Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, program Kartu Prakerja telah diikuti lebih dari 16,4 juta peserta di seluruh wilayah di Indonesia, sejak diluncurkan pada 2020 hingga akhir 2022. Sepertiga dari peserta Kartu Prakerja yang menanggur itu kini sudah memiliki pekerjaan, 51% di antaranya perempuan, 3% penyandang disabilitas, dan sepertiganya sudah bekerja dan berbisnis.
Hal itu diungkapkannya dalam webinar bertajuk Bringing 16,4 Million People Closer to Full and Productive Employment and Decent Work Using Digital Technology, yang merupakan side event Sidang ke-61 Komisi Pembangunan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN CSocD-61 PBB).
Dia menuturkan, Kartu Prakerja merupakan misi kemanusiaan dengan pemberdayaan yang melibatkan pendidikan, ketenagakerjaan, dan kewirausahaan. Menurutnya, program ini lebih dari sekedar kebijakan, pendanaan, atau teknologi, sebab dalam pelaksanaannya dibutuhkan perubahan radikal dalam institusi dan budaya, serta di pemerintahan, perusahaan, dan individu. “Program ini tidak hanya efektif dalam memberikan hasil yang baik, tetapi juga dengan biaya yang efisien,” kata Airlangga yang juga Ketua Komite Cipta Kerja.
Sementara itu, pujian terhadap program Kartu Prakerja juga datang dari Direktur UNESCO Institute for Lifelong Learning David Atchoarena. Ia mengatakan program ini mendapat pengakuan internasional karena Indonesia berhasil memanfaatkan teknologi digital dan menjadi game changer dalam meningkatkan pembelajaran orang dewasa di luar pendidikan formal. Bahkan, Direktur UNESCO menyebut Kartu Prakerja patut ditiru negara-negara lain.
Klaim keberhasilan mengurangi pengangguran dan pengakuan dunia internasional untuk program Kartu Prakerja ini tentu menarik kita bahas. “Ini sekaligus membangun jembatan antara pendidikan formal dan informal. Teknologi menjadi ‘game changer’ terutama dalam memberikan tempat bagi platform digital untuk pengembangan keterampilan angkatan kerja (upskilling dan reskilling),” katanya.
Adapun Kartu Prakerja memberikan beasiswa kepada angkatan kerja yang bisa secara bebas memilih pelatihan online yang tersedia di mitra e-marketplace yang relevan dengan pasar kerja saat ini tanpa diskriminasi. Menurut data Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, sebanyak 12 persen penerima manfaat berusia lebih dari 50 tahun, 19 persen adalah lulusan SMP.
Menurut David, pengalaman Kartu Prakerja patut ditiru negara-negara lain. Ia menilai, apa yang dilakukan Kartu Prakerja sejalan dengan misi organisasi yang dipimpinnya yakni memberikan kesempatan pembelajaran seumur hidup. “Tujuan pembelajaran sepanjang hayat, antara lain bertujuan untuk menekan ketidakadilan gender dan ketimpangan ekonomi,” ujar dia.
Belakangan, marak PHK di perusahaan teknologi digital. Di Amerika Serikat, PHK terjadi pada platform digital ternama seperti Google, Microsoft, Meta, Zoom, Twitter, Spotify, dan eBay. Sementara itu, di Indonesia PHK terjadi di LinkAja, Zenius, Shopee, SiCepat, Tanihub, Ruangguru, dan lainnya. Melihat fenomena tersebut, beban pemerintah tentu bertambah dalam mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan. Program Kartu Prakerja pun menjadi jawaban untuk mengatasi hal itu.
Kepala Manajemen Kartu Prakerja, William Sudhana sendiri tidak bisa memastikan dan memperkirakan seberapa banyak Kartu Prakerja menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Menurut pemerintah, ada sepertiga dari 16,4 juta orang atau sekitar 5,5 juta orang sudah bekerja dan berbisnis. Berdasarkan data BPS per Agustus 2022, total pengangguran di Indonesia mencapai 8,42 juta orang. Artinya, jumlah pengangguran masih lebih besar ketimbang mereka yang bekerja setelah mendapat manfaat Kartu Prakerja.
Menurut data BPS 2022, jumlah penduduk angkatan kerja mencapai 143,72 juta jiwa. Per September 2022, tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Banyaknya penduduk bekerja ternyata tidak berbanding lurus dengan penurunan angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin tidak berkurang, mungkin juga menjadi lebih besar di tahun maraknya PHK. Kenaikan sejumlah bahan pokok dan tarif publik juga turut memicu naiknya angka kemiskinan karena menambah beban ekonomi masyarakat.
Menko Airlangga mengatakan lembaga internasional seperti Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memberikan apresiasi karena Kartu Prakerja bisa mengatasi PHK. Program ini juga akan dipresentasikan dalam konferensi Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai model mempersiapkan pekerja pada masa depan (Katadata, 23/5/2022). Akan tetapi, apresiasi itu tidak akan bermakna apa-apa apabila realitasnya masih ada 9,1 juta pengangguran terbuka yang terkatung-katung di luar sana.
Belum lagi, beban ekonomi masyarakat yang bertambah akibat kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, seperti kenaikan tarif listrik, BBM, LPG, bahan pangan, dan sebagainya. Insentif yang diberikan pada peserta Kartu Prakerja tidak akan cukup memberikan modal bagi rakyat berwirausaha. Negara seakan-akan berperan besar mengurangi angka pengangguran. Padahal realitasnya, negara belum menjamin apa-apa kepada rakyat. Menurut pemerintah, Kartu Prakerja adalah salah satu program yang berhasil merespons dampak pandemi Covid-19.
Program ini sedianya digunakan untuk mengembangkan kompetensi kerja para pencari kerja/buruh yang terkena PHK serta yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Sepanjang 2020—2021, terdapat 11,4 juta orang yang menjadi penerima Kartu Prakerja. Jika keberhasilan yang dimaksud ialah meringankan ekonomi masyarakat sesaat, memang benar. Namun, jika dilihat dari jaminan kesejahteraan, Kartu Prakerja tidak akan bisa menjadi solusi bagi ketenagakerjaan.
Selain itu, program Kartu Prakerja ini ibarat “obat nyeri” yang tidak menghilangkan akar masalah penyakit. Sedikit membantu dan hanya sesaat. Selebihnya gagal. Suksesnya seseorang bisa bekerja atau tidak kembali pada usaha individu itu sendiri. Sepintas, program ini memang terlihat bagus dan meringankan rakyat. Rakyat diberi pelatihan dan pembekalan, masalah kerja atau tidak kembali ke urusan individu.
Meski Kartu Prakerja sedikit membantu mengatasi problem kerja, tetapi hal itu hanyalah bantuan sesaat. Selanjutnya masyarakat dihadapkan pada persoalan pelik yang tidak kunjung terurai, yakni kesejahteraan dan kemiskinan. Kartu Prakerja dan bansos ibarat pereda nyeri sakit, bukan penyembuh penyakit. Data tidak valid, anggaran boros, bantuan tidak tepat sasaran adalah sejumlah problem menahun di sistem pemerintahan demokrasi.
Negara pun tidak mau tahu betapa susahnya mencari kerja di tengah iklim kapitalisme. Negara malah mendorong rakyat agar menjadi pelopor penyedia lapangan kerja untuk dirinya dan orang lain lewat mantra ekonomi kreatif, UMKM, dan wirausaha. Padahal penyediaan lapangan kerja adalah tugas negara. Jadilah negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator, bukan
Masyarakat pasti ingin sejahtera, yang dimaksud sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Kebutuhan hidup terpenuhi, mendapat pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, dan rasa aman yang jauh dari kriminalitas. Setiap manusia pada dasarnya tidak ingin hidup susah dan sengsara.
Dalam Islam, tugas negara tidak hanya menyediakan platform pelatihan dan pembekalan keterampilan semata. Tugas negara adalah memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan baik. Jika masyarakat menganggur, negara harus memberikan pelatihan keterampilan, modal yang cukup, serta menyediakan lapangan kerja untuk mereka. Negara juga wajib memenuhi kebutuhan dasar masyarakat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara murah bahkan gratis kepada rakyat. Inilah prinsip pengurus rakyat (riayah suunil umat) dalam Islam.
Fungsi negara bukan sekadar regulator dan fasilitator, melainkan melayani kebutuhan dasar masyarakat secara optimal. Negara harus memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tepat sasaran, yakni melakukan pengawasan dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Penerapan kapitalisme menihilkan peran tersebut. Negara membantu rakyat ala kadarnya, menangani pandemi semaunya dan mengurus kebutuhan rakyat sekehendak hatinya.
Oleh karenanya, mengatasi permasalahan tidak cukup dengan solusi parsial atau tambal sulam. Akar masalah hari ini adalah penerapan kapitalisme demokrasi. Mau dimodel dengan strategi dan kebijakan apa pun, jika paradigma kepemimpinan dan pengurusan urusan rakyat tetap berkiblat pada kapitalisme, posisi rakyat akan selalu dikesampingkan. Kesehatan, kesejahteraan, pengangguran, kemiskinan, dan segudang problem sosial lainnya akan terus membayangi negeri ini selama kapitalisme berdiri.
Dalam Islam, kesejahteraan adalah hak rakyat. Mekanisme Islam menjamin kesejahteraan rakyat.
Pertama, negara wajib menyelenggarakan pendidikan berkualitas, murah, bahkan gratis. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan secara layak. Dengan akses pendidikan yang merata, program seperti Kartu Prakerja tidak perlu ada sebab negara akan menyediakan fasilitas dan sarana yang mendukung berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan masyarakat agar dapat bekerja.
Kedua, negara wajib menyelenggarakan layanan kesehatan gratis. Dengan menjamin dua dari kebutuhan pokok, yakni pendidikan dan kesehatan, masyarakat tidak akan memiliki beban berat ekonomi sebagaimana berlaku dalam sistem kapitalisme saat ini.
Ketiga, dalam sistem ketenagakerjaan, negara menjamin perusahaan atau industri harus mengikuti ketentuan Islam. Misalnya, akad ketenagakerjaan yang jelas mencakup hak dan kewajiban pekerja, pembayaran sesuai pekerjaan yang dilakukan secara wajar, pemberian upah sebelum kering keringatnya, dan rida antara majikan dan pekerja sehingga tidak ada kezaliman di antara keduanya.
Keempat, negara mengembangkan sektor riil, seperti perdagangan, pertanian, industri, dan jasa. Tidak boleh ada praktik monopoli, mafia/kartel, penipuan harga, penimbunan barang, dll. Setiap transaksi ekonomi harus berlandaskan pada syariat Islam. Jika ada pelanggaran atas hal ini, terdapat qadi hisbah yang akan menyelesaikan perkara ini sesuai pandangan Islam.
Kelima, bagi masyarakat yang benar-benar miskin dan tidak berkemampuan bekerja, maka kerabat atau ahli waris yang mampu yang wajib menafkahinya. Jika tidak ada ahli waris, negaralah yang wajib menafkahi dan memenuhi kebutuhan pokoknya.
Islam sesungguhnya memiliki konsep baku dan jelas dalam mengurai problematik kehidupan. Kekayaan alam yang membentang sejatinya memberikan solusi tepat bagi masalah kesejahteraan dan kemiskinan. Tata kelola SDA negeri ini makin amburadul tatkala dikelola dengan cara pandang kapitalisme. Mulai dari anggaran tidak tepat sasaran, pemerintahan yang nirempati kepada rakyat, sampai pada program bantuan yang gagal mengatasi kesulitan ekonomi rakyat.
Semua itu mestinya menjadi pintu pembuka kesadaran pemikiran masyarakat bahwa pangkal keruwetan masalah negeri ini ialah kapitalisme. Islam sendiri adalah solusi penerapan kapitalisme, biang masalah negeri ini. Dengan tata kelola pemerintahan Islam secara kafah, setiap masalah pasti ada solusinya. Namun, jika dikelola dengan kapitalisme, setiap masalah pasti ada masalah baru lainnya.
Demikianlah jaminan kesejahteraan yang Islam berikan pada warga negaranya. Mekanisme serta pengaturan tersebut hanya bisa terterapkan di negara Khilafah dengan sistem Islam yang paripurna. Khilafah akan memastikan setiap individu masyarakat terpenuhi kebutuhan dasarnya, bukan menghitung dengan angka rata-rata yang diklaim sebagai pertumbuhan ekonomi ala kapitalisme.