JAKARTA – DPR RI menyinggung soal potensi pencabutan izin PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku pengembang Meikarta buntut polemik pihak Meikarta dengan para pembeli apartemen.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai pencabutan izin bisa berdampak luas pada pembeli yang menuntut haknya. Hal itu ia sampaikan usai bertemu pembeli apartemen Meikarta yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM).
“Saya pikir soal pencabutan izin itu juga kita jangan masuk ke ranah itu, karena bisa berdampak pada konsumen lain yang ribuan. Tapi bagaimana solusinya supaya permasalahan yang ada ini di beberapa atau sekelompok pembeli bisa teratasi dengan baik,” katanya di Gedung DPR, Jakarta Pusat.
Dasco menegaskan aduan konsumen Meikarta yang tak kunjung menerima unit apartemen yang diperjanjikan sejak 2019 itu, menjadi masukan bagus bagi DPR dan pemerintah. Ia menekankan ini akan menjadi momen baik untuk membahas UU Perlindungan Konsumen.
Sebelumnya, Wendy salah satu konsumen Meikarta meminta pemerintah perlu membuat peraturan bagi pengembang yang akan memasarkan apartemen. Ia mencontohkan para pengembang di Singapura minimal harus membuat progres pembangunan 20 persen baru bisa mengajukan izin kepada pemerintah.
“Mereka ada progres pembangunan baru boleh jual. Di sini malah (baru ada) lahan saja sudah boleh jual. Salah dari awal,” tuturnya di PN Jakarta Barat usai menghadiri sidang kedua gugatan perdata dari PT MSU.
Sebetulnya, pemerintah sudah punya UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Di dalam beleid tersebut, pengembang wajib memenuhi persyaratan progres 20 persen sebelum melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pembeli. Hal itu dijelaskan di pasal 16 ayat 2.
Lalu, di Pasal 43 ayat 1 disebutkan bahwa proses jual beli satuan rumah susun (sarusun) sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris.
Kemudian di Pasal 43 ayat 2 dijelaskan bahwa PPJB dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah, kepemilikan IMB, ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; keterbangunan paling sedikit 20 persen dari hal yang diperjanjikan.
Pasal 43 ayat 2 huruf d soal keterbangunan paling sedikit 20 persen diartikan sebagai 20 persen dari volume konstruksi bangunan rumah susun yang sedang dipasarkan. Hal tersebut dipertegas dalam Pasal 97.
“Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial dilarang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20 persen (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2),” tulis Pasal 97.
Jika melanggar ketentuan progres 20 persen tersebut, pengembang bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp20 miliar. Hal tersebut dirinci dalam Pasal 109. cnn/mb06