
JAKARTA – Keluhan soal kelangkaan pupuk subsidi sering disampaikan para petani. Pasalnya, sebagian petani amat membutuhkan pupuk subsidi untuk meringankan beban biaya dalam menjalankan usahanya.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai banyak petani di Indonesia yang belum memahami utuh kebijakan pupuk bersubsidi. Hal itu menjadi faktor terkait isu kelangkaan pupuk bersubsidi yang sering diungkapkan petani.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan, masih banyak petani yang beranggapan semua berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. Padahal, Kementerian Pertanian telah menerbitkan peraturan mengenai kriteria petani yang berhak mendapat pupuk bersubsidi.
“Para petani merasa bahwa semua lapisan petani di Indonesia dari mulai Sabang sampai Merauke, dari semua jenis tanaman, dari skala penguasaan lahan merasa mereka berhak mendapatkan pupuk bersubsidi,” kata Yeka dalam acara Layanan Konsultasi:Permasalahan Penyaluran dan Penebusan Pupuk Bersubsidi pada Musim Tanam 2022.
Beleid yang diterbitkan pada Juli 2022 ini memfokuskan subsidi kepada urea dan NPK serta hanya berlaku untuk sembilan komoditas dari yang sebelumnya sekitar 70 komoditas. Adapun komoditas yang jadi sasaran subsidi adalah padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, tebu rakyat, kopi, dan kakao.
Subsidi pupuk diperuntukan bagi petani yang memenuhi persyaratan, seperti petani yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektare, dan menggunakan kartu tani (untuk wilayah tertentu).
Petani dapat menebus pupuk bersubsidi pada kios-kios resmi yang telah ditentukan untuk melayani kelompok tani setempat. Oleh karena itu, Yeka memastikan subsidi pupuk bisa didapatkan petani sesuai kriteria dan syarat yang diatur dalam Permentan Nomor 10 Tahun 2022.
“Tentunya pupuk bersubsidi tidak demikian (seluruh petani bisa dapat), karena pemerintah telah menetapkan kriteria, yaitu petani kurang dari dua hektare dan sembilan komoditas,” ujarnya.
Yeka melalui layanan konsultasi itu diharapkan bisa memberikan solusi serta menyelesaikan permasalahan seputar kebijakan pupuk bersubsidi yang selama ini dikeluhkan oleh petani.
“Kita tentu tahu betul persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi selalu menjadi hajatan setiap tahun isunya selalu ada dan kami mencatat setiap tahun isu itu berkembang,” kata dia.
Pada 2021, Ombudsman telah melakukan kajian sistemik. Yeka mengatakan telah memotret persoalan dari hulu ke hilir. Sejauh ini, Ombudsman masih melakukan proses pemonitoran dari kajian sistemik tersebut.
Ia pun menilai semua pihak sudah bergerak ke arah yang lebih baik, tapi bukan berarti permasalah itu tidak ada. “Ombudsman juga mau melihat sejauh mana permasalah penyaluran dan penebusan pupuk subsidi. Ini semua digunakan untuk pengawasan agar ketersediaan pupuk benar-benar dinikmati oleh petani yang berhak,” katanya.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia wilayah Jawa Barat Entang Sastraadmadja menjelaskan, penyaluran pupuk bersubsidi punya aturan. Yakni, hanya petani yang tergaung dalam kelompok tani (poktan) atau gabungan kelompok tani (gapoktan) yang bisa memperoleh barang subsidi itu. “Artinya, memang tidak semua petani akan kebagian pupuk yang disubsidi pemerintah. Dari sini saja kita sudah tahu pupuk subsidi ini pasti akan kurang dan tidak bisa dirasakan semua petani,” kata Entang. rep/mb06