Oleh: Sri Astuty Handayani, SP (Ibu Rumah Tangga dari BATOLA)
Sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) diduga disekap di Myawaddy, Myanmar. Ironisnya, mereka disekap di Myawaddy yang notabene merupakan merupakan lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dengan kelompok pemberontak (kompas.com 04/05/2023).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengklaim kasus perdagangan manusia semakin meluas di Asia Tenggara. Retno mengatakan dalam tiga tahun terakhir Indonesia, contohnya, telah mengalami dan menyelesaikan 1.841 kasus online scam. Kasus semacam ini pun menurutnya tak cuma terjadi di RI, tetapi juga di berbagai negara ASEAN (cnnindonesia.com 06/05/2023).
Tragis, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi rakyat negeri ini yang mengadu nasib ke negeri orang. Sudah berulang kali Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban kekerasan, ketidak adilan, kehilangan kehormatan hingga kehilangan nyawa demi mencari pekerjaan yang lebih baik di negara lain. Kejadian yang terus berulang ini nyatanya tidak menyurutkan tekat sebagian masyarat untuk mengadu nasib dan berharap akan mendapatkan kesejahteraan dan penghidupan yang lebih baik.
Kemiskinan menjadi salah satu kunci utama yang mendorong sebagian rakyat mempasrahkan diri dan mengadu nasib di negeri tetangga dan negara-negara besar yang menjanjikan bayaran besar. Besarnya ancaman dan marabahaya yang mungkin akan dihadapi WNI di negara luar tak berbaris lurus dengan perlindungan dan keamanan dari negara Indonesia sendiri. Lemahnya posisi negeri ini dimata asing dan belum terwujudnya kesejahteraan di dalam negeri menjadikan masyarakat tak banyak punya pilihan dalam menentukan pekerjaan.
Hal ini tak akan banyak berubah jika pandangan dan asas negeri ini masih bersandarkan pada kapitalisme dan bukan sebagai pelayan rakyat. Islam sebagai sebuah sistem yang lahir dari Sang Pencipta tentunya akan mampu mewujudkan kesejahteraan yang hakiki bagi setiap individu rakyat. Begitu pula dalam hal lapangan pekerjaan. Mekanisme penyediaan lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat terutama laki-laki sebagai Wali sekaligus kepala keluarga merupakan kewajiban negara dan hak rakyat. Bukan hanya pada kuantitas lapangan pekerjaan yang akan di riayah (di urus) oleh negara. Melainkan juga dari sisi upah dan jenis pekerjaan sesuai bidang keahlian yang akan diperhatikan. Agar individu rakyat benar-benar bisa bekerja produktivitas terbaik dan hasilnya mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga dan tanggungannya. Oleh karenanya hanya dengan kembali kepada aturan Islam secara kaffah (menyeluruh) maka akan tercipta ruang kerja aman dan nyaman serta mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, InsyaAllah…
Wallahu’alam….