Senin, Juni 23, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Pungutan Liar dalam Kultur Birokrasi

by matabanua
18 Mei 2023
in Opini
0
D:\2023\Mei 2023\20 Mei 2023\8\8\Nabila Shafira R.jpg
Nabila Shafiya R (Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga)

Lord Acton pernah mengatakan “power tends to corrupt power absolutelty to tends to corrupt absolutely” bahwa kekuasaan yang terlalu besar akan melahirkan penyalahgunaan kekuasaan. Sikap jujur mengawal jalannya pemerintahan adalah kunci menciptakan kekuasaan yang baik. Sebaliknya kekuasaan yang di jalankan tanpa pengawasan dan antikritik adalah kekuasaan yang akan melahirkan kesewenang-wenangan. Kekuasaan sejatinya tidak boleh di jalankan dengan gaya otoriter.

Sudah barang tentu jadinya agar pemerintah yang sedang berkuasa, harus diawasi tingkah lakunya. Termasuk memastikan bahwa kejujuran dalam mengelola pemerintahan benar-benar telah dilakukan.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juni 2025\23 Juni 2025\8\8\sac.jpg

Mencegah Berita Hoaks Melalui Literasi

22 Juni 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kasus Kekerasan Anak Makin Marak, Negara Harus Bergerak

22 Juni 2025
Load More

Kejujuran menjadi kalimat yang singkat dan sederhana, namun penuh tantangan untuk mewujudkannya. Indonesia dengan segala dinamika dan tantangannya, seringkali di pertontonkan oleh manusia-manusia yang menjalankan kekuasaan roda pemerintahan dengan tidak jujur. Bahkan kultur birokrasi secara nasional hingga hari ini, dapat disimpulkan berada dalam stadium kronis (mengkhawatirkan).

Mahalnya untuk menjadi manusia jujur di republik Indonesia yang kita cintai, dapat di lihat dengan seringkali keburukan dianggap benar dan berwujud seakan sebagai nilai nurani manusia. Tidak heran jika muncul pertentangan yang dilakukan, dengan membiasakan keburukan berupa ketidakjujuran menjadi baik dan memburukan kebaikan menjadi seperti hal yang biasa. Akibatnya Kebaikan dianggap sebagai hal yang asing dan tidak mendapat tempat pada birokrasi. Dengan demikian kejujuran akan di eliminasi oleh kebohongan dan kemunafikan.

Seorang guru yang baru diangkat sebagai pegawai negeri sipil, Husein Ali Rafsanjani adalah salah satu korban manusia jujur, yang mengalami intimidasi akibat sikap jujurnya mengungkap kebobrokan kultur birokrasi. Tindakannya membongkar dugaan pungutan liar (Pungli) dalam kegiatan Latsar CPNS di Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat, membuatnya harus menerima perlakuan tidak menyenangkan berupa intimidasi.

Merawat Kejujuran dalam Birokrasi

Budaya Pungli seakan menjadi kultur birokrasi yang tidak dapat terhindarkan. Alih-alih menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, serta memperkuat posisi reformasi birokrasi. Namun yang terjadi Pungli dianggap sudah menjadi darah daging dalam kultur birokrasi. Pungli adalah wujud krisis kejujuran yang menjadi penyakit dan bersemayam pada pelaku birokrasi.

Sistem yang buruk dalam pemerintahan akan melahirkan manusia-manusia yang buruk. Sebaik apapun manusia yang melaksanakan suatu sistem birokrasi. Tetapi selama sistem yang dibuat tidak baik, maka manusia yang masuk di dalamnya akan cenderung menjadi jahat dan terkesan tidak terdidik. Inilah barangkali fenomena yang terjadi pada kultur birokrasi di Indonesia. Pungli dianggap sebagai hal yang lazim, bahkan secara ekstrim terlihat adanya keinginan untuk menjadikan pungli, tidak perlu di pertentangkan dengan aturan hukum yang berlaku.

Apakah generasi bangsa kita saat ini tidak malu dengan para pendiri bangsa, yang dengan gagah perkasa mempertahankan republik ini meskipun pasca kemerdekaan tidak merasakan kenikmatan kekayaan. Padahal hal tersebut sangat layak di dapatkan oleh mereka yang telah berjuang. Sebagai contoh mantan Wakil Presiden Pertama Indonesia, Moh. Hatta yang tidak mampu membeli sepatu idamannya karena tidak cukup uang. Kemudian sosok perdana menteri Moh. Natsir, yang baju kantornya hanya satu, sebuah jas dengan bekas-bekas tambalan. Bahkan sosok lain seperti Syafrudin Prawiranegara beberapa kali menjadi menteri, namun hingga akhir hayatnya harus mengontrak rumah. Padahal para tokoh bangsa tersebut dengan mudah dapat memiliki keinginan berupa harta kekayaan. Tetapi kejujuran adalah warisan tidak ternilai, bagi generasi berikutnya.

Para pendiri bangsa memahami makna hidup mengabdi kepada negara, adalah jalan keikhlasan dan penuh derita. Bukan sebagai profesi Pungli yang dimanfaatkan agar memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya. Harusnya budaya kultur birokrasi kita mencontoh semangat pendiri bangsa. Birokrasi yang sehat adalah birokrasi yang di pimpin dengan manajemen yang penuh dengan tanggungjawab.

 

 

Tags: Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan BisnisNabila Shafiya Rpungutan liarUniversitas Airlangga
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA