Senin, Juni 23, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Menolak Mudharat Lebih Utama dari Mengejar Manfaat

by matabanua
29 Maret 2023
in Ramadhan
0

 

JAKARTA – Secara bahasa, mudharat diarti­kan sebagai kondisi yang sangat berbahaya. Dalam Al-Qurthubi disebutkan bahwa mu­dharat berarti pelarangan yang sifatnya mutlak karena membahayakan atau menderitakan.

Artikel Lainnya

Bukber dengan Pangdam VI

Bukber dengan Pangdam VI

13 Maret 2025
Hasnur Mulai Safari Ramadhan

Hasnur Mulai Safari Ramadhan

12 Maret 2025
Load More

Sementara itu, ahli ushul fikih menyebut pengertian mudharat sebagai perbuatan yang tidak mengandung manfaat dan bahkan bisa melukai seseorang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mu­dharat merupakan perbuatan yang tidak berarti dan cenderung berbahaya.

Berkenaan dengan mudharat, Prof Nasaruddin Umar mene­rang­kan bahwa menolak suatu mudharat lebih utama daripada mengejar satu manfaat. Ia mencontohkan perihal pandemi COVID-19 yang sempat merebak di seluruh penjuru dunia, ter­masuk Indonesia.

“Kalau orang yang tidak mengerti ushul fikih itu bisa memprovokasi dan menimbulkan salah paham. Seperti pelarangan ke masjid saat pandemi COVID-19 oleh pemerintah,” kata Prof Nasaruddin.

Ia menerangkan, langkah yang diambil pemerintah melaku­kan pelarangan dinilai tepat, karena ada kaidahnya. Sebab, apabila umat muslim diizinkan pergi ke masjid kala COVID-19 merebak, tentu penularan akan semakin meluas.

“Misal nekat, tidak peduli dan tetap pergi ke masjid saat COVID-19 mengamuk. Dia sehat, tapi begitu sampai rumah, orang tuanya yang rentan terkena virus. Apa yang terjadi? Bapak ibunya meninggal karena dia sholat di masjid,” papar Prof Nasaruddin Umar.

Mencegah musibah lebih penting daripada mengejar manfaat. Contoh lainnya seperti pelaksanaan sholat Jumat. Meskipun wajib, apabila ada sesuatu seperti sakit, musafir, maka boleh diganti menjadi sholat Dzuhur biasa, begitu pun ketika pandemi COVID-19.

Menurut Prof Nasaruddin, hal tersebut tidak melanggar syariat agama dan boleh dilaku­kan dalam keadaan darurat. Ia mengimbau kaum muslim untuk beragama secara benar, bukan secara nekat.

Lebih lanjut ia memaparkan tentang dua macam hukum yang harus diikuti, yaitu hukum alam (takwini) dan hukum syariah (tasyri’i). Apabila keduanya bertentangan, kita diminta memilih salah satu yang meng­untungkan kehidupan kita.

“Contohnya, ulama menga­ta­kan rapatkan shafnya ketika sholat. Tapi dokter mengatakan social distancing, mau ikut dokter atau hadits? Kita harus menyelamatkan tubuh, maka prioritaskan hukum takwini,” kata Prof Nasaruddin. dtc/mb06

 

ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA