Jumat, Juli 4, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Kasus Diabetes Makin Meningkat, Jaminan Kesehatan dan Keamanan Pangan Makin Sekarat

by matabanua
19 Februari 2023
in Opini
0

Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)

Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus diabetes pada anak melonjak drastis sampai 70 kali lipat pada 2023, jika dibandingkan pada 2010. Prevalensi kasus pada Januari 2023 adalah 2 per 100.000 jiwa. Sebagai pembanding, prevalensi pada 2010 sebesar 0,028 per 100.000 jiwa dan 0,004 per 100.000 jiwa pada 2000. (Kompas, 3-2-2023). Tidak pelak, dunia kesehatan anak beserta sistem keamanan pangan ibarat menuju titik nadir. Bagaimanapun, saat ini perannya dalam penjagaan kualitas generasi turut terkoyak.

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\master opini.jpg

Keserentakan Pemilu dan Restorasi Politik Lokal

3 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\4 Juli 2025\8\foto opini 1.jpg

Rencana strategis Sistem Kapitalisme-Harga Beras Meroket, Stok Melimpah?

3 Juli 2025
Load More

Diabetes menjadi salah satu penyakit yang tidak hanya menyerang orang tua, tapi juga pada mereka yang usianya masih muda. Bahkan kondisi ini juga bisa menyerang anak-anak. Penyakit yang dikenal juga dengan julukan ‘kencing manis’ tersebut berkembang ketika pankreas yang menghasilkan hormon insulin tidak bekerja dengan baik, atau ketika tubuh tidak menggunakan insulin dengan benar.

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang kronis. Selain itu, diabetes juga ditemukan lebih banyak menyerang anak perempuan (59%) dibandingkan anak laki-laki (40%). Tingginya angka diabetes anak terjadi akibat gaya hidup yang tak terkendali.

Perihal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, diabetes merupakan mother of all diseases ‘ibu dari segala penyakit’ karena diabetes bisa memicu penyakit kronis lainnya. Budi juga menyebutkan, diabetes yang tidak dirawat bisa menjalar menjadi strok, gagal ginjal, bahkan penyakit jantung. Berdasarkan data, penderita diabetes di Indonesia saat ini mencapai 13% total penduduk sekitar 270 juta, jumlah tersebut setara dengan 35 juta jiwa.

Namun demikian, kita juga harus menyadari bahwa gula adalah komoditas pangan strategis. Impor gula menunjukkan bangsa kita memiliki ketergantungan tinggi terhadap gula. Kuotanya pun meningkat seiring bertambahnya industri-industri mamin (makanan dan minuman) tiap tahunnya. Berdasarkan data dari Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), stok gula rafinasi di dalam negeri tinggal 30.000 ton hingga akhir tahun 2022.

Sebagaimana kita ketahui, bahan baku untuk produksi gula rafinasi adalah gula kristal mentah yang selama ini stok produksi dalam negeri dianggap tidak mampu memenuhi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat kebutuhan gula di dalam negeri pada 2022 mencapai sekitar 6,48 juta ton yang terdiri atas 3,21 juta ton gula kristal putih (GKP) dan 3,27 juta ton gula kristal rafinasi (GKR).

Dari jumlah total tersebut (6,48 juta ton), produksi nasional hanya mampu memenuhi 2,2 juta ton per tahun. Akibatnya, ada defisit gula sebesar 3,8 juta ton yang diklaim harus dipenuhi dari impor. Akhirnya per Januari 2023, pemerintah memutuskan akan mengimpor 4.641.000 ton gula. Rincian volume impornya meliputi 991.000 ton gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi; gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri mamin sebanyak 3,6 juta ton; serta 50.000 ton lagi gula untuk kebutuhan khusus.

Tidak pelak, kondisi ini menunjukkan bahwa impor gula dianggap satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan industri mamin di dalam negeri. Hanya saja, kondisi ini juga kontraproduktif dengan melonjaknya kasus diabetes anak. Pasalnya, anak-anak pasti suka makanan/minuman manis. Pada saat keran impor gula dianggap mustahil berhenti, sejatinya di sisi lain juga akan timbul bencana kesehatan, khususnya pada anak-anak. Namun apalah daya, dalam sistem ekonomi kapitalisme, tentu kepentingan kapitalis yang lebih diutamakan.

Mencermati hal ini, jelas tidak cukup upaya pencegahan diabetes pada anak hanya sebatas himbauan untuk menghindari makanan/minuman manis dan olahraga. Realitasnya, impor gula dan bisnis produk pangan bergula menjadi lahan subur di negeri kapitalis ini. Renten impor maupun cuan produk pangan manis tentu saja terlalu menggiurkan untuk diabaikan. Selain pola makan, gaya hidup yang lain terhadap anak seperti sering menggunakan gadget turut memicu penyakit diabetes mellitus. Untuk itu, penting agar para orang tua lebih memperhatikan gaya hidup serta pola makan anak.

Allah Taala berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]: 168).

Ini adalah panduan mutlak bagi konsumsi bahan pangan bagi seluruh manusia. Namun dalam Islam, perintah untuk makan makanan/minuman halal dan tayib tidak berdiri sendiri. Melainkan disertai oleh pengurusan oleh negara secara sistemis dalam rangka menjaga kualitas generasi yang sehat dan kuat. Allah Taala juga berfirman,

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa [4]: 9).

Rasulullah saw. juga bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan.” (HR Muslim).

Sebagian besar produk makanan/minuman anak-anak pun rasanya manis. Secara fisiologis pun tubuh manusia khususnya anak-anak paling cepat menyerap glukosa. Semua ini jelas kontraproduktif karena aturan yang diterbitkan malah menyalahi implikasi yang timbul dari penerbitan aturan tersebut. Kapitalisme lagi-lagi menuai bumerang sehingga memang tidak selayaknya dibela, alih-alih dipertahankan dan diperjuangkan. Kezaliman demi kezaliman terhadap semua manusia kian terang benderang.

Tidak hanya racun pemikiran, kapitalisme juga menghasilkan racun pada makanan yang dikonsumsi manusia yang selanjutnya berwujud penyakit degeneratif. Terlebih jika yang mengonsumsi adalah anak-anak, ini jelas penghancuran generasi sejak dini yang tidak bisa kita biarkan lagi.

 

 

Tags: AGRIdiabetesIDAINor Faizah RahmiPraktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA