BANJARMASIN – Minat baca warga Banjarmasin terbilang sedang. Berdasar riset Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI pada 2022, minat baca di Banjarmasin masih bertengger di angka 66,14 atau berada di klasemen sedang seluruh Indonesia.
“Jadi, minat baca warga Banjarmasin tidak terlalu tinggi namun tak pula terlalu rendah, artinya sedang-sedang saja berdasar hasil riset Perpusnas RI,” kata Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispersip) Kota Banjarmasin, M Ikhsan Alhak kepada jejakrekam.com, Rabu (22/2).
Berada di klasemen sedang, Ikhsan mengatakan perlu digenjot agar meningkat tajam melalui berbagai program atau metode. Termasuk, dukungan lewat gerakan massif terutama Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin.
“Lewat program menumbuhkembangkan budaya literasi mulai sekolah hingga melibatkan pegiat literasi sehingga bisa meningkatkan angka minat baca warga Banjarmasin,” papar Ikhsan.
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Banjarmasin ini mengatakan tanpa gerakan massif, maka harapan untuk menggerek minat baca bakalan tak tercapai.
“Tahun depan, kami akan mencoba memperbanyak perpustakaan merambah 52 kelurahan yang ada di Kota Banjarmasin. Ini program stimulus untuk meningkatkan minat baca,” ucap Ikhsan.
Selain itu, menurut dia, terobosan lainnya bisa diterapkan dengan menggandeng para pegiat literansi, seperti kegiatan digelar di Kampung Buku (Kambuk), Jalan Sultan Adam, Banjarmasin.
“Selain membangun perpustakaan di tingkat kelurahan dan pojok baca. Pembangunan kampung buku juga menjadi sarana untuk memancing agar warga bisa tergerak membaca buku,” tutur Ikhsan.
“Untuk APBD Perubahan tahun 2023, kami akan masukkan usulan beberapa program atau rencana. Semoga bisa terealisasi nantinya,” ucap Ikhsan.
Pakar komunikasi FISIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Dr Fahriannor mengakui dampak digitalisasi atau era global turut memengaruhi minat baca warga untuk datang ke perpustakaan.
“Mudahnya askes untuk mendapat sumber bacaan di internet harus jadi perhatian pemerintah. Sebenarnya, masalah budaya literasi dan peningkatan minat baca tidak bisa diserahkan tanggungjawabnya kepada pemerintah, tapi juga jadi kewajiban bagi akademisi, pegiat literasi dan kelompok masyarakat,” kata doktor lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini.
Dia menyarankan agar perpustakaan juga bisa didesain menjadi destinasi wisata yang membuat para pengunjung menjadi rileks. Hal itu juga bisa berkelindan dengan peningkatan minat baca.
“Ambil contoh di Yogyakarta, perpustakaan di sana disulap jadi wisata rekreasi, karena menampilkan konsep atau tema yang menarik para pengunjung,” kata Fahrianoor.
Menurut dia, konsep semacam ini bisa diterapkan Pemkot Banjarmasin atau malah dapat mengembangkan lebih baik lagi.
“Penunjukan duta baca sebenarnya juga langkah bagus. Namun, jangan terpaku pada satu kalangan atau kelompok. Duta baca itu misalkan bisa direkrut dari kalangan pedagang, komunitas lainnya sebagai contoh bagi kelompoknya,” tuturnya.
Menurut Fahrianoor, motivasi sangat penting dalam mendorong peningkatan minat baca di tengah masyarakat. “Berdasar data dari asosiasi pengusaha jasa internet Indonesia juga menyebut minat baca masih di kisaran angka 5 persen dari seluruh penduduk,” katanya.
Hal ini juga dipicu karena masyarakat lebih mudah mengakses internet untuk membaca berita online atau buku digital. Hal ini juga tantangan bagi pengelola perpustakaan konvesional.
“Pada prinsipnya tradisi membaca masyarakat itu baik justru bisa melahirkan masyarakat rasional. Inilah mengapa minat baca itu sangat penting karena berkelindan dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM),” pungkas Fahrianoor. jjr