BANJARMASIN – Mayoritas fraksi di DPRD Kota Banjarmasin menolak mencabut Perda Ramadhan Nomor 4 Tahun 2005, yang mengubah Perda Nomor 13 Tahun 2003 tentang Larangan Kegiatan pada Bulan Ramadhan yang diusulkan pemerintah kota.
Sekretaris Fraksi PAN DPRD Kota Banjarmasin, Afrizaldi menegaskan sebagai parpol berbasis Islam modern, jelas menolak rencana mencabut apalagi merevisi Perda Ramadhan yang akan diganti dengan Raperda Menumbuhkembangkan Kehidupan Beragama.
“Jelas sekali dalam raperda yang diajukan pemerintah kota itu mencabut berlakunya Perda Ramadhan. Itu terdapat pada Pasal 33 Raperda Menumbuhkembangkan Kehidupan Beragama,” ucap Afrizaldi kepada jejakrekam.com, Selasa (21/2).
Menurut dia, dalam frasa atau klausul dalam produk hukum daerah usulan Pemkot Banjarmasin jelas-jelas akan mencabut Perda Ramadhan.
“Ini yang kami tolak secara tegas. Bahkan, secara kelembagaan partai kami sudah menyatakan penolakan atas rencana revisi apalagi mencabut Perda Ramadhan yang sudah bagus penerapannya,” tutur Afrizaldi.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Banjarmasin ini menyarankan sebaiknya jika ingin mengatur soal teknis, lebih baik diterbitkan Peraturan Walikota (Perwali) Banjarmasin.
“Misalkan, titik-titik yang selama ini jadi wilayah larangan untuk membuka warung makan, depot atau restoran bagi warga non muslim bisa ditetapkan dalam Perwali Banjarmasin, bukan malah mencabut perda yang ada,” tegas Afrizal.
Bagi vokalis DPRD Kota Banjarmasin ini, sebenarnya dampak besar akan terjadi ketika Perda Ramadhan itu dicabut, karena bukan hanya soal aktivitas larangan usaha yang menyediakan makan-minum selama siang hari selama sebulan penuh di bulan puasa, tapi juga mengarah ke sektor hiburan malam.
“Bayangkan saja, jika Perda Ramadhan itu dicabut, maka tentu saja hiburan malam seperti diskotek, rumah biliar, karaoke dan sejenisnya diperbolehkan beroperasi pada malam hari selama bulan puasa. Ini juga dampak yang harus dipikirkan ke depan,” katanya.
Wakil Ketua DPW PAN Kalsel ini menduga gerakan untuk merevisi atau mencabut Perda Ramadhan justru dimotori oleh para pelaku yang bergerak di dunia hiburan malam, bukan hanya dari bisnis kuliner di Banjarmasin.
“Ini yang patut diwaspadai. Makanya, mayoritas fraksi terkhusus Fraksi PAN DPRD Banjarmasin sangat ekstra hati-hati dalam menyikapi usulan revisi Perda Ramadhan. Apalagi, harus disadari mayoritas penduduk di Banjarmasin adalah penganut agama Islam. Ini menjadi kearifan lokal dan identitas kota yang harus dijaga, apalagi diklaim sebagai Banjarmasin Baiman,” pungkas Afrizal.
Senada itu, Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Kota Banjarmasin, Muhammad Isnaini menegaskan fraksinya jelas-jelas akan menolak jika Perda Ramadhan dicabut. Menurut dia, jika pemerintah kota mau merevisi sepatutnya justru memperkuat eksistensi Perda Ramadhan, bukan malah melemahkan apalagi mencabut lewat raperda yang baru.
“Jika nanti terbentuk panitia khusus (pansus) menggodok raperda ini, maka harus memperkuat keberadaan Perda Ramadhan. Memang, Banjarmasin harus tetap menjaga identitas dirinya sebagai kota yang religius, karena selama bulan puasa itu marak kegiatan keagamaan,” tutur Isnaini.
Wakil Ketua Fraksi Golkar DPRD Banjarmasin, Sukhrowardi juga menyarankan agar penguatan Perda Ramadhan yang patut diusung, bukan malah merevisi gara-gara adanya dorongan dari segelintir atau sekelompok orang.
“Misalkan, ada kawasan yang diperuntukkan bagi warga non muslim untuk bisa makan-minum di siang bolong Ramadhan, itu harus diberi tanda khusus. Atau, seperti hasil kajian dari sejumlah lembaga soal kawasan buruh atau pekerja yang membutuhkan wadah untuk konsumsi, ya harus ditetapkan titik-titiknya. Jadi, lebih mudah pengawasan oleh Satpol PP Kota Banjarmasin dalam penegakan perda,” tegas Sukhrowardi.
Menurutnya, masukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel serta ormas-ormas Islam lainnya juga harus menjadi atensi khusus bagi pemerintah kota, termasuk jika nantinya terbentuk pansus oleh DPRD Banjarmasin.
“Kita harus tegaskan bahwa Banjarmasin tetap kota yang toleran. Fakta-fakta ini bisa dilihat dalam kehidupan keseharian umat beragama di kota ini. Jangan sampai persepsi segelintir orang justru mengalahkan mayoritas pendapat yang setuju perda itu harus hadir di kehidupan masyarakat,” imbuh anggota Komisi IV DPRD Banjarmasin ini. jjr