Kamis, Juli 3, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Sisi Gelap Dunia Pendidikan

by matabanua
16 Februari 2023
in Opini
0

 

oleh : Aji Pangestu (Aktivis Forum Mahasiswa Ciputat)

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\3 Juli 2025\8\master opini.jpg

Berantas Narkoba Selamatkan Masyarakat

2 Juli 2025
Beras 5 Kg Tak Sesuai Takaran

Kampus Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan, Sudah Cukupkah?

2 Juli 2025
Load More

Pedih rasanya membaca hasil investigasi Kompas 10/2/ tentang perjokian karya ilmiah di

kalangan mahasiswa, dosen dan guru besar belakangan ini. Bagaimana tidak, warga kampus yang

harusnya menjadi benteng paling depan menyuarakan nilai-nilai moral dan kebajikan malah

mencoreng nilai-nilai luhur itu sendiri.

Memang beberapa tahun terakhir pemerintah berupaya menggenjot mutu perguruan tinggi

agar setara dengan kampus terkemuka dunia. Memperbanyak publikasi di jurnal internasional

bereputasi atau terindeks Scopus adalah salah satu cara yang dipakai. Secara kuantitas, data

dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukan, dalam kurun 2017-2021, ada

kenaikan 7-13 persen jumlah artikel terindeks Scopus.

Sayangnya, meningkatnya kuantitas publikasi tidak berbanding lurus dengan kualitas yang

sesuai dengan aturan ketat kepenulisan karya ilmiah. Indonesia menjadi negara terbanyak kedua

penghasil jurnal ilmiah predator terindeks Scopus selama periode 2015-2017 (Charles University,

2021). Selain itu, berdasarkan hasil temuan tim investigasi Kompas ada 7 artikel ilmiah dosen dari

berbagai kampus yang memiliki korespondensi yang sama. Artikel ilmiah ini diduga kuat dibuat

untuk kepentingan kenaikan pangkat para dosen.

Pragmatisme Pendidikan

Tentu saja, fenomena perjokian karya ilmiah yang menjamur belakangan ini menandakan

beberapa catatan penting.

Pertama, pragmatisme pendidikan masih kuat bersemayam pada para

akademisi di berbagai perguruan tinggi. Sebab, perjokian karya ilmiah adalah cara kotor yang

paling cepat menjadi jalan pintas untuk menerbitkan karya ilmiah. Dengan diterbitkannya karya

ilmiah pada jurnal yang bereputasi, para akademisi akan lebih mudah untuk mendaki puncak karir

kenaikan jabatan.

Praktik semacam itu dalam istilah Zuly Qodir disebut sebagai “prostitusi akademik” para

akademisi yang rakus pada kekayaan dan jabatan dengan menggunakan berbagai cara untuk

mencapainya. Pada titik inilah benar kata Julien Benda (1997) para cendikiawan priyayi yang

memperjuangkan posisi jabatannya tanpa melibatkan diri dalam memperjuangkan kemanusiaan

atau pun perang melawan kejahatan adalah “para pengkhianat akademik”

Kedua, praktik perjokian karya ilmiah akan mencederai mutu pendidikan. Sebab, dalam

nalar pendidikan yang ideal, cendikiawan seharusnya menjadi pilar utama penunjang pendidikan

bukan malah meruntuhkannya. Para dosen dan guru besar seharusnya menjadi role model bagi

tegaknya nilai-nilai etik akademik justru menghadirkan tontonan yang tidak sedap dengan

membiarkan dirinya menyewa jasa calo untuk mengerjakan tugas moral yang mestinya dia emban.

Cendikiawan sudah seharusnya tidak mengejar tujuan-tujuan praktis, tapi mencari kegembiraan

dalam mengolah seni atau ilmu atau renungan metafisik-singkatnya memiliki sesuatu yang bukan

duniawi (Julien Benda, 1997)

Ketiga, merebaknya praktik perjokian karya ilmiah menandakan bahwa lemahnya

pengetahuan tentang standar, budaya, serta norma publikasi ilmiah yang baik. Artinya, niat

pemerintah menggenjot kuantitas publikasi ilmiah itu harus dibarengi dengan pendampingan,

sosialisasi, dan pengawasan yang memadai oleh akademisi senior, sebagaimana yang tertuang

dalam pedoman Penilaian Angka Kredit Dosen (PO-PAK) keluaran Dikti. Dengan demikian,

tindakan ini akan menjadi salah satu upaya untuk mengurangi percaloan publikasi di negara ini.

Selain itu, pemerintah dan perguruan tinggi harus menindak dengan tegas siapapun yang

menggunakan atau menjual jasa terkait perjokian karya ilmiah. Sebab, jika fenomena semacam ini

tetap saja dibiarkan dan tidak ada penanganan yang serius. Reputasi akademisi Indonesia menjadi

taruhannya. Sebagai dampaknya, kesan yang muncul tentang Indonesia di mata dunia tidak lain

sebagai negara yang hanya bisa menerbitkan jurnal-jurnal bajakan atau kloning yang secara tidak

langsung akan meluluhlantakkan reputasi kita di mata global.

Karena itu, maraknya perjokian karya ilmiah di lingkungan kampus adalah aib yang tidak

boleh dinormalisasi. Kebiasaan menggunakan calo untuk menerbitkan karya ilmiah harus segera

dihentikan. Perbuatan yang melanggar kode etik akademik semacam itu tidak boleh menjadi

praktik yang terus dibudayakan. Sisi gelap dunia pendidikan ini barangkali menambah daftar dosa

besar perguruan tinggi di samping intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan.

 

 

Tags: Aji PangestuAktivis Forum Mahasiswa CiputatBRINdunia pendidikanprostitusi akademik
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA