
Secara sederhana pendidikan adalah proses yang dilalui untuk memperoleh perubahan dari sisi kognitif, afektif, dan psikomotor (keterampilan). Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, disana dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Degradasi Moral Oknum Murid
Belum lama ini muncul tayangan di media social yang membuat publik khususnya di bidang pendidikan merintih dengan fenomena sikap salah seorang oknum murid yang membentak dan melawan kepada salah seorang guru yang mengajar di kelasnya. Peristiwa tersebut terjadi di salah satu sekolah kejuruan di Serpong. Melalui unggahan salah satu akun intagram @martapurainformasi terlihat bahwa antara siswa dan guru saling adu mulut yang berujung pada pemandangan yang sangat tidak indah dilihat.
Penyebab siswa tersebut marah yang berujung pada perlawanan yang tidak perlu dilakukan kepada guru, lantaran ia tak menerima teguran yang ditujukan pada dirinya atas ketelambatannya masuk kelas. Walaupun kasus ini telah diselesaikan dengan permintaan maaf oleh si murid kepada guru dan berjanji berbuat baik ke depannya serta tidak akan mengulangi lagi, namun berangkat dari kejadian tersebut tentunya membuat kita bertanya paling tidak sebagai bahan refleksi diri demi perbaikan karakter anak-anak bangsa sebagai penerus peradaban.
Kenapa (?) oknum murid tersebut demikian berani melawan seorang guru yang secara jelas berperan sebagai orang tua kedua mereka selama proses membangun pengetahuan di lingkungan sekolah. Fenomena guru memperoleh hal yang tidak mengenakkan dari oknum murid juga telah muncul beberapa tahun terakhir. Hal ini terlihat dari kasus yang pernah terjadi dua tahun silam. Dalam kasus tersebut, terjadi pemukulan terhadap guru yang dilakukan oleh ayah dan kakak oknum murid yang bersangkutan. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). (detik.com/27/12/2021 diakses 04/03/2023).
Berpijak pada dua kasus di atas memperlihatkan kepada kita bahwa karakter oknum-oknum murid yang nekat melawan gurunya sudah merosot ke dalam jurang kegelapan. Apakah tindakan melawan guru itu menjadi hal yang solutif dalam menyelesaikan permasalahan ?. Barangkali hal demikian tidak tepat. Alangkah lebih baik direspon dengan cara-cara yang mencerminkan kepribadian luhur bangsa Indonesia bila seorang guru mengomentari sesuatu hal yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku pada instansi terkait. Oknum-oknum murid yang sudah melewati batas kewajaran, mereka tidak sadar akan peran guru yang begitu mulia dalam memfasilitasi mereka untuk menumbuh kembangkan segenap potensi yang dimiliki. Mereka memperlihatkan arogansi yang tidak pantas dalam konteks proses pendidikan. Ini perlu untuk segera diperbaiki agar ke depannya tidak terjadi kasus-kasus serupa. Seluruh kalangan perlu terlibat di dalamnya sebagai upaya perbaikan.
Dengan tugas mulia guru, beberapa di antara mereka malah memperoleh balasan yang tidak pantas hanya disebabkan oleh ogois dan rasa amarah yang tak mampu dibendung. Padahal guru memberikan nilai yang konstruktif bahwa sebagai pribadi yang akan terjun ke lingkungan social dan dunia kerja, sikap disiplin dan sikap-sikap postif lainnya perlu dimiliki oleh segenap anak didiknya. Tidak perlu meluapkan kemarahan bilamana mendapat teguran jika hal yang ditegur tersebut memang bersumber dari kesalahan si oknum murid.
Urgensi Pembelajaran Sejarah dalam Membentuk Karakter Bangsa
Mengacu kepada UU Sisdiknas tahun 2003, di antara tujuan pendidikan nasional itu, yaitu mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Berangkat dari formulasi tujuan tersebut maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan kita tidak hanya berkutat pada ranah kognitif dan keterampilan saja, melainkan juga mencakup aspek sikap (sosial dan religius) yang dalam hal ini mengandung sebentuk harapan bahwa peserta didik dikemudian hari dapat menjadi pribadi yang kompeten dari segi intelektual dan memiliki karakter yang sesuai dengan agama dan kepribadian luhur bangsa Indonesia.
Pemikiran yang dikemukakan di atas juga sejalan dengan nilai guna pembelajaran sejarah. Pembelajaran sejarah merupakan salah satu pelajaran yang sarat akan nilai-nilai konstruktif untuk membangun karakter peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh materi yang dipelajari mencakup proses sejarah terbentuknya negara merdeka dari praktek kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat. Dari negara bangsa (nation state) bertransformasi menjadi satu bentuk kolektif yang diikat dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.. Dari sana terkandung nilai-nilai yang dapat diteladani baik dari segenap peristiwa yang terjadi maupun tokoh-tokoh yang telibat di dalamnya.
Salah seorang pakar di bidang pendidikan S. Hamid Hasan mengemukakan bahwa “pembelajaran sejarah berperan dalam pembentukan karakter bangsa bagi generasi muda melalui pendidikan formal yang diharapkan dapat membentuk kesadaran sejarah yang secara moral dapat menumbuhkan nasionalisme peserta didik”. Berangkat dari pemikiran tersebut, intisari yang dapat diserap yaitunya, perkuat fondasi pembelajaran sejarah agar mampu bernilai guna di kalangan peserta didik yang hidup di abad kemajuan ini. Dalam pandangan penulis, sosok guru sejarah berperan penting disini. Nilai aksiologi dari pembelajaran sejarah dipaparkan kepada peserta didik secara jelas supaya tidak muncul pandangan bahwa pelajaran sejarah tidak berguna bagi mereka. Pendidik (guru) dapat mengkontekstualisasikan kejadian hari ini dengan titik berangkat apa yang terjadi di masa silam. Menginternalisasikan nilai-nilai konstruktif dalam proses pembelajaran yang dapat diperoleh dari tokoh, peristiwa, dan kultur yang melekat dari segenap founding fathers yang berasal dari berbagai daerah. Pada abad 21 ini, pembelajaran sejarah tidak lagi berkutat pada mengingat fakta semata, melainkan harus memantik/memfasilitasi peserta didik untuk berfikir kritis, analitis, kreatif, sesuai dengan tuntutan abad 21. Kemasan materi juga harus diselaraskan dengan perkembangan teknologi.
Kaitannya dengan kasus yang dipaparkan di atas bahwa pembelajaran sejarah sarat akan nilai-nilai untuk membentuk karakter yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Mengambil pembelajaran dari founding fathers yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan yang memiliki berbagai strategi dalam mencapai tujuan (kemerdekaan) adalah salah satu langkah untuk membuat peserta didik menjadi pribadi yang berkarakter. Tahu menempatkan diri sesuai dengan status dan perannya. Memiliki prinsip hidup dan mengamalkan nilai-nilai postif dalam menjalankan aktivitas kehidupan termasuk cara-cara berinteraksi dengan guru, masyarakat maupun teman sebaya.
Internalisasi nilai ini sudah sangat perlu dilakukan agar pembelajaran sejarah lebih bermakna sebagai salah satu pelajaran yang menjembatani pencapaian tujuan pendidikan nasional dalam mencetak peserta didik yang berkarakter (berakhlak mulia (karakter yang baik sesuai agama dan moralitas yang berkembang di masyarakat). Ucapan-ucapan kasar maupun perlawanan kepada guru diharapkan tidak terjadi lagi untuk masa selanjutnya.