JAKARTA – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta akhirnya menguatkan putusan tingkat pertama dari PN Jakarta Selatan pada 13 Maret 2023 lalu. Dengan demikian, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo tetap dihukum mati.
Dalam pertimbangannya, PT DKI mengatakan vonis melebihi tuntutan atau ultra petita dalam perkara mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dibenarkan dalam hukum pidana.
Hal itu disampaikan Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso merespons memori banding penasihat hukum Sambo, yang menyoal vonis kliennya melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ultra petita merupakan kondisi di mana majelis hakim menjatuhkan vonis melebihi tuntutan JPU. Hakim Singgih menjelaskan istilah ultra petita sebenarnya tidak dikenal dalam hukum pidana.
“Tentang hal ini majelis hakim tinggi berpendapat bahwa ultra petita tidak dikenal baik dalam hukum acara pidana maupun di hukum pidana,” ujar Singgih saat membacakan pertimbangan banding Sambo di PT DKI Jakarta, Rabu (12/4), seperti yang dikutip cnnindonesia.com.
Singgih menyebut ultra petita hanya dikenal dalam hukum perdata yang diatur melalui hukum acara perdata, sedangkan tidak untuk hukum pidana.
Meski demikian, kata Singgih, vonis melebihi tuntutan jaksa kerap dibuat oleh majelis hakim yang kemudian menjadi yurisprudensi.
“Sistem hukum Indonesia tidak terpaku pada civil law atau undang-undang jadi sumber hukum, tetapi juga bermuara pada common law yang didasarkan pada yurisprudensi,” ujarnya.
Oleh karenanya, PT DKI tidak menolak putusan hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kepada Sambo.
“Dengan demikian secara mutatis mutandis ultra petita dibenarkan dalam lapangan hukum pidana,” ujarnya.
PT DKI Jakarta juga satu suara dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa motif pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tidak wajib untuk dibuktikan.
“Berkaitan motif yang dilakukan pemohon banding Ferdy Sambo, bahwa judex facti berpendapat motif tidak wajib dibuktikan,” kata Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso.
Hakim Singgih menjelaskan, motif merupakan hal yang mendorong seseorang melakukan tindak pidana. Dalam proses peradilan, motif juga menjadi bagian untuk menentukan berat ringan hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim.
“Akan tetapi sifatnya kasuistik,” ujarnya.
Hakim Singgih menyatakan bahwa pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutuskan untuk tidak membuktikan motif pembunuhan Brigadir J sudah tepat.
“Dengan demikian, apa yang dipertimbangkan jude facti tingkat pertama mengenai motif adalah sudah benar, yakni bukannya tidak ada motif akan tetapi terdapat perbedaan penafsiran motif terdakwa Ferdy Sambo antara penasihat hukum dengan majelis hakim,” jelasnya.
Hakim Singgih menilai motif pembunuhan Brigadir J semakin kabur lantaran saksi kunci yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) rumah Magelang, Jawa Tengah yakni Kuat Ma’ruf dan Susi tidak berkata secara jujur terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
“Bahwa motif ini semakin tidak jelas karena saksi-saksi penting seperti saksi Kuat Ma’ruf, saksi Susi, yang ada di tempat kejadian di rumah di Magelang sejak awal tidak terbuka ketika ditanya oleh saksi Ricky Rizal Wibowo dan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu tentang apa yang terjadi dan dijawab tidak tahu padahal yang bertanya adalah pihak yang nyata bertanggung jawab terhadap Putri Candrawathi,” ujar hakim. web
PT DKI Jakarta menguatkan putusan tingkat pertama terhadap terdakwa Ferdy Sambo, sehingga Ferdy Sambo tetap dihukum mati.
Sambo dinilai terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Peristiwa pembunuhan Yosua dilakukan di rumah dinas Sambo nomor 46 di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022.
“Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 13 Februari 2023 Nomor 796/Pid.B/2022/PN JKT.SEL yang dimintakan banding tersebut,” kata Hakim Singgih membacakan amar putusan.
“Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan,” lanjut hakim.
Putusan perkara nomor: 53/PID/2023/PT.DKI dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Singgih Budi Prakoso dengan hakim anggota Ewit Soetriadi, Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi.
Ferdy Sambo selaku terdakwa berhak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung merespons putusan banding tersebut. web