Selasa, Agustus 19, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Nasib Buruh Kian Keruh

by matabanua
27 Maret 2023
in Opini
0

Oleh : Adzkia Mufidah, S.Pd

Nasib buruh kian keruh. Ya, bagaimana tidak? Baru-baru ini, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah telah mengizinkan perusahaan berorientasi ekspor atau eksportir untuk memotong gaji buruh serta mengurangi jam kerjanya. Kebijakan ini dilakukan pada eksportir yang terdampak ekonomi global.

Artikel Lainnya

D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\Edi Setiawan.jpg

Ekonomi Merdeka Angka 80: Janji Yang Belum Tuntas

18 Agustus 2025
D:\2025\Agustus 2025\19 Agustus 2025\8\tias aditya.jpg

Menyusui Sebagai Praktik Cinta yang Berkelanjutan

18 Agustus 2025
Load More

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Kaum buruh menuding, langkah Ida Fauziyah menerbitkan aturan ini bahkan telah melanggar aturan yang ada.

“Kami menolak Permenaker No 5/2023 yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75%. Hal itu jelas melanggar Undang-Undang,” kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Di sisi lain dari kalangan pelaku usaha, Wakil Ketua Umum Apindo Bidang Ketenagakerjaan Anton J Supit menilai aturan ini memiliki tujuan yang lebih luas, yakni menyelamatkan perusahaan dari meledaknya pemutusan hubungan kerja masal.

“Pengaturan Permenaker bukan untuk selamanya tapi dibatasi waktu, 6 bulan. Saya waktu itu terlibat dalam pembicaraan, ngga dikatakan sepanjang waktu. Intinya daripada mati seluruhnya lebih baik ada yang diselamatkan,” kata Anton (CNBC Indonesia, 18/3/2023).

Hal serupa juga disampaikan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri. Ia menjelaskan alasan pemerintah menerbitkan Permenaker 5 Tahun 2023 adalah untuk mencegah terjadinya PHK yang terjadi di industri padat karya tertentu, yang berorientasi ekspor.

Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar. Ia menganggap kebijakan pembayaran 75 persen dari upah yang biasa diterima buruh, bukan solusi efektif untuk menekan angka PHK.

Ia mengatakan saat ini hubungan kerja di industri padat karya berorientasi ekspor umumnya merupakan pekerja kontrak dan outsourcing. Sehingga perusahaan tetap dengan mudah memutus ikatan kerja. Sebaliknya, Timboel melihat yang rawan terjadi adalah upah yang kecil dengan minimnya jaminan pemutusan kerja. (kumparan.com/19/03/2023)

Meski banyak pihak mengkritik kebijakan ini. Namun lagi-lagi pemerintah berdalih bahwa ini demi buruh dan keberlangsungan perusahaan.

Dengan adanya regulasi Permenaker No. 5/2023 jelas kian menambah panjang daftar permasalahan yang mendera kaum buruh. Di tengah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), mereka juga harus menghadapi pemotongan upah. Bukan hanya itu, kebijakan ini juga dinilai tidak akan mampu menyolusi gelombang PHK yang tengah melanda negeri ini.

Sebelumnya kaum buruh juga telah mengalami berbagai kezaliman, mulai dari kenaikan upah minimum yang di bawah tingkat inflasi, polemik jaminan hari tua (JHT) yang baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun, sistem outsourcing yang minim kesejahteraan hingga gelombang PHK yang tengah mendera. Disahkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja justru makin menzalimi buruh.

Kezaliman tersebut terus berlanjut hingga kini. Pemerintah mengeluarkan regulasi yang melegalkan pengusaha kapitalis untuk memotong upah buruh. Jelas aturan ini merugikan mereka. Sebab, realitasnya, tanpa adanya izin untuk memotong upah saja, banyak buruh yang diupah di bawah UMK. Apalagi sekarang ketika pemotongan upah tersebut dilegalkan, jelas upah buruh yang sudah tipis akan makin tipis.

Dari sini terlihat betapa penguasa negeri ini lebih berpihak kepada pengusaha/kapitalis daripada kaum buruh. Demi membela para kapitalis, penguasa mengeluarkan regulasi yang menzalimi buruh. Buruh diperdaya dengan dalih menyolusi maraknya PHK, padahal sejatinya penguasa tengah membela pengusaha.

Beginilah penguasa dalam system demokrasi. Para penguasanya menjadi pelayan pengusaha, yang selalu tunduk pada kepentingan mereka. Sebab para pengusaha/kapitalis inilah yang membiayai penguasa tersebut untuk sampai ke tampuk kepemimpinan. Sehingga setiap kebijakan penguasa akan menghamba pada kepentingan kapitalis.

Rakyat selalu diperdaya dengan berbagai aturan buatan penguasa. Kredo “demokrasi sebagai pemerintahan rakyat” ternyata sebatas jargon. Karena realitasnya ternyata pemerintahan oleh para kapitalis melalui tangan penguasa yang mereka kendalikan. Rakyat hanya diposisikan sebagai objek yang harus taat pada aturan, meski membuat hidup sengsara. Inilah nasib rakyat di bawah sistem kapitalisme demokrasi.

Konflik buruh dan pengusaha ini merupakan keniscayaan dalam system demokrasi-kapitalisme. Konflik perburuhan dalam skala massal tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Karena Islam memandang pengusaha dan pekerja dalam level yang sama, yaitu sama-sama sebagai hamba Allah yang wajib taat pada syariat-Nya. Tidak ada “kastanisasi” antara pengusaha dan pekerja sebagaimana dalam kapitalisme- yang memosisikan pengusaha pada level yang tinggi karena punya banyak materi (kekayaan) sehingga semua kemauannya dituruti. Sedangkan buruh dianggap rendah karena lemah secara materi (kekayaan) sehingga harus patuh pada kehendak pengusaha.

Dalam Islam, pengusaha dan pekerja terikat oleh satu kontrak (akad) yang adil dan bersifat saling rida di antara keduanya. Rida itu meliputi aspek upah, jam kerja, jenis pekerjaan, dll.. Ketika keduanya sepakat dan saling rida, barulah pekerjaan dilakukan. Dengan demikian, tidak ada pihak yang terpaksa dan terzalimi.

Begitu pula dengan system upahnya. Sistem upah yang adil juga terwujud dalam sistem Islam. Seorang pekerja mendapatkan upah sesuai dengan manfaat yang ia berikan, bukan disesuaikan dengan kebutuhan minimum. Upah tersebut adalah hak pekerja dan wajib ditunaikan oleh pengusaha pada tanggal yang disepakati.

Upah inilah yang akan digunakan untuk menafkahi dirinya dan keluarganya, yaitu memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, dan papan. Adapun para pekerja yang sudah bekerja maksimal, tetapi upahnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, negara akan turun tangan untuk membantu. Bantuan negara/Khilafah bisa berupa pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya, modal untuk wirausaha, atau santunan jika terkategori lemah.

Dalam system Islam, kebutuhan dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan dijamin dan disediakan oleh negara secara gratis. Sehingga masyarakat, termasuk para buruh tidak harus pusing memikirkan biaya pendidikan dan kesehatan.

Berbeda dengan system kapitalis saat ini dimana masyarakat harus menanggung sendiri biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan-yang biaya atau harganya terus meningkat. Sehingga berapapun gaji buruh tetap saja tidak mampu mensejahterakan. Karena beban hidup yang kian berat.

,

 

 

Tags: Ida FauziahMenteri KetenagakerjaanNasib Buruh Adzkia MufidahPHK
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA