
JAKARTA – Sejak krisis moneter 1997, bengkaknya utang luar negeri (ULN) Indonesia selalu memunculkan kekhawatiran soal krisis yang menjelang.
Kabar baiknya, Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia hingga akhir Maret 2023 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Posisi ULN Inonesia pada akhir kuartal I 2023 tercatat sebesar 402,8 miliar dolar AS, menyusut 1,9 persen yoy, melanjutkan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 4,1 persen yoy,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Senin (15/5).
Kontraksi pertumbuhan ini bersumber dari ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) dan swasta. Posisi ULN pada kuartal I 2023 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.
Dari sektor publik, ULN pemerintah melanjutkan tren kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN pemerintah pada kuartal I 2023 tercatat sebesar 194,0 miliar dolar AS, atau turun sebesar 1,1 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada kuatal sebelumnya sebesar 6,8 persen.
Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penempatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga. Selain itu, terdapat penarikan neto pinjaman luar negeri multilateral yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek.
Penarikan ULN pemerintah pada kuartal I 2023 masih diutamakan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian perekonomian global.
“Pemerintah terus berkomitmen mengelola ULN secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waku,” kata Erwin.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial, porsinya mencapai 24,1 persen dari total ULN pemerintah. Sementara utang dari administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib porsinya 17,9 persen.
Kemudian ada juga utang pemerintah pada sektor jasa pendidikan dengan porsi mencapai 16,8 persen, konstruksi 14,2 persen, serta jasa keuangan dan asuransi 10,2 persen. Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah.
Pemerintah menyatakan penarikan utang dilakukan secara hati-hati di tengah dinamika ekonomi global. Tercatat per 31 Maret 2023 total utang pemerintah seesar Rp 7.879 triliun atau naik Rp 17,39 triliun dari posisi Februari sebesar Rp 7.816 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penarikan utang dilakukan secara hati-hati, tetap menjaga kondisi pasar dan kas pemerintah. Penarikan utang baru juga dilakukan dengan mencermati kondisi pasar.
“Pengadaan utang dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dengan mempertimbangkan kondisi pasar dan kas pemerintah yang saat ini masih tinggi, juga kebutuhan pembiayaan kas pemerintah. Posisi April, awal Mei masih cukup baik,” ujarnya, Senin (15/5).
Sri Mulyani menjelaskan perekonomian global sedang menghadapi tekanan dari tingginya inflasi dan suku bunga yang melonjak. Negara-negara maju memberlakukan suku bunga tinggi yang dapat memengaruhi kondisi negara berkembang.
Dalam kondisi itu, Sri Mulyani menilai penarikanutang dan pembiayaan pada 2023 masih sesuai dengan strategi pemerintah di tengah gejolak ekonomi global, pengadaan utang menurutnya masih terukur dengan baik.
“Pembiayaan utang, penerbitan surat berharga negara, pinjaman, selama ini tetap sesuai dengan rencana, on track, sesuai strategi pembiayaan pada 2023,” ucapnya.
Sri Mulyani menyebut kebutuhan pembiayaan per April 2023 dan awal Mei 2023 masih cukup ample, di tengah dinamika ekonomi global.
Data pembiayaan terbaru akan diumumkan Sri Mulyani dalam beberapa pekan ke depan, tetapi hingga 31 Maret 2023 realisasi pembiayaan utang sebesar Rp 224,8 triliun atau 32,3 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara.
Per Maret 2023 utang pemerintah tercatat berada Rp 7.879,07 triliun. Jumlah itu terdiri atas 89,02 persen penarika utang dari surat berharga negara dan 10,98 persen dalam bentuk pinjaman.
Rasio utang per 31 Maret 2023 tercatat berada 39,17 persen terhadap produk domestik bruto.
Pada Februari 2023, rasio utang tercatat berada 29,09 persen, berarti terjadi kenaikan pada Maret 2023.Sri Mulyani menjelaskan, kinerja anggaran pendapatan dan belanja negara pada kuartal I 2023 berjalan dengan baik dan tumbuh positif.
Selain itu anggaran pendapatan dan belanja negara akan terus bekerja secara optimal sebagai peredam gejolak global dan momentum nasional.
“APBN tetap dikelola dengan hati-hati dan konservatif, dengan memberikan ruang bagi shock absorber kinerja APBN sesuai target,” ucapnya.
Mengingat saat ini harga komoditas memasuki tren moderasi, sehingga perlu diantisipasi menggunakan anggaran pndapatan dan belanja negara. “Kita tetap antisipasi lewat APBN,” ucapnya.
Per Maret 2023 anggaran pendapatan dan belanja negara masih mengalami surplus Rp 128,5 triliun. Pendapatan negara tumbuh 26,3 persen atau senilai Rp 647,2 triliun. Secara keseluruhan belanja negara juga tumbuh Rp 518,7 triliun atau 16,9 persen. Dari sisi lain, keseimbangan primer juga surplus Rp 228,8 triliun.
“APBN tetap dikelola dengan hati-hati dan konservatif, dengan memberikan ruang bagi shock absorber kinerja APBN sesuai target. Meski komoditas dalam tren moderasi. Kita tetap antisipasi lewat APBN,” ucapnya. Rep/rds