Jumat, Juli 4, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Indonesia Darurat Penyelesaian Sengketa Pilkada 2024

by matabanua
9 April 2023
in Opini
0
D:\2023\April 2023\7 April 2023\8\8\hendrik kurniawan.jpg
Hendrik Kurniawan, S.H.* Peneliti pada Pusat Studi Konstitusi dan Legislasi (PUSKOLEGIS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

 

Pemerintah saat ini sudah mulai menyiapkan berbagai infrastruktur menjelang Pemilu 2024, namun Pemilu 2024 berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pilkada 2024 akan dilaksanakan secara serentak berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat (8) yang menyatakan bahwa “Pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Pemilu dari tahun ke tahun hasil akhirnya tentu tidak bisa memuaskan semua pihak, kecurangan dalam Pemilu selalu ada dan muara akhir penyelesaian sengketa Pemilu selalu berakhir di Mahkamah Konstitusi. Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.” Dari keempat kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi salah satunya adalah memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Makna pemilu jika merujuk pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Sedangkan pilkada adalah kepanjangan dari Pemilihan Kepala Daerah. Pilkada adalah proses pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang telah memenuhi persyaratan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota. Yang pada dasarnya kata pemilu dan pilkada adalah dua kata yang berbeda sehingga jika melihat pada pasal 24C UUD 1945 Mahkamah Konstitusi hanya berwenang memutus perselisihan pemilu bukan pilkada.

Proses penyelesaian sengketa pilkada yang dulunya berada dibawah Mahkamah Agung kemudian di alihkan ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008. Hal itu tidak menjadi problematis jika pilkada tidak dilakukan secara serentak. Namun akan menjadi problematis jika pilkada di Indonesia dilakukan secara serentak. Maka beban Mahkamah Konstitusi akan semakin berat, dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sudah mengamanatkan untuk membentuk peradilan khusus. Sebaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa MK tidak lagi berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada sebab pasal 236C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 menentukan bahwa penyelesaian sengketa hasil pilkada menjadi kewenangan peradilan khusus.

Proses penyelesaian sengketa pilkada juga diatur didalam Pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa perkara perselisihan hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus. Sedangkan di Pasal 157 ayat (2) dijelaskan bahwa peradilan khusus sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dibentuk sebelum pelaksanaan Pemilihan serentak secara nasional. Namun yang terjadi sampai saat ini Pemerintah masih belum menyiapkan infrastruktur pembentukan peradilan khusus dalam penyelesaian sengketa pilkada.

Apabila penyelesaian sengketa pilkada tetap berada di Mahkamah Konstitusi maka harus diperjelas kata pemilu dan pilkada, sebab apa yang tertuang dalam Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 24 C UUD 1945 adalah pemilu bukan pilkada, padahal pengertian dari pemilu dan pilkada berbeda, maka jalan yang bisa ditempuh adalah mengamandemen UUD 1945 untuk menyamakan frasa pemilu dengan pilkada.

Mahkamah Konstitusi Overload Penyelesaian Sengketa Pilkada

Makamah Konstitusi sebagaimana Pasal 24C UUD 1945 mempunyai 4 kewenangan dan 1 kewajiban, dengan 9 hakim konstitusi dirasa sangat cukup berat dalam mengadili setiap permohonan yang diminta. Apabila pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024 dengan jumlah kabupaten, kota dan provinsi yang begitu banyak dan proses penyelesaian sengketa pilkada terbatas oleh waktu maka tentu tidak akan maksimal nantinya. Jumlah kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia berjumlah 558. Kabupaten berjumlah 417, Kota berjumlah 103 dan provinsi berjumlah 38. Maka Mahkamah Konstitusi tidak akan maksimal menangani perkara jika 30% – 50% kabupaten, kota dan provinsi mengajukan gugatan penyelesaian sengketa ke Mahkamah Konstitusi tidak akan selesai dengan maksimal.

Proses pendaftaran gugatan di Mahkamah Konstitusi harus sudah masuk 3 (tiga) hari kerja dan proses penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi terbatas yaitu hanya 45 hari kerja, apabila dibentuk hakim panel hakim konstitusinya jika gugatan sengketa yang masuk ke Mahkamah Konstitusi banyak maka hal itu tidak akan maksimal dalam penyelesaiannya. Penulis tidak meragukan akan kemampuan hakim konstitusi, sebab hakim konstitusi adalah benar-benar orang-orang terpilih yang berintegritas dan negarawan sejati, namun kita tidak boleh menutup mata bahwa hakim Mahkamah Konstitusi juga akan rentan di suap apabila kasus yang masuk terlalu banyak. Penangkapan Akil Mochtar oleh KPK juga dikomentari pakar hukum tata negara bang Margarito Kamis bahwa hakim Mahkamah Konstitusi sangat rentan untuk di suap dalam penyelesaian sengketa Pilkada.

Perlunya Pembentukan Peradilan Khusus

Pembentukan peradilan khusus bisa dibuat dengan berbagai skema dan menyesuaikan kebutuhan, jika kebutuhan penyelesaian sengketa pilkada hanya setiap 5 tahun sekali maka peradilan ad hoc (peradilan sementara) solusinya, karena nantinya akan menghemat anggaran negara karena tidak bersifat pengadilan permanen. Pengadilan ad hoc di Indonesia sendiri sudah ada beberapa, salah satunya yaitu pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan berbagai bentuk pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum Undang-Undang Pengadilan HAM diundangkan.

Pembentukan peradilan ad hoc nantinya bisa dibentuk sebelum pelaksanaan Pilkada dilangsungkan dan bisa diikutkan di bawah Mahkamah Agung. Pemilihan hakim ad hoc tentunya harus dilakukan secara ketat dan selektif yang ditunjuk langsung oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Apabila peradilan khusus ditempatkan dibawah Mahkamah Agung maka bisa dilekatkan di PTUN sebab penyelesaian sengketa pilkada karena erat kaitannya dengan permasalahan administratif. Biarkan Mahkamah Konstitusi fokus kepada permasalahan penyelesaian problem konstitusional. Penulis mendorong kepada Pemerintah agar mempertimbangkan kelemahan dan kekurangan jika penyelesaian sengketa pilkada tetap berada dibawah Mahkamah Konstitusi. Infrastruktur penyeleselaian sengketa pilkada harus dipersiapkan sedini mungkin untuk menghindari overload atau kelebihan perkara yang masuk di Mahkamah Konstitusi ketika proses penyelesaian sengketa pilkada 2024 nanti berlangsung.

 

 

Tags: Hendrik KurniawanMahkamah KonstitusiPilkada 2024PUSKOLEGIS
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA