
Selama ini belum ada yang dapatmenjawab secarapasti siapa yang memulaiatau sejak kapantradisi mudik berkembang.Yang jelas, mudik adalah warisanluhur budaya bangsa Indonesia. Semangat”kewajiban” mudik merupakansemangat perjuangan dari masyarakatperantauan. Sebuah aktivitas massalyang mungkin hanya terjadi di Indonesiadalam menyambut Idul Fitri.
Aktivitas kembali ke kampung halamansetelah sekian lama berada di daerahperantauan tentu tidak dapat dipahamibagi masyarakat asli perkotaanyang tidak memiliki kenangan dengandaerah asal kelahiran. Pertanyaannya,mengapa harus mudik. Bahkan, secarategas tentu lahir keheranan, kenapa harusserentak di masa Lebaran dan relaberdesak-desakan, mengantre tiket,atau menguras sebagian tabungan tahunanhanya untuk mudik.
Ada apa denganmudik?Pertanyaan itu jika dilihat dari sudutpandang rasional ekonomis jelaslahmengindikasikan bahwa mudik adalahperilaku sosial kolektif yang negatif sekaligus pemborosan anggaran.Kemacetan, kerepotan pembangunaninfrastruktur, ancaman keamanan, sertakriminalitas, bahkan tuntutan sosiallainnya yang terkait pelayanan publiktentu akan selalu mewarnai setiap pelaksanaanmudik. Bahkantidakheran jika dalammempersiapkan puncak mudiktersebut banyak pejabat pemerintah sampai harus melakukankunjungan ke terminal penumpang, pelabuhanguna meninjaufasilitas bongkar muat kargo.
Kacamata Spiritual
Namun, dari kacamata spiritual,mudik adalah simbol jihad masyarakatdi semua kalangan karenamemiliki legitimasi teologis tasawuf.Sebagaimana perludipahami, jihad adalahupaya pengerahantotalitas seseoranguntukkebaikan, maka mudikmenjadimedia jihad yang lebih emansipatoris,berpihak kepada upaya-upayatransformasi individu dan sosial.
Haldemikian jelas mengukuhkan pesansebagian kebaikanpada bulanRamadan hendaknya mengisi dengansedekah, memuliakanpemimpin, menyayangi bawahan,menjalin silaturahim, dan mencintaianak yatim.Di sinilah mudik memiliki korelasipositif untuk mempererat silaturahimdengan orang tua, saudara, keluarga,tetangga, dan teman-temanyang cukup lama yang telah ditinggalkan.
Pemudik tentu juga akan merasakanbahwa mudik adalah suatu “kewajiban”untuk menunjukkan rasa terimakasih atas perjalanan hidup yang selamaini telah dijalani, setidaknya introspeksiselama setahun berjalan.Mudik jugabukan sekadar bertemukeluarga, sahabat, dan kampunghalaman, tetapi upaya mengingatasal mendapatkan kehidupanyang layak.Tentu semua menyadaribahwa Tuhan sebagai sumberpemberi kehidupan. Namun,dalam ranah sosial kemanusiaantentu bakti terhadaporang tua yang telahmengasuh, memberi motivasi, sertamemberikanpintupertama maknakehidupanmesti dinomersatukan.Jerih payah orangtua itulah makna spiritualpertama sehingga sumber kehidupanmasa depan dapat diraiholeh para anak.
Amanat spiritual dengan simbolorang tua jelas terdapat dalamagama manapun. Untuk itumudik bukan hanya milik umatIslam, tetapi juga untuk umatlainnya. Khusus dalam doktrinkeislaman, posisi orangtua persisdi bawah Tuhan. Artinya, secarafungsional Islam mengaturpenghambaan manusia terhadapAllah dan penghormatan manusiawinyadimanifestasikan terhadaporangtua.
Makna spiritual kedua atasmudik adalah kembali kepada TanahAir, daerah tempat lahir, ataumengenang kembali “ibu bumi”.Kecintaan kepada tempat lahiratau daerah sering kali menjadi pemicu konflik sosial. Namun, dalam dakwah WaliSongo konsepsiterbuka tentang”ibu bumi” dikembangkanmenjadirumusan “cintaTanah Air merupakanbagiandari iman”.Dalam konsepini, kecintaankepadadaerahdan bangsa dimanifestasikansebagaietos dankekuatan yangakan saling menguatkan.
GeorgeDe Vos (1975) melukiskansebagai ekspresi perasaankontinuitas masa lalu berupakesadaran berada di mana untukhidup pertama kali.Beban psikologis dengan berbagaikenyataan di daerah masing-masingpada akhirnya akan memberi tugasserius bagi para pemudik untuk ikutmembantu melanjutkan pembangunandaerah berdasarkan karakteristikwilayah dan kultur masyarakat lokalberdasarkan pengalaman di perantauan.
Setidak-tidaknya pembahasanakan mengarah pada pemilahan jenis-jenisendogenous technology, antara lain teknologi budi daya flora dan fauna,teknologi pengolahan SDA terbarukan,teknologi herbal, bioteknologi,energi terbarukan, teknologi minyakdan gas bumi, teknologi pertambanganumum, teknologi pendukung industripariwisata, teknologi kelautan,coastal engineering and management,teknologi perkapalan, teknologi material,teknologi informasi dan komunikasi,serta nanoteknologi.
Ketiga, mudik menjadi upaya untukmengembalikan fungsi transformasiagama secara praksis. MenurutClifford Geertz, agama bukanlah sesuatu yangtunggal, tetapi terkepung dalam realitasobjektif yang sangat mempengaruhi,baik interpretasi maupun aktivitasnya.Untuk itu, mudik merupakan mediauntuk melakukan kritik kebudayaanatau sebagai bentuk pemusnahbudaya yang destruktif di daerahasal setelah mengalami pertarunganpsikologis dan sosiologis humanistikdi perkotaan. Transformasi nilai progresiftersebut tentu akan memberikankesetaraan pembangunan yangpenting dalam memajukan desa secaraumum.
Oleh karena itu, kiranya akan sangatproduktif jika mudik juga dikampanyekansebagai wahana jihad untukmelawan musuh-musuh teologi perspektifdunia modern, yaitu kebodohan,kesenjangan, kemiskinan, dan kerawanansosial. Alhasil.sesungguhnya alternatif-alternatifatas masalah tersebut adalahkebersamaan dan transfer pengalamanserta kesetiakawanan masyarakat yangtentunya dapat didorong oleh para pemudikyang telah berinteraksi dengankemajuan zaman di perantauan kota.Nilai progresivitas membangun masyarakatinilah Hakikat mudikyang harus dikampanyekan menujukesetaraan bersama. Selamat bermudik, semogaamandan selamatsampaitujuan.