
BANJARMASIN – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kalimantan Selatan (Kalsel) Adi Santoso mengakui, kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsinya terus meningkat.
“Memang secara persentase peningkatannya tidak signifikan, tapi hal tersebut harus menjadi perhatian bersama,” ujarnya, Rabu (8/3) siang.
Ia menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalsel pada 2019 tercatat 281 kasus, dan meningkat menjadi 297 kasus pada 2020.
“Kemudian di tahun 2021 tercatat 333 kasus, dan meningkat menjadi 663 kasus pada tahun 2022. Peningkatan kasus kekerasan tersebut antara lain karena tingkat kesadaran warga yang meningkat, sehingga berani memberikan laporan,” katanya.
Berdasarkan data, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2022 tertinggi di Kota Banjarmasin 194 kasus, Banjarbaru 67, dan Kabupaten Barito Kuala (Batola) 65 kasus.
Sedangkan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalsel yang terendah, yakni di Kabupaten Balangan 19 kasus, Tanah Laut (Tala) 21 kasus, dan Tanah Bumbu (Tanbu) 22 kasus.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Ketua DPRD Kalsel Muhammad Syaripuddin meminta Dinas P3A menggandeng Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA), untuk melakukan penelitian sebab terjadinya peningkatan kekerasan tersebut.
“Hasil penelitian itu menjadi acuan kerja dinas P3A provinsi serta pemerintah kabupaten/kota se-Kalsel,” ujarnya.
Ia berharap, dari hasil penelitian itu ada aksi dari masing-masing pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, untuk berupaya bersama menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. ant