Rabu, Juli 2, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

1 Abad NU dan Momentum Mengenalkan Tradisi Islam

by matabanua
23 Februari 2023
in Opini
0
D:\2023\Februari 2023\24 Februari 2023\8\8\ali mursyid azisi.jpg
Ali Mursyid Azisi, S.Ag (Pengurus Asosiasi Penulis-Peneliti Islam Nusantara Se-Indonesia (ASPIRASI) PW LTNNU Jawa Timur)

 

Momentum memperingati satu abad (100 tahun) Nahdlatul Ulama sudah di depan mata. Salah satu rangkaian acara pembukaan digelar di bumi Shalawat Badar, yaitu Banyuwangi. Stadion Diponegoro dipilih menjadi lokasi strategis pagelaran akbar tersebut. Nahdlatul Ulama sebagai warisan dan bentuk manifestasi dari Islam ala Nusantara merupakan organisasi keagamaan yang kental akan prinsipnya yang memegang teguh budaya lokal, berideologi moderat dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\3 Juli 2025\8\master opini.jpg

Berantas Narkoba Selamatkan Masyarakat

2 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kampus Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan, Sudah Cukupkah?

2 Juli 2025
Load More

Oleh karenanya, pada serangkaian kegiatan menyambut harlahnya ke 100 tahun PBNU menggelar festival Tradisi Islam Nusantara di Banyuwangi sebagai salah satu kawasan yang masih kental akan warisan kebudayaan Islam. Pada moment ini, kalangan santri terpilih se Banyuwangi turut memeriahkan acara dengan menghadirkan potret khas pesantren, yaitu dengan membacakan nadhoman alfiyah kolosal bahkan pertunjukan seni Hadrah.

Pagelaran yang dilaksanakan pada 09 Januari 2023 ini pun turut melibatkan berbagai pihak, terlebih kalangan muda, santri, dan bahkan warga sekitar dalam upaya mengenalkan warisan budaya Islam Nusantara. Demikian dimaksudkan untuk kembali mengulik perjuangan dan produk kebudayaan Islam yang sarat akan makna-makna dalam setiap tradisinya. Terlebih kalangan generasi media sosial (Gen-Z) yang perlu mengetahui dan mewarisi peninggalan para leluhur, walisongo, kiai, dan para pejuang Islam zaman dulu.

Banyuwangi dan Warisan Budaya Islam

Bagi sebagian kalangan muslim di Indonesia, Banyuwangi lebih dikenal sebagai Kabupaten yang identik dengan kecantikan alam dan pariwisatanya. Padahal di balik itu, Kabupaten yang dijuluki kota sewu gandrung dan bumi sholawat badar ini juga kaya akan warisan budaya Islam ala Nusantara. Demikian terbentuk dari adanya dialog antara ajaran Islam dan budaya lokal, hingga menghasilkan produk kebudayaan yang di dalamnya semula berisi ajaran lama (Hindu-Buddha lokal), menjadi tradisi unik dengan ajaran keislaman yang condong pada nilai-nilai tarekat.

Perpaduan budaya dan nilai agama seperti ini oleh Prof. Nur Syam (Guru Besar UIN Sunan Ampel) dalam karyanya “Islam Pesisir” (2005) disebut dengan Islam kolaboratif. Kemudian Cliffort Geertz menyebut demikian sebagai akulturasi budaya dan agama, dimana kemudian dalam hasil penelitiannya di Jawa (Pare, Kediri) dengan tajuk “The Religion of Java” (1960), menghasilkan teori santri, abangan dan priyayi.

Sebut saja beberapa warisan kebudayaan Islam ciri khas Banyuwangi yang dirangkum oleh Ayung Notonegoro (Founder Komunitas Pegon, Kader muda NU) dalam bukunya bertajuk “Islam Blambangan: Kisah, Tradisi dan Literasi” (2020), di antaranya: Tradisi endog-endogan, yang digelar 12 Rabiul Awal untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad saw yang syarat akan makna berbau tarekat, dan hingga kini dilestarikan oleh masyarakat Osing (suku asli Banyuwangi). Dapat pula ditemui seni Kuntulan, merupakan seni Hadrah khas Banyuwangi. Kemunculan Kuntulan sendiri tidak lepas dari perkembangan Islam dari kalangan Pesantren yang ditandai dengan adanya unsur alat hadrah untuk mengiringi penyair. Bahkan yang menjadikannya unik yaitu dalam kesenian ini berisikan syair-syair Islami dengan bahasa Osing dan dilengkapi penari dengan kostum khas.

Selanjutnya juga terdapat tradisi Mocoan Lontar Yusup masyarakat Osing. Tradisi ini berisikan memaca lontar berbahasa Osing yang menceritakan kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur’an dan bacaan-bacaan lain yang mengandung nilai-nilai kehidupan. Sekilas pembacaannya mirip dengan lenggam Jawa, akan tetapi menggunakan bahasa khas Banyuwangi (Osing).

Bahkan dewasa ini peninggalan para Ulama Banyuwangi diakui sebagai peninggalan tak benda yaitu “Sholawat Badar” yang dipopulerkan oleh KH. Ali Mansur merupakan salah satu warisan pejuang Islam dari bumi Blambangan dan masih banyak lagi. Meski Banyuwangi merupakan kawasan termuda yang diislamkan oleh para Wali dahulu, namun tradisi keislaman dan pendidikan berbasis pesantren mengalami perkembangan pesat dan terus dianakturunkan.

Momentum Apik Mengenalkan Warisan

Melalui momentum harlah satu abad NU ini, menjadi kesempatan besar bagi para generasi penerus NU dalam mengenalkan kembali ke muka publik bahwa kekayaan dan keunikan tradisi Islam di berbagai daerah menarik untuk dipelajari. Khususnya di Banyuwangi, penting kiranya warisan-warisan Islam baik yang berupa tradisi, berbentuk bendak atau pun tak benda dikenalkan pada kalangan santri dan generasi digital supaya dapat merawat estafet warisan Islam Nusantara.

Kini saatnya pemuda muslim menjadi aktor yang terlibat dalam mewarisi kebudayaan Islam Nusantara yang kental akan makna kehidupan beragama. Festival Islam Nusantara ini pun tidak hanya menjadi ajang sosialisasi semata, namun juga kaderisasi terhadap generasi muda dalam upaya melestarikan warisan. Satu Abad Nahdlatul Ulama diharapkan tidak hanya sekadar ceremony sahaja, namun turut melahirkan generasi-generasi yang berkualitas dan kian dekat dengan warisan Islam Nusantara.

Adanya momentum ini, diharapkan ketika mendengar kata Banyuwangi tidak lagi hanya terfokus pada kecantikan alamnya semata, namun juga warisan budaya dan tradisi keislamannya yang unik pun juga kaya. Kini saatnya pemuda muslim Banyuwangi selain beradaptasi dengan perkembangan teknologi, juga harus mampu menjaga warisan para Ulama, Kiai, dan Wali terdahulu hingga generasi selanjutnya. Dengan demikian budaya keislaman tetap eksis seterusnya, melahirkan generasi moderat, cinta akan budaya lokal, toleran, moderat dan inklusif meski pengaruh perkembangan zaman begitu pesat.

 

 

Tags: NUPengurus Asosiasi Penulis-Peneliti Islam Nusantara Se-IndonesiaS.AgTradisi Islam Ali Mursyid Azisi
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA