Oleh: Sriyati (Ibu Rumah Tangga di Batola)
Kali ini giliran driver ojek online (ojol) yang dirundung malang, dimana penghasilan mereka mengalami penurunan akhir-akhir ini, akibat komisi yang didapat dipotong oleh aplikator. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pudjiati, kembali buka suara soal potongan komisi yang diterapkan aplikator terhadap para pengemudi (driver) ojek online (ojol). Dalam regulasinya, batas maksimal biaya komisi tersebut kembali menjadi 20%. Meski demikian, tetap saja dalam prakteknya aplikator melanggar ketentuan dengan melakukan potongan lebih dari 20%, yakni di kisaran 22-40% dalam setiap order (1/4).Menurut Lily Pendapatan pengemudi ojol yang pas-pasan disebabkan karena regulasi pemerintah yang tidak berpihak kepada pengemudi ojol.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di tahun-tahun pertama kehadiran ojol, para pengemudi bisa mendapatkan penghasilan lebih dari Rp 5 juta hingga Rp 10 juta. Pada saat ini kondisi tersebut berbanding terbalik. Pendapatan pengemudi ojol bisa mencapai 50 persen bahkan dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP).
Ini terjadi karena adanya perubahan aturan yang diputuskan oleh Menteri Perhubungan (Menhub) terkait besaran potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi. Perubahan aturan tersebut tidak membuat kesejahteraan bagi para pengemudi ojol, bahkan lebih mengikuti kemauan aplikator ketimbang menyejahterakan mereka.
Kondisi ini menyebabkan pengemudi ojol mengalami ketidakpastian pendapatan. karena, mereka tidak memiliki jaminan pendapatan bulanan seperti upah minimum yang layak. Aplikator lebih mementingkan bisnisnya sendiri dan tidak serius dalam mengembangkan SDM para pengemudinya.
Inilah watak kapitalistik yang ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya yang semurah-murahnya. Akhirnya yang terjadi para pengemudi ojol yang menjadi korban kezaliman mereka.
Kehidupan yang semakin sulit dan kezaliman yang dirasakan para pengemudi ojol membuat mereka akhirnya berpaling dari pekerjaannya sebagai pengemudi ojol dan lebih memilih mencari pekerjaan yang lain. Bahkan beberapa aplikasi lain pun banyak yang ditinggalkan oleh para pekerjanya karena hal yang sama.
Regulasi Islam
Sementara dalam Islam, akad yang dibangun antara pengusaha dan karyawan/mitra haruslah jelas sejak awal akad (harus sesuai syariat), baik dari sisi waktu maupun gajinya. Dalam hal ini, seorang karyawan diupah sesuai dengan manfaat dari jasa yang diberikan. Dan bila manfaat sudah tertunaikan maka pengusaha wajib menggaji dan tidak diperbolehkan terjadi ketidakjelasan, seperti adanya potongan-potongan komisi yang tidak jelas apalagi sampai 40% yang berakibat turunnya pendapatan para pekerja.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Berikan kepada seseorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR Ibnu Majah, Shahih).
Hadits tersebut menerangkan bahwa harus bersegera menunaikan hak si pekerja setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji setiap bulan. Maka ketika hak para pengemudi ojol dikurangi komisinya berarti pihak aplikator telah zalim terhadap mereka.
Sebaiknya, bila diawali dengan saling ridho dalam akad, maka akan memunculkan keberkahan dalam bisnis. Di samping itu, negara juga hadir di tengah-tengah masyarakat dengan berperan melakukan pengawasan dan memenuhi kebutuhan bagi setiap warga negaranya, baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan komunal.
Adapun dua hal mendasar yang harus ada kejelasannya terlebih dahulu pada saat melakukan bisnis, yakni : Pertama, kejelasan akad sistem kontrak kerja.
Kedua, kejelasan peran dan tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Dan sejatinya Islam memiliki aturan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan karyawan/mitra/pekerjanya dan melarang sikap saling menzalimi. Serta dirasakan kehadiran negara yang berperan besar dalam menjaga keharmonisan antara pengusaha dan pekerja, serta menjamin terpenuhinya kebutuhan per individu rakyatnya sehingga terwujud kesejahteraan bagi seluruh rakyat.