
JAKARTA – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menargetkan penjualan 130.000 unit rumah subsidi pada 2023. Hal ini seiring dengan optimisme pulihnya makroekonomi yang mendorong konsumsi di sektor properti.
Sekretaris Jenderal Apersi, Daniel Djumali, mengatakan secara keseluruhan pihaknya membidik penjualan 150.000 unit yang mencakup 130.000 unit rumah subsidi dan 20.000 unit rumah komersial.
“Kami target tahun ini salurkan 150.000 unit rumah subsidi dan komersil. Jadi 120.000-130.000 unit rumah subsidi dan sisanya itu rumah komersil,” kata Daniel.
Adapun, target yang dipasang Apersi tahun ini lebih tinggi dari realisasi penjualan pada 2021-2022 lalu. Pada 2021 lalu, Apersi mencatatkan penjualan 103.000 unit rumah subsidi.
Sementara itu, pada 2022, asosiasi yang anggotanya mayoritas pengembang rumah subsidi itu hanya mencatat penyaluran sebanyak 69.653 unit. Rumah yang ditawarkan oleh para pengembang Apersi tak lebih dari harga Rp350 juta.
Optimisme Apersi dalam mencapai target penjualan itu didorong oleh kebutuhan hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sekaligus permintaan yang terlihat dari pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR).
Berdasarkan laporan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) dari Bank Indonesia triwulan IV/2022, pertumbuhan total nilai kredit KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 7,79 persen (year-on-year/yoy), sedikit meningkat dibanding 7,73 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan tercatat sebesar 2,77 persen yoy, melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,27 persen yoy.
Di samping itu, pencairan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) pada triwulan IV/2022 tercatat sebesar Rp8,033 triliun atau meningkat 250,93 persen yoy, kembali tumbuh positif dari terkontraksi sebesar -10,02 persen pada triwulan sebelnya. Sebelumnya, Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah, mengatakan pihaknya membidik penjualan rumah subsidi di angka 100.000 unit pada 2023.
Menurutnya, tahun lalu merupakan siklus pengembang untuk membangun rumah dan tahun ini merupakan waktunya penghabisan produk yang telah terbangun.
“Pengembang ini ada siklus, siklus waktu produksi, kemudian penjualan itu ada waktunya. Tahun ini [2022] kami produksi, tetapi terhambat perizinan dan pembebasan lahan itu butuh waktu,” kata Junaidi.
Di sisi lain, Sekjen Apersi, Daniel Djumali menyoroti inovasi penyaluran KPR oleh perbankan. Dia menuturkan, saat ini pun ada berbagai inovasi dari perbankan yang dapat mendukung daya beli hunian bagi MBR.
Salah satunya yakni yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. atau BTN yang berencana menggunakan mesin pintar dalam proses persetujuan KPR.
Meski uji coba yang dilakukan BTN saat ini hanya untuk pengajuan kredit minimal Rp750 juta, tapi dia menyatakan bahwa pihaknya akan memantau dan berharap inovasi tersebut dapat dipertimbangkan untuk harga rumah di bawahnya. “Memang untuk Rp750 juta ke bawah itu mungkin masih banyak yang perlu diperbaiki kebijakannya, memang mesti hati-hati karena apalagi KPR subsidi itu banyak sekali persyaratan dan ketentuan yang berlakunya,” ujarnya. bisn/mb06