Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)
Polisi telah menetapkan Mario Dandy Satriyo (MDS) berusia 20 tahun, sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap David yang berusia 17 tahun. Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan negara akan tetap menyeret Mario Dandy Satriyo (MDS), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo ke pengadilan. Mario Dandy merupakan tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah satu pengurus pusat GP Anshor.
Mahfud mengaku tak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma. Menurut Mahfud, orang tua Mario, yakni Rafael juga harus bertanggungjawab atas tindakan sang anak. Mario dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP. Sementara itu, Shane (provokator dan perekam tindakan brutal Mario terhadap D) dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 KUHP.
Mahfud membenarkan Rafael sudah dicopot dari jabatan sebagai Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II. Meski sudah dicopot dari jabatan tersebut bukan berarti pidana terhadap sang anak dihentikan. “Ya, itu hukum administrasi (copot jabatan), bukan hukum pidana. Itu hukum administrasinya sudah betul,” kata Mahfud.
Pakar Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menyebutkan ada kemungkinan Mario bisa bertindak brutal karena selama ini terbiasa hidup penuh kemudahan dan tidak pernah ada di posisi hidup susah atau situasi yang down. Ini bisa menjadikan emosinya memuncak ketika dilanda masalah hingga menjadikan korban D sebagai pelampiasan.
Selain itu, berdasarkan temuan terbaru, di dalam mobil Jeep Rubicon Mario yang kini terparkir di halaman Polres Jakarta Selatan, terdapat minuman keras di bagian jok belakang dengan isi yang masih ¾ botol. Ini menguatkan dugaan bahwa tindak kejahatan Mario makin menjadi-jadi karena dipicu konsumsi minuman keras. Selain tindakan brutalnya, Mario juga kerap memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial. Dalam beberapa video di akun media sosial yang diduga milik Mario, serta beberapa moge (motor gede).
Buntutnya, harta sang ayah, Rafael Alun Trisambodo selaku mantan pejabat DjP, juga ikut disorot. Jika dilihat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rafael telah melaporkan harta yang dimiliki pada 2011. Berdasarkan semua itu, publik pun setuju bahwa Mario adalah wujud anak salah asuh. Hal ini juga tampak dari dugaan pakar kriminologi dan kepolisian Adrianus Meliala bahwa kemungkinan Mario memiliki trauma masa kecil.
Menurut Adrianus, beberapa anak yang sudah dewasa yang tidak terkontrol emosinya, bisa jadi pernah mengalami trauma pada masa balita. Ini sejalan dengan informasi dari Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Rohika Kurniadi Sari pada 2022 bahwa masih banyak anak Indonesia yang mendapatkan pola pengasuhan tidak layak.
Di samping itu, terdapat UU 23/2002 yang mengamanatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan yang layak dari orang tuanya. Rohika juga menegaskan bahwa pengasuhan anak merupakan salah satu agenda nasional untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Pengasuhan yang tidak layak mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi perkembangan anak karena pemenuhan hak-hak anak tidak terpenuhi dengan baik, seperti hak kesehatan dan hak perlindungan.
Kasus Mario tentu tidak bisa kita pandang secara berdiri sendiri. Berbagai kasus yang melibatkan remaja maupun dewasa muda yang juga marak belakangan ini menunjukkan nasib generasi ada di ujung tanduk. Kesalahan pola asuh mungkin bisa kita sebut sebagai salah satu penyebab tindakan brutal seorang Mario. Dengan demikian, kita harus memandang kasus ini secara lebih holistik dan sistemis.
Persoalan pengasuhan tidak hanya seputar kesiapan mental para calon suami dan istri sebelum memutuskan menikah. Aktivitas pranikah juga tidak semestinya berupa pacaran yang selama ini mendapatkan pemakluman dari masyarakat karena dianggap “cinta monyet”. Pacaran justru terjadi akibat ada ruang pengasuhan dan curahan kasih sayang yang kosong ketika yang bersangkutan masih kecil.
Artinya, ada peran orang tua (ibu dan ayah) yang hilang saat momen pengasuhan itu berlangsung. Ruang kosong tersebut ibarat utang, cepat atau lambat harus “dilunasi” orang tua. Jika tidak, baik sadar maupun tidak, anak akan terus “menagih” hingga usia dewasa. Dampak negatif yang muncul, anak akan menjadi nakal. Juga ada saja perilaku lainnya yang selalu menyebabkan masalah, lebih parah jika kondisi ini berlangsung hingga dewasa.
Mario, misalnya, hidup serba enak bahkan serba boleh sejak kecil, tetapi ternyata kondisi ini adalah pola asuh yang salah. Kasus yang menimpanya saat ini adalah bom waktu dari kesalahan pola asuh tersebut. Dalam hidup, pasti ada standar benar dan salah. Hanya saja cara pandang serba boleh akan membuat standar benar dan salah jadi tidak jelas. Cara pandang akan standar kehidupan ini penting dan harus ditanamkan sejak masih dalam kandungan. Jelas, standar kehidupan yang berasal dari Sang Khalik satu-satunya yang layak untuk diberikan kepada anak-anak kita.
Allah Taala mengingatkan kita dalam firman-Nya, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (TQS Al-Furqan : 74).
Allah juga berfirman dalam ayat yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS At-Tahrim : 6).
Islam menekankan pentingnya kesiapan mental bagi seorang muslim menyambut masa balig yang pada saat itu dirinya akan menjadi mukalaf (seseorang yang telah terbebani pelaksanaan hukum syarak di dunia dan dirinya harus sadar akan pertanggungjawaban di akhirat kelak). Islam juga memiliki khazanah keilmuan dan tsaqafah tentang pernikahan, hukum seputar keluarga, peran penting menjadi orang tua, serta sistem pola asuh anak sejak masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, prabalig, hingga balig.
Proses pengasuhan kepada anak ternyata tidak melulu soal kehadiran orang tua secara fisik, alih-alih sekadar kucuran materi dan fasilitas hidup. Akan tetapi, juga perihal ketakwaan sehingga menghasilkan pemikiran pada anak bahwa hanya dengan Islam sajalah standar kelayakan bagi cara pandang terhadap kehidupan. Di samping itu, mutlak bagi seorang ayah memberikan nafkah yang berasal dari rezeki yang halal.
Selanjutnya, anak-anak kita membutuhkan lingkungan sosial yang kondusif yang akan membantu menciptakan atmosfer sehat bagi pendidikan dan pemikiran mereka. Masyarakat tersebut adalah masyarakat Islam yang juga menjadikan Islam sebagai standar kehidupan. Tidak lupa, kita membutuhkan suatu negara dengan tata aturan kehidupan berdasarkan Islam kafah sebagaimana Khilafah sejak masa Rasulullah saw., khulafaurasyidin, dan khulafa setelah mereka.
Ini sebagai langkah mempersiapkan generasi muda muslim yang teguh memegang ajaran Islam, yang lahir dari keluarga-keluarga muslim miniatur peradaban Islam. Khilafah juga akan menerapkan sejumlah sistem penunjang bagi fondasi akidah yang sudah tertanam dari keluarga. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam dalam rangka menghasilkan generasi berkepribadian Islam sekaligus calon pemimpin peradaban.
Khilafah juga memberikan jaminan kesejahteraan dari sisi kecukupan ekonomi serta berbagai jalan nafkah yang halal dalam rangka menjaga kekondusifan pengasuhan anak-anak. Hal ini penting agar para orang tua (khususnya ibu) tidak perlu terlalu pusing memikirkan kebutuhan hidup yang pada akhirnya menelantarkan anak dan mengabaikan proses pengasuhan mereka. Pada saat yang sama, Khilafah menerapkan sistem sanksi Islam secara tegas dengan sifatnya sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).
Walhasil, ketika ada suatu pelanggaran hukum syariat Islam, tidak akan merembet luas di tengah masyarakat. Sungguh, jangan biarkan lahir Mario-Mario lainnya, yang meski berkecukupan, tetapi memiliki cara pandang yang salah terhadap kehidupan. Allah Taala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (TQS Ar-Ruum: 30).