JAKARTA – Kisruh antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengenai utang pengadaan minyak goreng murah sebesar Rp344 miiar pada 2021 lalu belum juga usai.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pihaknya belum bisa menerbitkan persetujuan pembyaran utang oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) karena aturan pengadaan minyak murah tersebu sudah tak lagi berlaku.
Karena masalah itu, jika utang dibayarkan dengan menggunakan anggaran negara tidak bisa. Sebab, tdak ada alokasi dana APBN untuk pembayaran utang tersebut.
“Coba cek di APBN, (anggaran) bayar utang itu ggak ada. Yang membayar BPDPKS. Kalau Kemendag nggak ada anggaran untuk bayar utang,” ujar Zulhas di kantor Kementerian Perdagangan.
Utang itu sendiri berasal dari selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 silam yang belum dibayar hinga saat ini.
Menurut Zulhas, BPDPKS sebenarnya mau membayar utang tersebut tetapi masih menunggu payung hukum yang pasti. Pasnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022 yang mengatur rafaksi minyak goreng tersebut telah dihapus.
Maka dari itu, Kemendag tengah meminta pendapat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait hal tersebut. Namun, hingga saat ini Kejagung disebut belum memberikan pendapat hukum.
Sementara, Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey sebelumnya mengancam akan berhenti menjual minyak goreng kemasan premium di seluruh gerai ritel anggotanya jika utang tersebut tak kunjung dibayar.
Tak hanya itu, bila perlu pihaknya juga berencana bakal menggugt pemerintah ke jalur hukum jika tak dibayar dalam tiga bulan ke depan.
“Opsi ketiga, kita bisa juga coba memikirkan jalur hukum. Tapi itu langkah yang terakhir sekli,” kata Roy usai bertemu dengan pihak Kemendag. cnn/mb06