Selasa, Agustus 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Pemilu, Jangan Dianggap Terlalu Serius

by matabanua
3 April 2023
in Opini
0
D:\2023\April 2023\0404\8\8\hamda afsuri saimar.jpg
Hamda Afsuri Saimar (Kepala Bidang Pengabdian Masyarakat Himpunan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara Unand)

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan dilaksanakan sebentar lagi. Persiapan oleh berbagai kalangan telah mendekati tahap finalisasi, hal ini terlihat dari KPU yang telah menetapkan 17 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal aceh sebagai peserta pemilu 2024. Beberapa partai di Indonesia juga telah mulai melakukan gerakan politik yang diharapkan mampu mendorong pengumpulan simpatisan partai masing-masing. Partai dalam lingkungan parlemen dan non parlemen telah mulai membentuk kelompok dalam persiapan pemilu 2024. Deklarasi Bakal Calon Presiden telah bermunculan dari masing-masing partai hingga koalisi. Partai nasdem, demokrat dan partai keadilan sejahtera tergabung dalam ‘Koalisi Perubahan’ dan koalisi gerindra-pkb tidak ketinggalan serta beberapa peserta pemilu lainnya yang langsung tancap gas dalam persiapan arena ‘kompetisi’ 2024.

Permasalahannya dalam tiap pelaksanaan kontestasi politik bukanlah terletak pada beberapa persiapan yang telah disebutkan di atas. Walaupun, pada tanggal 2 Maret 2023 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan untuk menunda pemilu. Namun, sebagai negara hukum, tentu peristiwa tersebut bukan merupakan masalah besar karena sejatinya penundaan pemilu tidak etis dilakukan atas perintah Pengadilan Negeri. Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 menegaskan bahwa “Dalam hal pelaksanaan pemilihan umum sekali dalam lima tahun sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E ayat (1) tidak dapat dilaksanakan karena terjadinya perang, pemberontakan, gangguan keamanan yang berdampak luas, bencana alam dan wabah penyakit yang sulit diatasi, maka MPR berwenang untuk menunda pelaksanaan Pemilu sampai batas waktu tertentu”. Penegasan dalam partikel konstitusi tersebut juga diperjelas oleh Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara yang menjelaskan hanya terdapat tiga cara sah dalam penundaan pemilu meliputi amandemen UUD 1945, Dekrit Presiden dan Konvensi Ketatanegaraan yang pernah digagas oleh Sjahrir dan dilaksanakan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta (Dilansir dari cnnindonesia.com, 2022).

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\20 Agustus 2025\8\8\Gennta Rahmad Putra.jpg

Dua Sisi Artificial Intelligence dalam Pembangunan Berkelanjutan

19 Agustus 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Indonesia Masih Dijajah

19 Agustus 2025
Load More

Sementara yang harus diwaspadai sebagai permasalahan pemilu adalah tingginya konflik yang terjadi pada saat pelaksanaan pemilu yang telah mengakar dari sejak pemilu secara langsung dilaksanakan pasca reformasi. Konflik yang mengakar memang seharusnya dicegah namun yang seringkali terjadi adalah bahwa upaya yang dilakukan untuk meminimalisir konflik malah melahirkan konflik baru. Penertiban spanduk para peserta pemilu oleh aparat malah menimbulkan pertentangan dari partisipan partai terkait menjadi contoh buruk dari upaya meminimalisir konflik tersebut.

Sedikit mengulang kebelakang yaitu sejak pemilu secara langsung dilaksanakan, konflik dalam pemilu seringkali dikaitkan dengan politik identitas. Sebut saja dalam sepuluh tahun terakhir yang telah terjadi dua kali dalam ‘pagelaran’ pemilu bahwa bangsa Indonesia telah dipecah dalam dua kelompok besar yang saling menjatuhkan. Panggilan ‘cebong’ dan ‘kampret’ misalnya adalah contoh kecil dari upaya politisasi identitas yang terjadi (pemilu 2014 dan pemilu 2019).

Penyebab lahirnya konflik pemilu selanjutnya yang seringkali terjadi adalah pertunjukan semu perbedaan kepentingan para peserta pemilu dalam kampanye masing-masingnya. Padahal, jika dirunut secara seksama dan detail bahwa setiap butir visi dan misi yang disampaikan masing-masing calon para peserta pemilu merupakan susunan utuh dari bagian-bagian yang sama yaitu untuk memperbaiki sistem dan pelaksananaan yang menyimpang dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pertunjukan semu perbedaan kepentingan tersebut kemudian berpotensi melahirkan penyelewengan saat pelaksanaan rangkaian kegiatan pemilu. Masing-masing tim sukses (timses) peserta pemilu akan menjadi pelaksana terselubung pertunjukan semu kampanye tersebut kepada praktek yang dilarang seperti money politic, memanipulasi secara paksa hasil pemilu dan perbuatan menyimpang lainnya.

Pemahaman pemilu yang mengakar dan baik harus mulai untuk dibangun di Indonesia. Pemilu secara harfiah harus diyakini sebagai bagian dari politik yang merupakan kumpulan strategi untuk menang dalam suatu kompetisi. Layaknya, permainan dalam suatu kompetisi setiap pihak harus berlaku sportif (tidak bermain curang) semuanya berjalan dalam aturan yang telah disepakati untuk ditetapkan berlaku.

Kolaborasi analogi di atas ketika disambungkan dengan kegiatan pemilu maka terdapat dua kesimpulan yaitu peserta kompetisi ingin memenangi kompetisi (pemilu) dan hadiah yang telah diperoleh dari kompetisi tersebut dibagikan untuk kesejahteraan kelompok dalam hal ini harus ditetapkan yaitu bangsa Indonesia. Sehingga pemilu bukan saja dianggap sebagai ladang kemunculan konflik melainkan sebagai sebuah permainan atau refresing bagi seluruh rakyat Indonesia dari kekalutan hidup. Dengan kata lain, tujuan yang sama harus diutamakan dan untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sehingga tidak ada kelompok atau siapapun yang merasa terzolimi oleh praktek curang.

Menghadapi Pemilu dengan Elegan

Menjalankan pemilu secara elegan bukan berarti harus selalu serius dan fanatik berlebihan terhadap pilihan politik masing-masing. Melaksanakan pemilu dengan elegan adalah menerima perbedaan pilihan politik dan tidak adanya upaya dalam menciptakan ketersinggungan masing-masing pihak. Bangsa Indonesia seharusnya tidak perlu lagi untuk diingatkan mengenai marwah dari suatu perbedaan karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir dari perbedaan dan disatukan oleh persamaan senasib seperjuangan.

Berdasarkan pengalaman tersebut seharusnya menjadi landasan bagi bangsa Indonesia untuk menjalankan pemilu dengan cara yang santai dan tidak gegabah ketika terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan pilihan. Pun dibutuhkan kebijaksanaan para peserta pemilu agar memegang teguh kejujuran dan tidak melakukan pelanggaran apapun ketika melaksanakan pemilu. Menghadapi pemilu dengan elegan adalah sebuah pilihan dalam mewujudkan atmosfer pemilu yang menggambarkan pesta rakyat yang sesungguhnya dan berjalan sesuai dengan aturan yang ada.

 

 

Tags: Hamda Afsuri SaimarKepala Bidang Pengabdian MasyarakatKPUPemilu
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA