana, yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Atas dugaan tersebut, Jubir MK Fajar Laksono telah menyampaikan bantahan.
Siap Hadir
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman dan sejumlah legislator lainnya siap menghadiri secara langsung sidang putusan perkara gugatan Undang Undang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka di MK pada 15 Juni mendatang.
“Saya akan hadir. Kalau kemarin kan hanya (melalui) zoom, besok kita akan hadir. Saya dan kawan-kawan akan hadir di gedung MK pada sidang pembacaan putusan tersebut,” katanya, Senin (12/6).
Ia menyebutkan, kehadirannya itu untuk mewakili DPR dan tidak hanya mewakili delapan partai politik di parlemen, yang menyatakan sikap menolak sistem proporsional tertutup.
“Kami akan hadir. Kan saya posisinya sebagai kuasa (hukum) DPR di MK, bukan delapan atau sembilan (partai politik), tapi saya mewakili DPR,” ujarnya.
Ia berharap, ramalan mantan Wamenkumham Denny Indrayana yang mengklaim mendapat informasi soal putusan MK yang menerapkan kembali sistem proporsional tertutup tidak terjadi.
“Kami yakin MK akan memutus yang terbaik yaitu proporsional terbuka, karena kalau kita melihat di persidangan, DPR sikapnya jelas menyampaikan pandangan proporsional terbuka, dan itu Open Legal Policy-nya DPR,” katanya.
Menurutnya, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly juga tegas meminta agar sistem proporsional terbuka dipertahankan.
“Lalu, begitu banyak pihak terkait. Ini salah satu dua perkara yang rekor pihak terkaitnya paling banyak, dan semuanya jelas menyampaikan ingin mempertahankan sistem proporsional terbuka,” ucap Habiburokhman.
Bahkan, lanjut dia, sejumlah perwakilan partai politik di parlemen telah menyampaikan sikap menolak sistem proporsional tertutup, baik melalui konferensi pers maupun media sosial, termasuk sejumlah rilis lembaga survei yang menunjukkan sebagian besar rakyat menginginkan sistem proporsional terbuka dipertahankan dalam penerapan pemilu.
“Ini kan soal pilihan, bukan soal pidana yang benar yang mana dan sebagainya. Tapi, rakyat lebih memilih yang mana, karena itu wajar menurut kami, tepat kiranya MK tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka,” ujarnya.
Mengenai pernyataannya yang sempat mengingatkan kewenangan DPR atas sikap MK dalam memutus perkara sistem kepemiluan, Habiburokhman mengaku hal tersebut berlaku baik MK memutuskan sistem proporsional terbuka maupun tertutup.
“Ya, itu pernyataan saya. Memang kan DPR punya hak menyusun undang undang, hak Budgeting, dan hak pengawasan. Tertutup, terbuka, yang jelas kita punya hak itu,” pungkasnya. ant