
PELAIHARI – Pengadilan Negeri (PN) Pelaihari yang menyidangkan perkara gugatan Nomor 7/pdt.G/2023/PN Pli, menggelar sidang pemeriksaan setempat (PS) di Desa Asam-asam, Kecamatan Jorong, Kamis (13/4) siang.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Dwi Ananda Fajarwati (Wakil Ketua PN Pelaihari) tersebut, dihadiri sekelompok warga dari pihak penggugat dan tergugat, serta disaksikan kepala desa dan ketua RT setempat.
Dilaksanakannya sidang PS oleh PN Pelaihari ini, merupakan tindaklanjut atau proses hukum perdata gugatan yang diajukan sekelompok warga terhadap tiga pengusaha, yang telah melakukan penambangan di atas lahan yang mereka kelola.
Sebagaimana dalam berkas gugatan yang sedang berproses di PN Pelaihari Nomor 7/pdt.G/2023/PN Pli dengan penggugat sebanyak 20 warga dan tiga tergugat, yakni tergugat satu atas nama H Gazali Rahman dengan alamat jalan A Yani RT 001 Desa Sungai Baru, Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut.
Kemudian tergugat kedua H Junaidi yang beralamat di jalan A Yani Desa Asam-asam, Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut, dan tergugat ketiga PT Barito Inti Perdana (BIP) yang beralamat di Jalan A Yani Km 6,5, Kota Banjarmasin.
Berdasarkan isi berkas gugatan, untuk satu warga telah mengelola lahan masing-masing dua hektar dengan total lahan yang dikelola warga seluruhnya sebanyak 40 hektar.
Oleh karena itu, untuk melakukan pembuktian dalam proses tahap persidangan, PN Pelaihari melakukan sidang di tempat lokasi untuk mengetahui batas-batas lahan yang sudah digarap atau dilakukan penambangan.
Dalam pelaksanaan sidang PS, juga menghadirkan pihak BPN setempat selaku tim ukur untuk mempermudah menentukan titik kordinat batas lahan.
Lahan kelompok milik para penggugat dengan 40 hektar, berbatasan sebelah utara Tambang PT Jorong Barutama Greston (JBG), sebelah timur jalan tambang PT Barito Inti Perdana, sebelah selatan tambang PT Jorong Barutama Greston (JBG), dan sebelah barat H Jantra.
Perwakilan penggugat bernama Nandrian mengatakan, ia bersama warga sudah lama mengelola lahan tersebut dan memiliki alas hak berupa Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) sejak tahun 2000. Dalam gugatannya, mereka menuntut agar lahan mereka dikembalikan seperti semula dan meminta ganti rugi.
Ketika ditanya kenapa baru saja melakukan gugatan sementara aktivitas penambangan di tahun 2019, ia mengatakan pada waktu dilakukan penambangan oleh para tergugat, pihaknya tidak berdaya. “Saat itu kami tidak berani karena dihadang para preman,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat itu mereka sudah mencoba melakukan pendekatan, namun alasan para tergugat melakukan penambangan dengan mengatakan itu bukan lahan warga.
“Padahal saya bersama orangtua sudah sejak tahun 1979 tinggal dan bertani dilahan tersebut. Saya juga telah membayar pajak lahannya. Maka dari itu kami menuntut lahan kami dikembalikan seperti semula, serta meminta ganti rugi,” katanya.
Kuasa hukum penggugat Syahruzzaman SH MH yang ikut mendampingi sidang PS mengatakan, dengan dilaksanakan sidang ini semakin jelas tentang dasar gugatan yang diajukan para penggugat.
“Karena sidang PS ini pembuktian antara SKPT yang dimiliki warga selaku penggugat dengan obyek di lapangan. Artinya, berkesesuaian tidak SKPT milik warga dengan lokasi lahan,” katanya.
Syahruzzaman menambahkan, berdasarkan SKPT yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar gugatan warga. “Saya selaku kuasa hukum penggugat berharap majelis hakim yang menyidangkan perkaranya bisa mengabulkan gugatan warga,” pungkasnya. ris